Liputan6.com, Jakarta Segenap pegawai Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berkomitmen untuk selalu menegakkan integritas kerja dalam memberikan kinerja terbaik pada pelaksanaan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan peraturan perundang-undangan maupun peraturan internal OJK serta kode etik, peraturan pengendalian gratifikasi dan nilai-nilai strategis OJK.
Demikian disampaikan Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar dalam acara Penandatanganan Kesepakatan Kinerja dan Pakta Integritas OJK yang digelar di Jakarta, Selasa, dan diikuti seluruh jajaran Anggota Dewan Komisioner OJK secara fisik serta semua pegawai OJK se-Indonesia secara daring.
Advertisement
Menurutnya, pada setiap menjalankan tugasnya, semua pegawai OJK harus mengedepankan prinsip-prinsip good governance dan ketaatan terhadap ketentuan yang berlaku.
“Kita harus fokus pada Kesepakatan Kinerja dan Pakta Integritas yang barusan kita tandatangani. Kita harus jalankan dengan komitmen kuat dan bersiap menghadapi tantangan ke depan secara bersama,” kata Mahendra dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (10/1/2023).
Mahendra juga menyatakan apresiasi atas beberapa capaian pelaksanaan penguatan integritas di OJK meliputi Peringkat 2 Kategori Lembaga Non Kementerian dan Peringkat 4 Nasional Indeks Survei Penilaian Integritas Tahun 2022 yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Selain itu, OJK juga mendapatkan beberapa penghargaan lain dari KPK yaitu Pengendalian Gratifikasi Terbaik pada tahun 2016, 2017, 2018 dan 2022, Pengelolaan LHKPN Terbaik pada tahun 2017, 2018, dan 2022, Ahli Pembangun Integritas Terinspiratif tahun 2021, serta Insan Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) tahun 2022.
OJK Ubah Syarat Minimum Modal Disetor BPRS
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyempurnakan aturan mengenai Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) melalui penerbitan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 26 Tahun 2022 tentang BPRS (POJK BPRS).
Dengan penyempurnaan ini, OJK ingin meningkatkan kontribusi perbankan kepada pertumbuhan ekonomi nasional dengan mendorong konsolidasi pada BPRS.
Direktur Humas OJK Darmansyah menjelaskan, POJK Nomor 26 Tahun 2022 ini penyempurnaan dari POJK Nomor 3/POJK.03/2016.
"Dalam POJK ini menekankan penguatan kelembagaan untuk mendukung program konsolidasi industri perbankan syariah melalui pendirian BPRS secara efektif, menciptakan proses perizinan BPRS yang lebih efektif dan efisien serta menghadirkan BPRS yang lebih tertata dan kuat," kata dia dalam keterangan tertulis, Senin (9/1/2023).
Aspek kelembagaan pengaturan utama BPRS yang disempurnakan meliputi:
1. Pendirian BPRS
2. Perizinan pendirian BPRS
3. Kepemilikan dan perubahan modal
4. Direksi, Dewan Komisaris, Dewan Pengawas Syariah dan Pejabat Eksekutif
5. Kegiatan usaha BPRS
6. Jaringan kantor
7. Sinergi BPRS
8. Cabut Izin Usaha (CIU) atas permintaan pemegang saham.
Adapun penyempurnaan aturan mengenai pendirian BPRS mencakup pendirian BPRS baru, penyesuaian zona pendirian BPRS, penyesuaian persyaratan modal disetor minimum, dan perubahan Izin Usaha BUS atau BUK menjadi BPRS.
Selanjutnya, diatur juga penyesuaian terhadap perizinan pendirian BPRS yang terdiri dari percepatan jangka waktu pemberian Persetujuan Prinsip dan Izin Usaha, penempatan modal disetor, penambahan penilaian terhadap kinerja keuangan dan pemenuhan ketentuan LJK lain yang dimiliki oleh calon Pemegang Saham Pengendali BPRS, serta kewajiban BPRS untuk segera melakukan kegiatan usaha setelah izin diberikan.
Advertisement
Perlindungan Konsumen
Selain itu, terdapat penambahan pengaturan terkait kepemilikan, permodalan, kepengurusan dan kegiatan usaha BPRS dalam rangka penguatan kelembagaan, digitalisasi pelaporan, dan harmonisasi dengan peraturan perundang-undangan terkait.
Peningkatan cakupan jaringan kantor dan penerapan sinergi BPRS di tengah era teknologi yang semakin masif saat ini juga diatur lebih lanjut dengan harapan BPRS dapat memberikan layanan yang lebih optimal dan efisien kepada masyarakat.
Dalam upaya perlindungan konsumen, mekanisme pencabutan izin usaha BPRS atas pemegang saham diatur untuk memberi kepastian bagi penyelesaian kewajiban nasabah dan masyarakat.
Implementasi POJK BPRS diharapkan dapat mewujudkan peningkatan daya saing dan kontribusi BPRS bagi perekonomian di daerah dan bagi industri perbankan nasional.
POJK BPRS ini sekaligus mencabut berlakunya POJK Nomor 3/POJK.03/2016 tentang Pembiayaan Rakyat Syariah.