Alasan Bank Dunia Pangkas Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Global 2023 Jadi 1,7 Persen

Bank Dunia melaporkan pertumbuhan ekonomi global akan melambat tajam menjadi 1,7 persen pada 2023.

oleh Liputan6.com diperbarui 11 Jan 2023, 13:02 WIB
Suasana gedung pencakar langit di Jakarta, Selasa (15/11/2022). Berdasarkan data Kementerian Investasi, ekonomi AS per kuartal III adalah 1,8%, sementara ekonomi Korea Selatan adalah 3,1%. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Bank Dunia melaporkan pertumbuhan ekonomi global akan melambat tajam menjadi 1,7 persen pada 2023. Ini akan menjadi laju ekspansi terlemah ketiga dalam hampir tiga dekade dan 1,3 poin persentase lebih rendah dari perkiraan sebelumnya.

Pelemahan ini terjadi karena pengetatan kebijakan moneter untuk mengatasi inflasi dan perang Rusia di Ukraina meredam prospek.

Dengan Amerika Serikat, kawasan Euro, dan China semuanya mengalami pelemahan, lembaga yang berbasis di Washington itu juga mengatakan guncangan negatif lebih lanjut, termasuk inflasi yang lebih tinggi, kenaikan suku bunga yang tiba-tiba untuk menahannya, dan kebangkitan kembali pandemi COVID-19, bisa mendorong ekonomi global ke dalam resesi.

"Pertumbuhan global telah melambat sejauh ekonomi global hampir jatuh ke dalam resesi - yang didefinisikan sebagai kontraksi dalam pendapatan per kapita global tahunan - hanya tiga tahun setelah keluar dari resesi yang disebabkan pandemi pada 2020," kata laporan setengah tahunan Prospek Ekonomi Global Bank Dunia seperti dikutip dari Antara, Rabu (11/1/2023).

Pertumbuhan ekonomi global diperkirakan akan pulih menjadi 2,7 persen pada 2024, turun 0,3 poin dari proyeksi Juni.

Penurunan tajam dalam pertumbuhan kemungkinan akan meluas, dengan proyeksi pertumbuhan diturunkan untuk hampir semua negara maju dan sekitar dua pertiga dari emerging markets dan ekonomi berkembang pada 2023, dan sekitar setengah dari semua negara pada 2024.

 


Ekonomi AS

Wisatawan berjalan melalui Terminal 3 di Bandara Internasional O'Hare, Chicago, Amerika Serikat, 19 Desember 2022. Liburan Natal dan Tahun Baru bagi sebagian warga Amerika Serikat dan Eropa tahun ini menghadirkan kekhawatiran karena tekanan ekonomi. (AP Photo/Nam Y. Huh)

Pertumbuhan di Amerika Serikat diperkirakan melambat menjadi 0,5 persen tahun ini, 1,9 poin di bawah proyeksi sebelumnya, karena ekonomi terbesar di dunia itu mengalami pengetatan kebijakan moneter paling cepat dalam lebih dari 40 tahun untuk meredam kenaikan harga makanan dan energi, kata Bank Dunia.

Dengan inflasi yang diperkirakan akan moderat tahun ini karena pasar tenaga kerja melemah dan tekanan upah menurun, ekonomi AS kemungkinan akan tumbuh 1,6 persen tahun depan, direvisi turun sebesar 0,4 poin.

Di China, aktivitas ekonomi memburuk pada 2022, dengan konsumsi dibatasi oleh pembatasan di bawah kebijakan "nol-COVID" dan kekeringan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pertumbuhan diperkirakan akan meningkat menjadi 4,3 persen tahun ini karena pencabutan pembatasan pandemi melepaskan pengeluaran yang terpendam, turun 0,9 poin dari perkiraan Juni.

Untuk Jepang, pertumbuhan diantisipasi melambat menjadi 1,0 persen tahun ini, penurunan 0,3 poin dari Juni, setelah pertumbuhan 1,2 persen pada 2022, kata Bank Dunia, mencatat bahwa laju lamban akan terlihat "bersamaan dengan perlambatan ekonomi maju lainnya."

Negara Asia yang miskin sumber daya itu menghadapi tantangan karena harga energi yang tinggi mengikis daya beli rumah tangga dan mengurangi konsumsi, tambahnya. Produk domestik bruto riil Jepang diperkirakan akan tumbuh 0,7 persen pada 2024, 0,1 poin lebih tinggi dari yang diperkirakan pada Juni.

 


Ekonomi Eropa

Seorang pria yang mengenakan masker melewati sebuah jalan di Brussel, Belgia, Selasa (7/7/2020). Komisi Eropa memprediksi Ekonomi Eropa akan menghadapi resesi lebih dalam akibat langkah-langkah pengendalian COVID-19 yang berkepanjangan. (Xinhua/Zhang Cheng)

Kawasan Euro akan melihat pertumbuhan nol persen tahun ini, direvisi turun 1,9 poin, karena gangguan pasokan energi yang sedang berlangsung terkait dengan invasi Rusia ke Ukraina dan prospek pengetatan kebijakan moneter lebih lanjut. Kawasan ini akan tumbuh 1,6 persen tahun depan, Bank Dunia memperkirakan.

Volume perdagangan global diperkirakan tumbuh 1,6 persen tahun ini, setelah melonjak 10,6 persen pada 2021 dan meningkat 4,0 persen pada 2022.

Ke depan, Bank Dunia memperingatkan bahwa bank-bank sentral mungkin perlu menaikkan suku bunga lebih dari yang diharapkan saat ini tergantung pada inflasi, mempertinggi risiko "salah langkah kebijakan."

Dalam skenario resesi, di mana kondisi keuangan yang lebih ketat diasumsikan mengakibatkan kesulitan pembiayaan yang meluas di negara emerging markets dan berkembang, Bank Dunia mengatakan produk domestik bruto global hanya akan tumbuh sebesar 0,6 persen pada 2023.

Ini akan diterjemahkan ke dalam kontraksi 0,3 persen per kapita, kata laporan itu.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya