Kala Warga Taiwan Heboh, Minta Foto Seksi Pria Mirip Wanita di Papan Reklame Segera Diturunkan

Seorang siswa Taiwan baru-baru ini menjadi berita utama lantaran karya artistiknya jadi kontroversi usai dipasang di papan reklame.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 12 Jan 2023, 21:23 WIB
Ilustrasi bendera Taiwan (unsplash)

Liputan6.com, Shezi - Seorang siswa Taiwan baru-baru ini menjadi berita utama lantaran karya artistiknya jadi kontroversi usai dipasang di papan reklame.

Wu Zongdai, seorang mahasiswa seni dari Shezi, Tainan baru-baru mengalami hal yang menurutnya kurang mengenakan.

Foto artistiknya (bernuansa telanjang) dihapus dari Facebook karena dianggap tidak senonoh.

Pengalaman itu memberinya ide.

Dikutip dari Oddity Central, Kamis (12/1/2023), Wu Zongdai yang merupakan seorang mahasiswa pascasarjana di University of Southern Arts, diketahui tertarik dengan keputusan Facebook yang telah menghapus foto tersebut.

Foto ini digambarkan sebagai sosok mirip wanita (padahal laki-laki) namun nyaris bertelanjang dada, hanya ditutupi oleh bra yang bahkan tak terpasang sempurna.

Sosok itu juga digambarkan dalam posisi duduk di sofa abu, dengan untaian kain putih.

Bra-nya terlepas dari bahu, dan salah satu putingnya terlihat.

Selama ini, Facebook tidak menganggap puting laki-laki sebagai konten yang harus diturunkan.

Namun tidak jelas mengapa foto ini tetap dihilangkan. Besar kemungkinan, ada sejumlah netizen yang melaporkan konten tersebut.

Pelajar Taiwan ini lantas menyewa papan reklame pinggir jalan di desa kecilnya yang tenang dan jauh dari keramaian.

Ia memasang foto yang sama yang telah dihapus oleh Facebook. Kemudian dia hanya duduk dan menunggu reaksi orang yang melihat.

Tidak perlu menunggu lama, karena karya seni itu dengan cepat menarik perhatian penduduk setempat. Dalam beberapa jam, seseorang memberi tahu polisi, dan petugas mulai bertanya-tanya, mencoba menemukan pelakunya.

 


Polisi Temukan Pelaku

Ilustarsi bendera Taiwan (AFP/Mandy Cheng)

Ketika polisi melacak Wu dan memperingatkannya bahwa dia dapat didakwa dengan tuduhan tidak senonoh, siswa tersebut dengan tenang menjelaskan bahwa itu foto pria dan merupakan proyek seni.

Rupanya, dia lolos dari polisi, tetapi tidak dengan universitasnya sendiri.

Menurut Mirror Weekly, fakultas berusaha meyakinkan Wu untuk menurunkan papan reklame tersebut, karena berisiko mempengaruhi reputasi universitasnya.

Namun, siswa tersebut tetap bertahan, menjelaskan bahwa nama universitas tidak disebutkan di papan reklame dan bahwa tidak ada alasan hukum untuk menghapus gambar tersebut.

Meskipun orang-orang mulai lebih menerima papan reklame Wu Zongdai setelah mengetahui bahwa orang yang ditampilkan dalam foto itu sebenarnya adalah seorang pria, siswa tersebut telah diminta oleh pejabat Shezi untuk menurunkannya lebih cepat dari yang direncanakan semula.

Wu telah membayar ruang papan reklame hingga Maret, tetapi dia dilaporkan harus menurunkannya pada 5 Februari 2023.

Alasannya, meskipun dia laki-laki, fakta bahwa dia terlihat seperti wanita di foto kontroversial masih membuat beberapa orang gelisah.


Aktivis Iklim Lempar Karya Seni Puluhan Juta Dolar AS Pakai Kentang Tumbuk

Sepasang aktivis iklim melempari lukisan Monet berjudul Les Meules dengan kentang tumbuk. (dok. Instagram @letztegeneration/https://www.instagram.com/p/CkEQ8WDsEY7/?hl=en/Dinny Mutiah)

Bicara soal karya seni, ada yang tak kalah heboh.

Sepasang aktivis iklim melempari lukisan Monet yang diperkirakan berharga puluhan juta dolar AS dengan kentang tumbuk. Insiden itu berlangsung di sebuah museum di Postdam, Jerman.

Kedua aktivis itu merupakan anggota Letzte Generation yang berarti generasi terakhir. Mereka melempari karya Monet berusia 130 tahun berjudul Les Meules dengan kentang tumbuk yang mencair. Selanjutnya, mereka mengelem tangan mereka di dinding bawah lukisan, di Museum Barberini.

"Orang-orang kelaparan, orang-orang kedinginan, mereka sekarat. Kita ada di tengah bencana iklim," ucap salah satu pemrotes, Mirjam Hermann, sembari menempelkan tangannya ke dinding, menurut media Der Tagesspeigel, dikutip dari NYPost, Senin (24/10/2022).

"Sains menyebut kita tidak bisa memberi makan keluarga kita pada 2050," ujar Hermann kepada pengunjung lain. "Lukisan ini tidak ada harganya bila kita harus berebut makanan."

Lukisan Meules itu dijual 111 juta dolar AS ke pelindung Museum Barberini, Hasso Plattner pada 2019, menurut Der Taggesspeigel. Pejabat museum mengatakan tangan para aktivis itu 'dengan mudah dilepaskan dari dinding'.

"Sementara saya memahami keprihatinan mendesak para aktivis dalam menghadapi bencana iklim, saya terkejut dengan cara mereka mencoba memberi bobot pada tuntutan mereka, kata Direktur Museum Ortrud Westheider dalam sebuah pernyataan.

Pejabat pemerintah yang berhaluan kiri di Potsdam dan negara bagian Brandenburg di Jerman mengutuk tindakan tersebut. "Perjuangan melawan krisis iklim tidak diperkuat dengan serangan terhadap lukisan terkenal," cuit Pemimpin Partai Hijau Brandenburg Ursula Nonnemacher di Twitter. "Sebaliknya, kita membutuhkan konsensus sosial yang luas."


Dipenjara

Sepasang aktivis iklim melempari lukisan Monet berjudul Les Meules dengan kentang tumbuk. (dok. Instagram @letztegeneration/https://www.instagram.com/p/CkEQ8WDsEY7/?hl=en/Dinny Mutiah)

Dalam keterangan di akun Instagram LETZTE GENERATION, pemilik akun mengunggah ulang aksi para aktivis saat memprotes penggunaan energi fosil. Mereka juga menyebut kedua aktivis itu dipenjara karena aksi tersebut.

Tidak dijelaskan apakah lukisan Monet itu terdampak oleh aksi para aktivis tersebut. Namun, ini bukan aksi pelemparan lukisan mahal pertama yang dilakukan oleh para aktivis, melainkan menyebar ke berbagai belahan dunia.

Pada Minggu, 9 Oktober 2022, sepasang aktivis lingkungan, Daisy dan Tony, dari kelompok Extinction Rebellion berulah. Mereka berusaha menarik perhatian banyak pihak dengan mengelem tangan mereka ke lukisan Picasso yang dipajang di Galeri Nasional Victoria di Melbourne.

Kedua aktivis yang berkaus hitam dengan simbol grup mereka mengelem tangan mereka ke lukisan berjudul Pembantaian di Korea. "Sebuah refleksi yang jelas dari keyakinan pasifis Picasso, "Pembantaian di Korea" menunjukkan kengerian perang melalui penggambaran saat-saat terakhir sekelompok wanita dan anak-anak yang ditahan di bawah todongan senjata oleh tentara yang tidak manusiawi," demikian pernyataan Extinction Rebellion yang diunggah lewat akun Instagram mereka.

Wayang Potehi menjadi salah satu warusan seni budaya Tionghoa - Jawa

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya