Kunjungan Wisatawan ke Kawasan Konservasi Alam Naik 2 Kali Lipat pada 2022

Kunjungan wisatawan ke kawasan konservasi pada 2022 mencapai 5,29 juta orang.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 13 Jan 2023, 16:02 WIB
Landskap keindahan Taman Nasional Gunung Rinjani saat pagi hari. (dok. Balai Taman Nasional Gunung Rinjani)

Liputan6.com, Jakarta - Tren wisata alam diprediksi akan terus berlanjut. Hal itu setidaknya terlihat dari angka kunjungan wisatawan ke kawasan konservasi pada 2022 yang tercatat mencapai 5,29 juta orang. Jumlah tersebut terdiri atas 5,1 juta wisatawan domestik dan 189 ribu wisatawan mancanegara.

"Kondisi ini lebih tinggi atau meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan dengan data pada tahun 2021, di mana kunjungan wisatawan domestik 2,9 juta dan wisatawan mancanegara 12 ribu," ujar Menteri LHK Siti Nurbaya, dalam rilis yang diterima Liputan6.com, Jumat (13/1/2023).

Dengan jumlah kunjungan wisata alam tersebut, PNBP yang dihasilkan dari pungutan masuk objek wisata alam mencapai Rp96,7 miliar pada 2022, meningkat hampir tiga kali lipat dari 2021 yang sebesar Rp34,2 miliar.

MenLHK memprediksi jumlah tersebut akan terus berlanjut. Hal ini seiring dengan pengembangan obyek wisata alam, penerapan teknologi informasi sebagai media pemasaran/promosi, serta kemudahan pelayanan melalui sistem e-ticketing.

"Sistem ini juga sebagai upaya untuk penerapan pembatasan pengunjung atau kuota pengunjung, yang ditetapkan berdasarkan hasil analisis daya dukung daya tampung kawasan konservasi untuk menjaga aspek konservasi alam," katanya.

Selain berkontribusi pada pendapatan negara, dia mengatakan pemanfaatan jasa lingkungan wisata alam juga memberikan multiplier effect kepada masyarakat. Kegiatan wisata alam di kawasan konservasi diklaim membuka lapangan kerja untuk setidaknya 4.000 orang. Mereka terdaftar sebagai tenaga kerja para pemegang perizinan berusaha di kawasan konservasi.

 


Lapangan Pekerjaan dan Omset

Aktivitas pendakian di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. (dok. Direktorat PJLKK)

Siti juga menyebut kegiatan wisata alam di kawasan konservasi telah menyediakan lapangan pekerjaan untuk masyarakat sebagai penyedia jasa makanan dan minuman, pemandu wisata dan penyedia cinderamata. Hingga Desember 2022, masyarakat yang terlibat dalam kegiatan tersebut meningkat lebih dari 100 persen dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Ia mencontohkan, sepanjang periode 2021--2022, jumlah operator tur wisata alam yang berusaha di kawasan Taman Nasional Rinjani, meningkat dari 70 menjadi 109 orang, pemandu meningkat dari 794 menjadi 3.907 orang, dan porter dari 1.841 menjadi 11.577 orang.

Nilai kemanfaatan kegiatan wisata alam di kawasan konservasi turut berdampak ekonomi, seperti wisata alam di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP). Berdasarkan hasil survei pada Oktober 2021, pada saat berlangsung PPKM level 4, secara umum nilai kemanfaatan TNGGP di sektor wisata berpotensi menghasilkan pendapatan kotor (omset) sekitar 173 ribu/orang/hari, dan pendapatan bersih (laba bersih) sekitar Rp134.000/orang/hari. Nilai ini dihitung dari semua jenis kegiatan wisata alam.

Contoh lainnya adalah kegiatan wisata alam di TWA Gunung Tunak, Lombok. Masyarakat Tunak Besopoq yang terlibat pada kegiatan wisata mendapatkan omset pada Juli 2022 sebesar Rp471 juta atau 11 kali lebih besar dari PNBP kegiatan wisata alam. Nilai ini dihitung dari jenis kegiatan penyediaan makanan dan minuman, pemandu wisata, dan penyedia cinderamata yang dilakukan oleh masyarakat Tunak Besopoq.


Jenis Kegiatan

Wisatawan asing berselancar di Pantai G-Land Kawasan Taman Nasional Alas Purwo. (dok. Balai Taman Nasional Alas Purwo)

Sebanyak 2.612 Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam berupa lanskap, air terjun, gua, laut/ pantai, danau, gunung, dan lain sebagainya. Namun, Siti menyebut daya tarik utama berwisata ke kawasan konservasi tidak melulu soal lansekap, ekosistem, dan keanekaragaman hayatinya.

Yang tak kalah penting adalah kehidupan sosial budaya serta kearifan lokal masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan konservasi. Selain itu, atraksi yang tersedia juga beragam, mulai dari berkemah, menyelam, snorkling, panjat tebing, mendaki (hiking), menikmati keindahan alam, mengamati hidupan liar, selusur gua (caving) dan sebagainya.

Mengingat berwisata di kawasan konservasi, sangat penting bagi wisatawan yang datang untuk tidak berdampak buruk terhadap alam. Hal ini sejalan dengan imbauan Dewan Perjalanan dan Pariwisata Dunia atau World Travel and Tourism Council (WTTC) yang meminta para wisatawan untuk meninggalkan jejak positif dalam tiap perjalanannya. Di sisi lain, para traveler semakin sadar tentang meninggalkan jejak sedikit mungkin di destinasi wisata alam.

Melansir euronews, 31 Desember 2022, mereka pun meluncurkan kampanye wisata alam positif (nature positive travel) yang mengajak para wisatawan untuk lebih mengutamakan kepentingan alam. Ide tersebut dipresentasikan tepat sebelum konferensi biodiversitas COP15 yang berlangsung di Montreal Kanada pada Desember 2022. 


Tren Baru Wisata Alam

Ilustrasi hiking, berjalan kaki (Photo by Art of Hoping on Unsplash)

Menurut WTTC, bidang wisata dan perjalanan termasuk salah satu dari enam sektor ekonomi yang 80 persen keperluan barang dan jasanya sangat bergantung pada alam. Untuk mengendalikan dampak negatif wisata terhadap alam, WTTC merilis sebuah laporan yang mempresentasikan konsep terbaru mereka yaitu ‘nature positive travel’ yang diperkirakan bakal jadi tren baru berwisata.

Hal ini mendorong para wisatawan dan pelaku industri wisata untuk meninggalkan jejak positif. Tujuan inisiatif ini untuk meningkatkan kesadaran terhadap nilai biodiversitas, menganalisis dampak dari perusahaan wisata terhadap alam, berkolaborasi dengan masyarakat lokal sebagai penjaga alam dan berinvestasi pada perlindungan spesies dan rekonstruksi habitat alam termasuk hewan.

Menurut Julia Simpson, presiden dan CEO WTTC, ide itu sebagai petunjuk praktis untuk industri wisata. Laporan WTTC membahas sejumlah cara agar industri wisata bisa meninggalkan jejak positif terhadap alam.

Inisiatif itu mengimbau agar pemerintah dan sektor wisata membuat koneksi dengan berbagai komunitas masyarakat agar bisa melindungi dan jadi penjaga alam. Simpson memberi contoh di Afrika Selatan yang marak dengan perburuan badak.

"Banyak lembaga termasuk agen pemerintah, konservasi privat dan tempat penginapan di hutan memberi insentif pada masyarakat agar komunitas setempat bisa bertindak lebih keras lagi untuk melindungi para badak," jelas Simpson.

Infografis Destinasi Wisata Berkelanjutan di Indonesia dan Dunia (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya