Mengenal Mangarontas, Ritual Petani Kemenyan Tapanuli Sebelum Beraktivitas

Kemenyan yang dalam bahasa lokal sering disebut haminjon (Styrax paralle loneurum) merupakan komoditas yang sangat dibanggakan oleh masyarakat Batak, terutama masyarakat di kawasan Humbang Hasundutan, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Barus, dan sekitarnya.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 18 Jan 2023, 00:00 WIB
Ilustrasi - Bakar kemenyan (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Medan - Mangarontas merupakan ritual yang dilakukan petani kemenyan (haminjon) sebelum menggarap pohon kemenyan. Ritual ini dilakukan sebagai bentuk doa kepada Yang Maha Kuasa agar diberi keberkahan dalam mengolah hasil hutan dan diberi perlindungan selama melakukan aktivitas tersebut di dalam hutan.

Mengutip dari warisanbudaya.kemdikbud.go.id, aktivitas menggarap pohon kemenyan dilakukan mulai dari membersihkan area pepohonan dari tumbuhan-tumbuhan pengganggu, menoreh batang pohon untuk mengeluarkan getah kemenyan, hingga memanen hasil. Dalam melakukan ritual, disediakan pula aneka masakan khas Batak.

Masing-masing masakan tersebut juga memiliki nilai tersendiri. Sebut saja manuk napinadar dimaksudkan agar petani diberi kesehatan jasmani saat bekerja dan diberi perlindungan dari roh-roh halus saat di dalam hutan.

Ada juga masakan itak gugur yang dimaksudkan agar hasil getah kemenyan melimpah. Semua makanan ini harus disantap saat ritual berdoa selesai dilakukan.

Kemenyan yang dalam bahasa lokal sering disebut haminjon (Styrax paralle loneurum) merupakan komoditias yang sangat dibanggakan oleh masyarakat Batak, terutama masyarakat di kawasan Humbang Hasundutan, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Barus, dan sekitarnya. Jauh sebelum abad ke-5, kemenyan pernah menjadi komoditas yang nilainya lebih dari emas.

Kemenyan menjadi komoditas paling diminati di Nusantara, bahkan di dunia. Pada masa itu, para saudagar dari China, Timur Tengah, dan Eropa telah berkunjung ke wilayah Nusantara untuk membeli Kemenyan dari penduduk lokal.

Wilayah tersebut dikenal dengan nama Barus yang memiliki pelabuhan besar di pantai barat pulau Sumatra. Dalam catatan sejarah, Barus menjadi tempat para saudagar untuk membeli kapur barus dan kemenyan yang digunakan untuk pengawet mumi para raja di Romawi dan Fira'un di Mesir.

Kemenyan dan kapur barus pun menjadi komoditas yang paling dicari pada masa tersebut. Melalui pelabuhan Barus, kemenyan kemudian diekspor ke Timur Tengah hingga Betlehem.

Dalam sejarah agama Nasrani, tertulis jika pada masa kelahiran Yesus Kristus datang orang-orang Majusi yang membawa tiga macam hadiah, yaitu emas, mur, dan kemenyan.

Masyarakat percaya jika kemenyan tersebut berasal dari wilayah Nusantara, yaitu Barus. Selain karena merupakan komoditi yang paling dicari, saat itu kemenyan juga menjadi salah satu tribute pada ritual agama dan upacara-upacara adat.

Pasca Kemerdekaan RI, wilayah penghasil kemenyan terbesar di Indonesia ini dikenal dengan nama Humbang Hasundutan. Wilayah tersebut terletak 284 km dari Ibu Kota Provinsi Sumatra Utara, Medan.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:


Identitas Geografis

Kemenyan telah menjadi identitas geografis bagi masyarakat Humbang Hasundutan. Secara turun-temurun keahlian serta ritual terkait pemanfaatan tumbuhan kemenyan pun melekat pada masyarakat dan petani sekitar. Sebuah legenda terkait kemenyan pun diceritakan ke anak cucu dari generasi ke generasi. Legenda tersebut bercerita tentang seorang gadis yang berparas jelita.

Ayah gadis tersebut memiliki hutang yang besar pada seorang raja dari desa tetangga. Karena tidak sanggup melunasi hutang, ia pun dijodohkan secara paksa oleh sang raja secara paksa.

Tidak terima dengan perjodohan itu, sang anak pun melarikan diri dengan masuk ke hutan. Ditengah hutan, ia berdoa kepada debata (Tuhan) agar mengubah dirinya menjadi tumbuhan yang kelak dari tubuhnya akan menghasilkan sesuatu yang dapat digunakan sang Ayah untuk membayar hutang-hutangnya.

Gadis itu pun berubah menjadi sebuah pohon yang batangnya dapat mengeluarkan getah beraroma harum saat ditorehkan. Getah itulah yang saat mengeras disebut dengan kemenyan.

Karena hal ini pula para petani selalu bernyanyi ketika hendak menggarap pohon kemenyan. Mereka percaya nyanyian tersebut dapat menjadi hiburan untuk sang gadis agar mengeluarkan banyak getah kemenyan.

Petani kemenyan yang telah mengumpulkan getah kemenyan kemudian dikumpulkan kepada pengepul. Kemenyan tersebut kemudian diekspor ke Jawa untuk diolah kembali menjadi bahan produksi untuk pasar dunia.

Meski tak setenar dulu, kemenyan masih menjadi komoditi yang dibutuhkan untuk industri farmasi, terutama sebagai ekspektoran pada obat batuk, disinfektan untuk luka, dan obat mata pada penyakit katarak. Harum kemenyan pun digunakan untuk industri parfum karena sifat fiksatifnya dapat mengikat minyak atsiri agar tidak cepat menguap. Sayangnya, harga kemenyan pada masa sekarang tidak sefantastis dulu.

 

Penulis: Resla Aknaita Chak

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya