Jaksa Sebut Alasan Bharada E Tembak Brigadir J Tak Buktikan Keterpaksaan

Jaksa menilai, Bharada E mengiyakan begitu saja permintaan Ferdy Sambo tanpa adanya ancaman atau aksi kekerasan terhadapnya.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 16 Jan 2023, 16:24 WIB
Terdakwa kasus pembunuhan Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J), Richard Eliezer usai mengikuti sidang di Pengadilan Jakarta Selatan, Rabu (11/1/2023). Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menunda sidang pembacaan tuntutan terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan bahwa keterangan Richard Eliezer alias Bharada E yang mengaku menerima perintah menembak Brigadir J lantaran takut dengan Ferdy Sambo, tidaklah cukup untuk membuktikan adanya keterpaksaan.

"Keterangan Richard Eliezer tersebut belum cukup untuk membuktikan penembakan dilakukan secara terpaksa secara psikis," tutur jaksa saat sidang tuntutan terdakwa Kuat Ma'ruf di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Senin (16/1/2023).

Bharada E mengaku takut bernasib sama dengan Brigadir J dan keluarganya menjadi terancam usai permintaan eksekusi tembak mati Brigadir J dari atasannya, yakni Ferdy Sambo. Namun jaksa menilai, Bharada E mengiyakan begitu saja permintaan Ferdy Sambo tanpa adanya ancaman atau aksi kekerasan terhadapnya.

"Bahwa dalam Richard Eliezer tidak tergambar adanya paksaan dalam bentuk kekerasan ataupun ancaman kekerasan yang berpengaruh sedemikian rupa dari Ferdy Sambo dalam keadaaan tertekan secara psikis. Sehingga langsung mengiyakan perintah Ferdy Sambo," jelas dia.

Bharada E juga dinilai tidak dalam kondisi mendapat tekanan kuat meski Ferdy Sambo memintanya secara langsung di hadapan Brigadir J untuk melepaskan tembakan.

"Bahwa teriakan Ferdy Sambo dengan kata-kata, woy kau tembak cepat tembak, tidak termasuk paksaan baik dalam bentuk kekerasan atau ancaman kekerasan," jaksa menandaskan.


Kuat Ma'ruf Dituntut 8 Tahun Penjara, Ini Pertimbangan Jaksa

Terdakwa Kuat Ma'ruf saat menjalani sidang tuntutan kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigair J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (16/1/2023). Pembunuhan terhadap Brigadir J terjadi pada Jumat, 8 Juli 2022 di rumah dinas Sambo nomor 46 yang terletak di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut hukuman penjara 8 tahun atas terdakwa Kuat Ma’ruf dalam kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J. Keputusan tersebut berdasarkan hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa.

"Sebelum kami sampai pada tuntutan pidana atas diri terdakwa, kami selaku penuntut umum dalam perkara ini wajib pula mempertimbangkan hal-hal yang menjadikan pertimbangan mengajukan tuntutan pidana," tutur jaksa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Senin (16/1/2023).

Untuk hal yang memberatkan, lanjut jaksa, perbuatan terdakwa Kuat Ma’ruf mengakibatkan hilangnya nyawa Brigadir J dan menimbulkan duka mendalam bagi keluarga korban.

"Terdakwa Kuat Ma’ruf berbelit-belit, tidak mengakui dan tidak menyesali perbuatannya dalam memberikan keterangan di persidangan. Akibat perbuatan terdakwa Kuat Ma’ruf menimbulkan keresahan dan kegaduhan di masyarakat," jelas dia.

Adapun hal yang meringankan, terdakwa Kuat Ma’ruf belum pernah dihukum atas perbuatan pidana, hingga dinilai berlaku sopan selama menjalani persidangan kasus kematian Brigadir J.

"Terdakwa Kuat Ma’ruf tidak memiliki motivasi pribadi, hanya mengikuti kehendak jahat dari pelaku lain," jaksa menandaskan.


Jaksa Sampaikan Fakta Hukum: Terjadi Perselingkuhan Antara Brigadir J dan Putri Candrawathi

Terdakwa kasus pembunuhan Brigadir J, Putri Candrawathi akan mengikuti sidang di Pengadilan Jakarta Selatan, Rabu (11/1/2023). Dalam sidang tersebut Putri Candrawathi diperiksa sebagai terdakwa dalam perkara pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyimpulkan fakta hukum terjadinya perselingkuhan antara korban Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J dan terdakwa Putri Candrawathi di Magelang, Jawa Tengah.

Hal itu disampaikan saat sidang tuntutan terdakwa Kuat Ma’ruf di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Senin (16/1/2023).

"Fakta hukum, bahwa benar pada hari Kamis tanggal 7 Juli 2022, sekira sore hari di rumah Ferdy Sambo di Magelang, terjadi perselingkuhan antara korban Yosua Nofriansyah Hutabarat dengan saksi Putri Candrawathi," tutur jaksa.

Menurut jaksa, fakta hukum tersebut disimpulkan dari keterangan saksi nomor 210, keterangan terdakwa Kuat Ma’ruf nomor 124, 125, dan 50, juga keterangan saksi ahli poligraf Aji Febriyanto lewat BAP Lab kriminalistik Poligraf tanggal 9 September 2022.

"Bahwa benar korban Yosua Nofriansyah Hutabarat keluar dari kamar saksi Putri Candrawathi di lantai dua rumah Magelang, dan diketahui oleh terdakwa Kuat Ma’ruf, sehingga terjadi keributan antara Kuat Ma’ruf dan korban Yosua Nofriansyah Hutabarat yang mengakibatkan terdakwa Kuat Ma’ruf mengejar korban Yosua Nofriansyah Hutabarat dengan menggunakan pisau dapur," papar jaksa.

Jaksa mengatakan, fakta hukum itu disimpulkan berdasarkan keterangan terdakwa Kuat Ma’ruf, keterangan saksi Ricky Rizal, dan keterangan saksi Putri Candrawathi.

"Bahwa benar, saksi Putri Candrawathi menelepon saksi Richard Eliezer Pudihang Lumiu yang ada di sekitar di Masjid Alun-Alun Magelang, agar saksi Richard Eliezer Pudihang Lumiu dan saksi Ricky Rizal kembali ke rumah Magelang, karena mengetahui adanya keributan antara korban Yosua Nofriansyah Hutabarat dan terdakwa Kuat Ma’ruf. Disimpulkan ini dari keterangan saksi Putri Candrawathi, saksi Sugeng Putut Wicaksono, keterangan saksi Ricky Rizal, keterangan saksi Richard Eliezer Pudihang Lumiu," jaksa menandaskan.

 

Infografis Putri Candrawathi Istri Ferdy Sambo Jadi Tersangka Kasus Pembunuhan Brigadir J (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya