Apa Itu ERP Jalan Berbayar Bakal Diberlakukan di Jakarta, Tiru Singapura

Sebelum Jakarta, Electronic Road Pricing atau ERP telah diimplementasikan di Singapura.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 13 Jan 2023, 11:00 WIB
Arus lalu lintas di kawasan Semanggi, Jakarta, Senin (9/1/2023). Pemprov DKI Jakarta berencana untuk menerapkan kebijakan jalan berbayar atau 'Electronic Road Pricing' (ERP) di sejumlah ruas jalan Ibu Kota dengan usulan besaran tarif sekitar Rp5.000 hingga Rp19.000 sekali melintas. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Jakarta dikabarkan berencana untuk menerapkan Electronic Road Pricing (ERP) atau kebijakan jalan berbayar di sejumlah ruas jalan di kawasan Ibu Kota.  Sebelum Jakarta, kebijakan ERP sebelumnya telah diperkenalkan di negara tetangga, yakni Singapura. 

Mengutip laman resmi pemerintah Singapura, onemotoring.lta.gov.sg Jumat (13/1/2023) Electronic Road Pricing atau ERP merupakan sistem yang digunakan untuk mengelola kemacetan jalan. Tarif ERP umumnya ditetapkan dalam periode setengah jam.

Pengemudi akan dikenakan biaya ERP saat melewati gantri ERP selama jam operasionalnya. Namun, biaya ERP pada pengemudi di Singapura tergantung pada jenis kendaraan yang digunakan. Kendaraan yang berukuran lebih besar dapat dikenakan biaya yang lebih.

Selama jam sibuk, biaya ERP di Singapura dapat berubah setiap setengah jam untuk membantu melancarkan arus lalu lintas dalam jangka waktu yang lebih lama.

Sementara jam berhentinya ERP beroperasi dijadwalkan setiap pukul 1 siang. 

Negara itu pun membebaskan biaya ERP setiap hari Minggu dan hari libur nasional, termasuk pada malam Tahun Baru, Imlek, Hari Raya Idul Fitri, Deepavali dan Hari Natal.

Pemasangan IU Untuk Penggunaan ERP di Singapura

Selain itu, Singapura juga memberikan pilihan rute alternatif bagi pengendara yang ingin menghindari pengenaan biaya ERP, yaitu dengan bepergian di luar jam operasional ERP, atau menggunakan angkutan umum. Di Singapura, tarif ERP ditinjau setiap kuartal dan disesuaikan selama musim libur sekolah pada bulan Juni dan Desember, berdasarkan kondisi lalu lintas saat itu.

Untuk Singapura, semua kendaraan yang terdaftar di negara itu harus memasang sistem In-vehicle Unit (IU) untuk bisa melewati gantri ERP yang beroperasi. Setiap IU ini dilengkapi dengan label yang menyatakan nomor IU.

Jika sebuah kendaraan tidak memiliki nomor IU, ada penalti sebesar 70 dolar Singapura untuk setiap gantry ERP yang beroperasi yang dilalui pengendara. IU di setiap kendaraan berkomunikasi dengan gantry ERP untuk memotong biaya ERP. Warga Singapura memasang IU di Pusat Inspeksi Resmi LTA (AIC) mana pun dengan biaya 155,80 dolar Singapura.


Sejarah ERP di Singapura

Warga beraktivitas saat kabut asap menyelimuti kota Singapura (15/9/2019). Akibat kabut asap yang terjadi di kota tersebut membuat Grand Prix Formula 1 di Singapura pekan depan, 20-22 September 2019, terancam batal. (AFP Photo/Roslan Rahman)

Kebijakan jalan berbayar atau road pricing pertama kali telah diimplementasikan di Singapura dalam bentuk Area Licensing System pada tahun 1975, yang memungut biaya tetap pada semua kendaraan yang memasuki Central Business District (CBD).

Pada tahun 1998, kebijakan ini digantikan oleh sistem ERP, yang memanfaatkan teknologi untuk memungkinkan metode pengisian kemacetan yang lebih efektif dan fleksibel.

Teknologi Radio Frequency Identification (RFID) yang digunakan juga memungkinkan pengumpulan biaya kemacetan secara otomatis dari setiap kendaraan yang lewat di bawah gantry ERP selama jam operasionalnya.


Dalam Proses di DPRD

Kota Singapura. Dok: Tommy Kurnia/Liputan6.com

 

Adapun Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono mengungkapkan, penerapan aturan jalan berbayar elektronik atau Electronic Road Pricing (ERP) masih dalam proses di DPRD. Heru mengatakan, masih ada tujuh tahapan yang akan dibahas secepatnya. Namun, ia tidak merinci tujuh tahapan yang dimaksud.

“ERP kan sekarang masih dalam proses di DPRD, Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) namanya. Ituu masih ada beberapa tahapan, nanti dibahas di DPRD, diolah sesuai dengan kewenangannya masing-masing. Kira-kira itu, masih ada tujuh tahapan. Itu dibahas mulai tahun 2022 dan dilanjutkan mungkin 2023,” kata Heru saat ditemui di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (11/1/2023).

Nantinya, aturan tersebut bisa didetilkan dan dibahas menjadi Peraturan Gubernur (Pergub) atau Keputusan Gubernur (Kepgub). Adapun titik yang akan diberlakukan ERP, kata Heru, tidak jauh dari yang sudah ditentukan dalam Raperda.

“Setelah jadi Perda, turun, masih dibahas lagi. Bisa Pergub, bisa Kepgub. Setelah itu, baru proses lagi. Untuk proses bisnisnya, proses bisnisnya masih pembahasan. Nanti siapa yang mengelola, badan usahanya apa, itu juga dibahas dengan DPRD. Baru tahapan berikutnya mengenai titiknya di mana saja, walaupun kita sudah tahu, titiknya tidak jauh dari yang sekarang,” jelas Heru.

Terkait tarif, Heru menyebut bahwa pembahasannya akan dibicarakan dengan pemerintah pusat.

“Berikutnya adalah tarif. Tarif saya tidak menyampaikan tapi masih perlu pembahasan dengan tingkat pusat. Ya tentunya jadwal itu di DPRD, mungkin mudah-mudahan bisa dibahas secepatnya,” ujar Heru.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya