Studi: Total Kasus COVID-19 di China Sentuh Angka 900 Juta

Studi itu menempatkan Provinsi Gansu di peringkat tertinggi, di mana 91 persen orang dilaporkan terinfeksi.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 13 Jan 2023, 20:10 WIB
Pasien Covid-19 di tempat tidur di Rumah Sakit Tianjin Nankai di Tianjin (28/12/2022). Kota-kota di seluruh China berjuang melawan lonjakan infeksi, mengakibatkan kekurangan obat-obatan dan bangsal rumah sakit serta krematorium yang meluap setelah Beijing tiba-tiba membongkar kuncian nol-Covid dan rezim pengujian. (AFP/Noel Celis)

Liputan6.com, Beijing - Studi oleh Peking University menyebutkan bahwa per 11 Januari sekitar 900 juta orang di China telah terinfeksi COVID-19 atau sekitar 64 persen populasi.

Data itu menempatkan Provinsi Gansu di peringkat tertinggi, di mana 91 persen orang dilaporkan terinfeksi. Setelahnya menyusul Provinsi Yunnan 84 persen dan Qinghai 80 persen. Demikian seperti dikutip dari BBC, Jumat (13/1/2023).

Sebelumnya, seorang epidemiolog China terkemuka juga telah memperingatkan bahwa kasus akan melonjak di pedesaan China selama Tahun Baru Imlek.

"Puncak gelombang COVID-19 China diperkirakan akan berlangsung dua hingga tiga bulan," tambah Zeng Guang, mantan kepala Pusat Pengendalian Penyakit China.

Menjelang Tahun Baru Imlek pada 23 Januari, ratusan juta orang China melakukan perjalanan ke kampung halaman mereka. Fenomena ini merupakan mudik kali pertama pasca pandemi yang memicu pengetatan pembatasan perjalanan.

China telah berhenti memberikan statistik COVID-19 harian sejak menghapus kebijakan nol COVID-19. Namun, langkah tersebut bertentangan dengan kondisi di lapangan, di mana rumah sakit di sejumlah kota besar diramaikan dengan pasien COVID-19.


Mudik Tahun Baru Imlek

Penumpang mendorong troli barang bawaan saat tiba di Bandara Internasional Beijing pada Senin (20/1/2020). China berada di tengah-tengah kesibukan migrasi manusia tahunan ketika jutaan orang pulang ke kampung halaman mereka untuk menikmati libur Tahun Baru Imlek bersama keluarga. (WANG Zhao/AFP)

Kementerian Perhubungan China mengungkapkan ada sekitar 34,7 juta perjalanan dalam negeri yang dilakukan melalui jalan darat, kereta api, air atau udara pada Sabtu (7/1), hari pertama dari kesibukan perjalanan Tahun Baru Imlek 2023 di China.

Kemudian pada Minggu (8/1), jumlah itu bertambah menjadi 35,4 juta. Jumlah pelaku perjalanan di China tahun ini disebut 40 persen lebih tinggi dibanding tahun lalu.

Wakil Menteri Transportasi China Xu Chengguang memperkirakan, negara itu akan melihat sekitar 2,1 miliar perjalanan selama keseluruhan periode 40 hari Festival Musim Semi, yang disebut Chunyun.

Peningkatan perjalanan di China, bersama dengan indikator mobilitas lainnya menunjukkan lonjakan penggunaan kereta bawah tanah dan kemacetan lalu lintas.


Baik untuk Ekonomi Negara

Ilustrasi mata uang yuan (iStock)

Lonjakan ini menjadi pertanda baik bagi prospek ekonomi negara itu dan menunjukkan bahwa gelombang COVID-19 terburuk mungkin akan segera berakhir di sejumlah kota besar. Sementara itu, ekonom telah menaikkan perkiraan pertumbuhan ekonomi China setelah pencabutan kebijakan nol COVID-19 menjelang Tahun Baru Imlek.

Barclays pekan lalu menaikkan proyeksi pertumbuhan PDB China menjadi 4,8 persen untuk 2023 dari 3,8 persen.

"Aktivitas di China telah pulih secara signifikan," kata Tommy Xie, kepala penelitian China di Oversea-Chinese Banking Corporation. "Tingkat kemacetan di kota-kota seperti Beijing dan Chengdu yang pertama kali dilanda wabah COVID-19 sudah pulih sepenuhnya."

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya