Liputan6.com, Yerusalem - Pasukan Israel mencegat Menteri Inggris Urusan Timur Tengah Lord Ahmad selama 30 menit saat hendak mengunjungi Kompleks Masjid Al Aqsa sebelum akhirnya mengizinkannya masuk.
Situs web resmi pemerintah Inggris menyebutkan bahwa lawatan Lord Ahmad ke wilayah tersebut, termasuk agenda tur ke Kompleks Masjid Al Aqsa atau yang dikenal pula Haram Al Sharif atau Temple Mount.
Advertisement
Lord Ahmad sendiri tidak ambil pusing soal gangguan dari Israel. Dia hanya menggambarkannya sebagai pemeriksaan keamanan. Demikian seperti dikutip dari BBC, Sabtu (14/1/2023).
Menteri dari Partai Konservatif Inggris itu menepis anggapan bahwa akses "dilarang". Ia mengatakan yang penting dirinya bisa mengunjungi situs suci tersebut.
"Satu harapan bahwa ketika seseorang datang secara khusus untuk beribadah... apakah itu di Yerusalem atau tempat lain di berbagai belahan dunia, mereka diberikan kesempatan untuk secara bebas mempraktikkan dan mengakui keyakinan mereka," ujar Lord Ahmad.
Bersama dengan delegasi kecil pejabat Inggris, Lord Ahmad diminta menunggu di samping pos pemeriksaan polisi di gerbang kompleks. Sementara itu, salah seorang delegasi mencoba menjelaskan kepada polisi Israel bahwa Lord Ahmad adalah seorang menteri Inggris dan kunjungannya telah dikoordinasikan dengan Badan Wakaf yang mengelola kompleks itu.
Penjelasan delegasi itu tidak serta merta memperlancar urusan. Mereka pun menunjukkan foto yang mengabadikan pertemuan Lord Ahmad dengan Menteri Luar Negeri Israel Eli Cohen pada Rabu (11/1).
Tidak Mengakui Aneksasi Israel Atas Yerusalem Timur
Pemerintah Inggris, seperti masyarakat internasional lainnya, tidak mengakui aneksasi Israel atas Yerusalem Timur. Dengan demikian, mereka tidak mengoordinasikan kunjungan resmi kepada otoritas Israel.
Badan Wakaf yang mengelola Kompleks Masjid Al Aqsa mengaku sudah melakukan prosedur yang seharusnya pada Rabu malam dan memberikan daftar delegasi Inggris kepada polisi Israel yang memeriksa pengunjung di gerbang.
"Apakah ini penundaan yang disengaja atau karena alasan lain, otoritas Israel hanya ingin orang-orang berkoordinasi dengan mereka, melalui pemerintah Israel, hanya melalui pihak Israel," kata Direktur Badan Wakaf Sheikh Mohammed Azam al-Khatib.
"Ini tidak dapat diterima... Saya berbicara dengan polisi dan saya turun dari kantor saya dengan staf saya untuk meminta maaf kepada menteri atas tindakan polisi Israel," imbuhnya.
Para pejabat Badan Wakaf kemudian mengawal Lord Ahmad selama berada di dalam kompleks. Tidak hanya berkeliling, namun Lord Ahmad juga menyempatkan diri salat di Masjid Al Aqsa.
Advertisement
Status Quo
Kompleks Masjid Al Aqsa menyandang status quo, di mana orang non-muslim diizinkan untuk berkunjung dari gerbang dan pada waktu yang ditentukan, namun mereka tidak diizinkan untuk beribadah di sana.
Tidak sedikit yang menilai, kelompok ekstrem kanan Israel terus menggencarkan upaya untuk mengubah status quo, meskipun Perdana Menteri Benjamin Netanyahu sudah menegaskan bahwa pihaknya tidak akan menganggu gugat status quo.
"Perdana Menteri Benjamin Netanyahu berkomitmen untuk secara tegas mempertahankan status quo, tanpa perubahan, di Temple Mount," ungkap pernyataan dari kantor perdana menteri Israel seperti dikutip dari kantor berita Anadolu, Rabu (4/1).
Bagi warga Palestina, masalah seputar kendali dan akses keamanan oleh Israel seringkali menjadi sumber ketegangan dan berpotensi memicu konflik mematikan.
Kunjungan Kontroversial Menteri Israel
Pekan lalu, Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir melakukan kunjungan kontroversial ke Kompleks Masjid Al Aqsa. Ben-Gvir adalah agitator sayap kanan yang pernah dihukum atas hasutan rasis anti-Palestina.
Terlepas dari latar belakang politiknya, dia mengatakan kepada para pendukungnya bahwa kunjungannya adalah untuk mengangkat isu kebebasan beragama. Ironi, karena sebelumnya ia menyerukan perubahan status quo yang telah berlangsung puluhan tahun.
Kunjungan Ben-Gvir kemudian mengundang kecaman internasional. Sekutu utama Israel, Amerika Serikat, menegaskan bahwa setiap upaya perubahan status quo tidak dapat diterima.
Advertisement