Liputan6.com, Jakarta - Greta Thunberg diseret keluar oleh polisi saat menggelar aksi demonstrasi di sebuah tambang batu bara di Jerman pada Minggu, 15 Januari 2023. Aktivis lingkungan asal Swedia itu bersama para pengunjuk rasa lainnya berhadapan dengan polisi di sebuah tambang yang berlokasi di Lutzerath, di wilayah North Rhine-Westphalia.
Dikutip dari Daily Mail, Senin (16/1/2023), desa tersebut akan diratakan untuk membuka jalan bagi perluasan tambang batu bara, meskipun ditentang para pecinta lingkungan. Thunberg yang menjadi salah satu otak gerakan anti-perubahan iklim dalam beberapa tahun terakhir, terlihat tertawa saat dua petugas polisi anti huru-hara menyeretnya pergi dari tempat itu.
Baca Juga
Advertisement
Media Jerman, Bild menyampaikan perempuan berusia 20 tahun itu digeret paksa oleh polisi setelah mereka menolak memenuhi tuntutan pengunjuk rasa untuk mengosongkan daerah tersebut. Greta bergabung dengan sekitar 70 pengunjuk rasa di lokasi itu, dengan surat kabar melaporkan bahwa mereka berlari melintasi lapangan dekat tambang dalam upaya untuk mengganggu operasi.
Ada beberapa protes di lokasi dekat kota Erkelenz di Jerman barat dalam beberapa hari terakhir, beberapa berakhir dengan bentrokan antara demonstran dan polisi. Aktivis telah menduduki Desa Lutzerath dalam upaya menghentikan perluasan tambang, menggali terowongan, dan membangun struktur dalam upaya menghentikan kemajuan.
Penduduk desa sudah pergi lebih dulu setelah pengadilan Jerman memerintahkan pengosongan tempat. Pada Rabu, 11 Januari 2023, polisi diberi lampu hijau untuk mengeluarkan warga dari desa tersebut yang memicu kekerasan. Demonstran menuduh polisi melakukan 'kekerasan murni', sementara pihak berwenang mengatakan 70 polisi terluka dalam beberapa hari terakhir.
154 Potensi Pelanggaran
Polisi mengatakan sedang menyelidiki 154 potensi pelanggaran. Sementara, sembilan aktivis lingkungan dirujuk ke rumah sakit, meskipun tidak ada yang terluka parah - klaim yang dibantah oleh pengunjuk rasa iklim yang mengatakan beberapa orang terluka parah.
Aksi tersebut kadang-kadang berubah menjadi adegan lucu, dengan video di media sosial menunjukkan polisi yang mengenakan perlengkapan anti huru-hara terjebak dalam lumpur tebal sementara pengunjuk rasa melemparkan kotoran ke arah mereka. Satu video memperlihatkan seorang pria berpakaian biarawan mengejek petugas polisi yang terjebak dan bahkan mendorong salah satunya saat mereka mencoba keluar dari lumpur.
Tambang, yang disebut Garzweiler, adalah salah satu tambang terbuka terbesar di Eropa dan dioperasikan oleh perusahaan energi RWE. Ini adalah sumber utama lignit yang digunakan di pembangkit listrik tenaga batu bara.
Thunberg telah mengunjungi kota itu pada Jumat, 13 Januari 2023. Dia mengatakan bahwa Jerman 'mempermalukan dirinya sendiri' dengan memperluas tambang tersebut, DW News melaporkan.
"Saya pikir sangat tidak masuk akal bahwa ini terjadi pada 2023," katanya.
Advertisement
Langkah Mundur
"Langkah paling efektif orang-orang sudah jelas, ilmu pengetahuan sudah jelas, kita perlu membiarkan karbon tetap di dalam tanah," kata Greta.
"Ketika pemerintah dan perusahaan bertindak seperti ini, dengan aktif menghancurkan lingkungan, menempatkan orang-orang tak terhitung jumlahnya di posisi berisiko, masyarakat pun maju."
"Ini hanya bagian dari gerakan iklim global dan kami berdiri bersama dalam solidaritas," ucapnya.
Pemerintah Jerman sebelumnya telah mengumumkan rencana menghilangkan batu bara pada 2030. Tapi, dilaporkan The Sun, sejak Rusia menginvasi Ukraina, mereka terpaksa memikirkan ulang kebijakan energi mereka.
Dari dalam negeri, Indonesia terus didesak sejumlah negara untuk meninggalkan pembangkit listrik tenaga fosil. Alasannya adalah emisi karbon yang dihasilkan sangat besar yang memperparah krisis iklim yang sudah terjadi.
Emisi karbon atau emisi gas rumah kaca (GRK) menjadi satu tolok ukur kotornya penggunaan energi di suatu wilayah. Nyatanya, emisi gas rumah kaca negara maju jauh lebih tinggi dari tingkat emisi Indonesia. Dikutip dari kanal Bisnis Liputan6.com, Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo menyebut emisi GRK di Amerika Serikat sebesar 15 ton per kapita per tahun, emisi karbon di Eropa sebesar 11-12 ton per kapita per tahun, dan emisi karbon di Australia sebesar 19 ton per kapita per tahun.
"Pertanyaannya, emisi gas rumah kaca per kapita per tahun di Indonesia berapa? Jawabannya adalah 3 ton per kapita per tahun. Jadi kita ini sebagai korban," kata dia dalam Forum Transisi Energi, Kamis, 22 Desember 2022.
Tanggung Jawab Para Miliarder
Hasil penelitian Oxfam International menemukan fakta bahwa investasi 125 miliarder terkaya di dunia paling bertanggung jawab dengan tingginya emisi karbon dunia. Laporan Oxfam berjudul 'Miliarder Karbon: Emisi investasi orang-orang terkaya di dunia,' menyebutkan bahwa para miliarder ini menyumbang rata-rata tahunan 3 juta ton emisi karbon dioksida per tahun. Angka ini lebih dari satu juta kali rata-rata orang dari 90 persen warga biasa di bumi.
Melansir laman the Wire, Senin, 7 November 2022, orang super kaya memiliki saham kolektif senilai USD 2,4 triliun di 183 perusahaan. Secara kumulatif, 125 miliarder ini mendanai 393 juta ton CO2e (setara karbon dioksida) per tahun, yang setara dengan emisi karbon tahunan Prancis, negara berpenduduk 67 juta orang.
"Emisi dari gaya hidup miliarder – karena seringnya mereka menggunakan jet pribadi dan kapal pesiar – ribuan kali lipat dari rata-rata orang, yang sama sekali tidak dapat diterima. Tetapi jika kita melihat emisi dari investasi mereka, emisi karbon mereka lebih dari satu juta kali lipat," kata Nafkote Dabi, Pemimpin Perubahan Iklim di Oxfam International.
Laporan tersebut juga menyebutkan bahwa investasi para miliarder di industri yang menimbulkan polusi seperti bahan bakar fosil dan semen mencapai dua kali lipat rata-rata. Mereka masuk dalam kelompok Standard and Poor yang terdiri dari 500 perusahaan. Tercatat hanya satu miliarder dalam sampel penelitian yang berinvestasi di perusahaan energi terbarukan.
Advertisement