Liputan6.com, Bogor - Melaksanakan puasa Ramadan adalah wajib hukumnya. Namun dalam praktiknya di kehidupan sehari-hari, ada saja yang tidak bisa menjalankan puasa Ramadan penuh selama satu bulan.
Ada banyak faktor yang membuat seseorang meninggalkan puasa. Bisa karena sakit, dalam perjalanan, atau sedang menerima ‘tamu tak diundang’ bagi perempuan.
Mereka yang tidak menjalankan puasa Ramadan tetap wajib menggantinya di bulan lain. Istilah mengganti puasa Ramadan ini dikenal dengan qadha puasa.
Baca Juga
Advertisement
Qadha puasa adalah mengganti puasa Ramadan sebanyak hari yang ditinggalkan. Ketentuan qadha puasa Ramadan termaktub dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 184.
اَيَّامًا مَّعْدُوْدٰتٍۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗ وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗ ۗ وَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
Artinya: “Beberapa hari tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi barangsiapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”
Saksikan Video Pilihan Ini:
Tata Cara Qadha Puasa Ramadan
Tata cara qadha puasa Ramadan perlu diketahui, khususnya bagi mereka yang meninggalkan ibadah puasa saat Ramadan lalu, baik karena sakit, dalam perjalanan, atau sedang haid (halangan) bagi perempuan.
Ada dua pendapat mengenai tata cara pelaksanaan qadha puasa Ramadan. Pertama, apabila meninggalkan puasa Ramadan secara berurutan maka saat mengqadhanya pun harus berurutan. Sementara, pendapat kedua membolehkan qadha puasa Ramadan tidak berurutan, sebagaimana sabda Rasulullah SAW berikut.
قَضَاءُ رَمَضَانَ إنْ شَاءَ فَرَّقَ وَإنْ شَاءَ تَابَعَ
Artinya: "Qadha' (puasa) Ramadan itu, jika ia berkehendak, maka ia boleh melakukannya terpisah. Dan jika ia berkehendak, maka ia boleh melakukannya berurutan." (HR. Daruquthni, dari Ibnu 'Umar)
Merujuk pada pendapat kedua, maka qadha puasa Ramadan tidak wajib dikerjakan secara berurutan. Dengan demikian, dapat dilakukan sesuai kehendak, namun diusahakan sebelum tiba Ramadan berikutnya.
Advertisement
Bila Qadha Puasa Tertunda Sampai Ramadan Berikutnya
Meski ada batas waktu qadha puasa Ramadan, tetap saja ada yang sampai lupa menggantinya. Lantas, bagaimana jika demikian?
Mengutip tulisan KH Arwani Faishal di jabar.nu.or.id, jika menunda melaksanakan qadha puasa Ramadan sampai Ramadan berikutnya tanpa halangan yang sah, maka hukumnya haram dan dosa. Sebaliknya, jika penangguhan itu karena udzur yang selalu menghalanginya maka tidak menjadi dosa.
Soal fidyah karena penundaan atau penangguhan qadha puasa Ramadan ada dua pendapat dari para Fuqaha.
Pendapat pertama, penangguhan qadha puasa Ramadan sampai tiba bulan Ramadhan berikutnya tidak menjadi sebab diwajibkannya fidyah. Baik penangguhannya tersebut karena ada udzur atau tidak.
Menurut pendapat kedua, penangguhan qadha puasa Ramadan sampai tiba bulan Ramadan berikutnya ada tafshil (rincian) hukumnya. Yakni jika penangguhan tersebut karena udzur, maka tidak menjadi sebab diwajibkannya fidyah. Sedangkan jika penangguhan tersebut tanpa udzur, maka menjadi sebab diwajibkannya fidyah.
Bila Orang Meninggal tapi Belum Qadha Puasa Ramadan
Kasus lain, bagaimana jika orang meninggal tapi belum menyelesaikan qadha puasa Ramadan?
Masih mengutip sumber yang sama, orang yang meninggal dunia sebelum menyelesaikan qadha puasa Ramadan sama seperti memiliki tunggakan utang kepada Allah SWT. Karena utang harus dibayar, maka pihak keluarga wajib memenuhinya.
Dalam praktiknya ada dua pendapat. Menurut pendapat pertama, pelaksanaan qadha puasa Ramadhan orang yang meninggal dunia tersebut dapat diganti dengan fidyah, yaitu memberi makan sebesar 0,6 kg bahan makanan pokok kepada seorang miskin untuk tiap-tiap hari puasa yang telah ditinggalkannya.
Rasulullah SAW bersabda:
مَن مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيُامْ أُطْعِمَ عَنْهُ مَكَانَ يَوْمٍ مِسْكِيْنٌ
Artinya: "Siapa saja meninggal dunia dan mempunyai kewajiban puasa, maka dapat digantikan dengan memberi makan kepada seorang miskin pada tiap hari yang ditinggalkannya." (HR Tirmidzi, dari Ibnu 'Umar)
Hadis tersebut mendukung pendapat pertama. Namun, Imam Tirmidzi sebagai perawinya menyatakan hadis ini gharib. Sebagian ahli hadis juga menyatakan hadis ini mauquf atau ditangguhkan. Dengan demikian, hadis ini tidak bisa dijadikan hujjah.
Kendati demikian, para Fuqaha menguatkannya dengan berbagai peristiwa yang terjadi. Misalnya, masyarakat Madinah memberi makan kepada orang miskin untuk tiap-tiap hari puasa yang ditinggalkan orang meninggal.
Pendapat kedua, qadha puasa Ramadan bagi orang yang meninggal dunia dilakukan oleh pihak keluarga atau dilakukan orang lain atas perintah keluarga dan tidak boleh dengan fidyah.
Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ مَاتَ وَ عَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ
Artinya: "Siapa saja meninggal dunia dan mempunyai kewajiban qadha puasa, maka walinya (keluarganya) berpuasa menggantikannya." (HR. Bukhari dan Muslim, dari Aisyah)
Advertisement
Bila Tidak Tahu Jumlah Hari Qadha Puasa Ramadan
Kasus lain, bagaimana jika tidak tahu atau lupa jumlah hari puasa yang ditinggalkannya? Masih merujuk pada sumber yang sama, maka jika kasusnya seperti ini alangkah baiknya menentukan jumlah hari yang paling maksimum.
Lebih baik kelebihan hari qadha puasa Ramadan ketimbang kurang. Kelebihan hari qadha tersebut akan menjadi ibadah sunah yang tentunya memiliki nilai tersendiri.
Niat Qadha Puasa Ramadan
Bagi yang sehat dan masih ada utang puasa Ramadan, yuk segera dikerjakan. Sebab Ramadan sudah semakin dekat, jangan ditunda lagi.
Qadha puasa Ramadan dapat diniatkan dari malam hari. Adapun lafal niat qadha puasa Ramadan adalah sebagai berikut.
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ قَضَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ لِلهِ تَعَالَى
Arab-latin: Nawaitu shauma ghadin ‘an qadhā’I fardhi syahri Ramadhāna lillâhi ta‘âlâ.
Artinya: "Aku berniat untuk mengqadha puasa bulan Ramadhan esok hari karena Allah SWT".
Wallahu’alam.
Advertisement