Buruh Pikir-Pikir Gugat Perppu Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi

Kelompok buruh menyatakan penolakannya atas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Undang-Undang Cipta Kerja atau Perppu Cipta Kerja

oleh Arief Rahman H diperbarui 09 Jan 2023, 15:00 WIB
Buruh melakukan aksi unjuk rasa di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Rabu (10/11/2021). Buruh menuntut pemerintah untuk mencabut UU Cipta Kerja dan meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk mundur. (merdeka.com/Imam Buhori)

Liputan6.com, Jakarta Kelompok buruh menyatakan penolakannya atas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Undang-Undang Cipta Kerja atau Perppu Cipta Kerja. Penolakan secara resmi dengan menggugat aturan tersebut disebut-sebut jadi pilihan kelompok buruh.

Presiden Partai Buruh Said Iqbal menerangkan kalau opsi gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) masuk dalam daftar rencananya. Hanya saja, dia masih menunggu beberapa hal untuk melakukan gugatan itu, karena masih ada tahapan yang akan dilalui.

"Kalau gugatan langkah hukum kami akan pertimbangkan setelah ada nomor Undang-Undang," ujarnya dalam konferensi pers, Senin (9/1/2023).

Dia mengaku telah melakukan diskusi dengan pakar hukum tata negara. Alhasil, syarat nonor undang-undang diperlukan untuk melakukan gugatan.

Pasalnya, menurut pengalaman yang ditemuinya, jika Perppu Cipta Kerja digugat saat ini, besar kemungkinan kalau gugatannya akan ditolak oleh MK.

"Disitu jarang terjadi MK akan menerima judicial review terhadap Perppu, karena masih ada proses 1 lagi, dibawa Perppu itu di DPR, kalau DPR menerima, keluar UU, kalau undang-undang, keluar nomor, baru nanti kita gugat. Kalau menolak, berarti DPR proses ulang (Perppu Cipta Kerja)," sambung Iqbal.

Pria yang juga menjabat sebagai Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) ini juga menyarankan pemerintah untuk melakukan revisi. Langkah ini, menurutnya bisa menjadi jalan tengah.

"Dalam kasus ini kami berpandangan, udah lah revisi aja Perppu (Cipta Kerja), kalau pemerintah ingin sungguh-sungguh dan atau kalau perlu beri jaminan bahwa Peraturan Pemerintah-nya mengadopsi semua apa yang sudah disepahami," paparnya.

 


10 Ribu Buruh Kepung Istana Merdeka

Presiden Partai Buruh dan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal dalam konferensi pers, Senin (9/1/2023). Sekitar 10 ribu buruh akan menggelar aksi demonstrasi yang menolak Perppu Cipta Kerja.

Sekitar 10 ribu buruh akan menggelar aksi demonstrasi yang menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang UU Cipta Kerja. Aksi ini akan digelar pada 14 Januari 2023 mendatang di depan Istana Merdeka, Jakarta.

Presiden Partai Buruh Said Iqbal menegaskan langkah itu jadi satu bukti keberatannya pihak buruh soal isi Perppu Cipta Kerja. Gelaran aksi ini juga serentak dilakukan di seluruh Indonesia.

"Partai buruh bersama organisasi serikat buruh dan serikat oetani akan menggelar aksi puluhan ribu buruh pada tanggal 14 Januari jam 9.30 - 12.00 WIB. Peserta aksi akan difokuskanjdi Istana negara yang berasal dari Jabodetabek, Serang, Cilegon, Karawang, Purwakarta dan Bandung Raya. Jumlah peserta aksi diperkirakan lebih dari 10 ribu orang," paparnya dalam konferensi pers, Senin (9/1/2023).

Selain di Jakarta, Said Iqbal menuturkan kalau aksi juga dijalankan di kota-kota industri lainnya. Seperti, Semarang, Surabaya, Aceh, Medan, Palembang, Bengkulu, Pekanbaru, Batam, Balikpapan, Banjarmasin, Ternate, Mataram, Makassar, Palu, Gorontalo, hingga Papua.

"Isu-isu fokus pada menolak atau tidak setuju dengan isi Perppu 2 tahun 2022 tentang Omnibus Law Cipta Kerja," bebernya.

Iqbal menerangkan, pada dasarnya opsi penggunaan Perppu oleh pemerintah didukung kelompok buruh. Hanya saja, isi yang tertuang dalam Perppu Cipta Kerja tidak sesuai dengan beberapa rekomendasi yang disampaikan.

Kemudian, dia juga menyebut melalui Perppu, artinya tak dibahas ulang di DPR RI. Mengenai langkah ini, Iqbal menduga adanya penyelewengan yang terjadi jika dibahas ulang di DPR.

"Partai buruh dan organisasi serikat buruh tidak percaya dengan DPR yang sekarang. Kami mengaku punya pengalaman buruk pembahasan UU Cipta Kerja di 2020 dan kemudian disahkan. Penuh dengan 'kebohongan' dan tidak ada satupun usulan buruh dan petani yang masuk ke UU Cipta Kerja di tahun 2020," paparnya.

 


Tak Percaya DPR

Polisi membentangkan pagar duri saat unjuk rasa buruh di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Rabu (10/11/2021). Buruh menuntut pemerintah untuk mencabut UU Cipta Kerja dan meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk mundur. (merdeka.com/Imam Buhori)

Kelompok buruh memilih diterbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) Omnibus Law UU Cipta Kerja, ketimbang beleid tersebut dibahas kembali di parlemen.

"Alasannya, karena kaum buruh sudah tidak percaya dengan DPR yang sekarang, karena dinilai sering menyakiti rakyat," tegas Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, Minggu (1/1/2023).

Meski ada fraksi yang tidak setuju pengesahan UU Cipta Kerja, namun Said Iqbal menilai hal itu hanya sekedar basa-basi.

"Buktinya, ketika pihaknya meminta anggota partai tersebut menjadi saksi fakta dalam judicial review UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi, mereka tidak bersedia," ungkapnya.

 


Rekomendasi Tak Dimuat

Presiden KSPI Said Iqbal saat berorasi di depan para buruh di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Senin (2/11/2020). Massa buruh dari berbagai serikat pekerja tersebut menggelar demo terkait penolakan pengesahan omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja dan upah minimum 2021. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Menurut dia, Partai Buruh dihidupkan kembali karena persoalan Omnibus Law. Ia merasa kaum buruh dikibuli DPR, yang mencatut namanya dalam aspirasi padahal tidak dilibatkan.

"Buruh merasa dibohongi oleh DPR, yang saat itu membentuk tim kecil untuk menyerap dari buruh, tetapi kemudian aspirasi buruh tidak diakomodir. Masuk ke keranjang sampah," tuturnya.

"Bahkan mereka mengatakan 80 persen usulan buruh, petani, dan gerakan lainnya sudah diadopsi. Padahal itu bohong," ujar Said Iqbal.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya