Liputan6.com, Seoul - Drama Korea The Glory tayang dengan sebuah peringatan pemicu alias trigger warning. Drakor yang dibintangi Song Hye Kyo ini memiliki konten bullying atau perundungan yang cukup bikin ngilu, dan dikhawatirkan bisa berakibat kurang baik bagi mereka yang rentan.
Dalam drakor ini, karakter Moon Dong Eun yang dimainkan Song Hye Kyo memang jadi bulan-bulanan para perundung. Salah satunya adalah kulitnya dibakar dengan pengeriting rambut.
Adegan ini memicu pertanyaan—terutama dari penonton global—benarkah perundungan di Korea Selatan separah ini? Ataukah ini murni fiksi belaka. Karena The Glory, penonton Korea Selatan sendiri teringat dua kasus perundungan yang benar-benar terjadi.
Bahkan diduga, kasus ini juga menjadi inspirasi dalam drakor ini. Dilansir dari Allkpop, Senin (9/1/2023), kasus pertama terjadi pada 2006.
Baca Juga
Advertisement
Kasus 2006
Korban dalam kasus ini adalah seorang siswi yang disebut dengan inisial “J.” Ia kala itu menempuh pendidikan di sekolah khusus putri di Cheongju, dan menjadi bulan-bulanan rekan sekolahnya.
Pelakunya adalah murid berinisial “K.” Pada suatu hari, K membakar lengan J dengan catokan, melukai dada korban dengan jepitan rambut, serta mengambil uang temannya ini. Semua gara-gara J telat saat dipanggil K dkk.
Atas kejadian ini, pelaku kemudian ditahan.
Advertisement
Kasus 2020
Satu lagi kasus perundungan sadis yang kembali mencuat berkat The Glory, terjadi pada 2020. Dilansir dari Koreaboo, seorang pemuda 22 tahun dengan nama Park dikerjai teman-temannya dengan cara sadis pada hari ultahnya.
Ia diseret dan diikat di kursi, badannya disiram bensin dan sebuah kembang api diletakkan di kakinya. Saat kembang api dinyalakan, tubuh Park terbakar.
Permohonan Park untuk dipanggilkan ambulans, diacuhkan teman-temannya. Park menderita luka bakar tingkat tiga dari 40 persen tubuhnya, sementara para pelaku hanya mendapat hukuman percobaan. Uang perawatan Park pun jauh lebih besar dari ganti rugi yang diberikan.
Hingga kini, keluarga Park masih mencari keadilan dengan mengajukan gugatan.
Kemarahan Warganet
Warganet Korea mengutarakan kemarahannya atas perundungan ini, sekaligus juga tak habis pikir dengan hukuman ringan yang diberikan kepada pelaku.
“Makin hari makin mengerikan,” kata seorang warganet.
“Aku kaget sekali karena adegan perundungannya berdasarkan kejadian nyata,” kata yang lain.
Kim Eun Sook sang penulis naskah belum mengonfirmasi bahwa kedua kejadian ini menjadi inspirasi baginya dalam menulis The Glory. Namun dalam penulisan cerita, ia melakukan riset dengan membaca tulisan dari para penyintas perundungan. Salah satu hal yang menarik perhatiannya, para penyintas tak menuntut kompensasi materi, melainkan meminta permohonan maaf secara tulus dari pelaku.
"Aku menyadari bahwa yang dicari bukan untuk memperoleh tapi mendapatkan kembali. Karena saat kekerasan terjadi, korban kehilangan hal-hal yang tak terlihat, seperti martabat dan harga diri,” kata dia dalam konferensi pers drakor ini, diwartakan Soompi.
Advertisement