5G hingga Metaverse, 5 Tren Keamanan Siber Ini Perlu Diperhatikan di 2023

Palo Alto Networks memprediksi lima hal yang perlu diperhatikan soal keamanan siber pada tahun 2023 ini.

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 17 Feb 2023, 12:59 WIB
Ilustrasi Keamanan Siber, Enkripsi. Kredit: Pixabay/geralt-9301

Liputan6.com, Jakarta - Persoalan mengenai serangan dan keamanan siber diprediksi masih tetap ada di tahun 2023 ini, terutama seiring dengan meningkatnya pemanfaatan teknologi digital.

Perusahaan keamanan siber Palo Alto Networks menyebutkan, serangan siber menyerang berbagai industri pada 2022 yang lalu, memperlihatkan peningkatan tajam pada jenis ancaman yang kerap menginterupsi aktivitas bisnis.

Pada 2022, penjahat siber menargetkan serangan-serangan ransomware ke infrastruktur vital. Mereka terus menemukan cara baru untuk memanfaatkan tren mata uang kripto, hybrid working, dan API yang tidak diamankan.

Dikutip dari siaran persnya, Selasa (17/1/2023), Palo Alto Networks memprediksi lima hal yang perlu diperhatikan soal keamanan siber pada tahun ini, untuk membantu organisasi mencapai keamanan yang lebih baik.

Perusahaan mengklaim, dalam ranah keamanan siber, prediksi-prediksi ini sangat relevan karena selain perilaku para kriminal, ini juga sudah mempertimbangkan perspektif yang lebih luas. Berikut ini lima tren di bidang keamanan siber yang harus diperhatikan di tahun 2023.

1. Akselerasi adopsi 5G meningkatkan kerentanan

Palo Alto Networks menyebut, koneksi 5G di Asia Pasifik akan mencapai 430 juta pada tahun 2025, meningkat dari 200 juta di akhir tahun 2021, menurut perkiraan dari asosiasi industri GSMA.

Walaupun memberikan kelincahan, skalabilitas, dan kinerja yang lebih besar, pemanfaatan teknologi cloud dinilai turut mengekspos core 5G ke kerentanan keamanan cloud. Serangan siber berskala besar bisa datang dari mana saja, bahkan dari dalam jaringan operator.

 


2. Mengamankan perangkat medis yang terkoneksi

Ilustrasi talenta digital. Marvin Meyer/Unsplash

Dalam industri kesehatan, digitalisasi juga memungkinkan berbagai kemampuan baru seperti layanan kesehatan virtual hingga diagnosa jarak jauh.

Namun, prevalensi sistem lama dan data sensitif menarik bagi penjahat siber untuk menjadikan industri kesehatan sebagai sasaran empuk.

Semakin dekat jarak suatu perangkat dengan pasien, semakin besar kemungkinan dampaknya pada keselamatan pasien, serta semakin besar pula kemungkinan pelaku serangan siber akan memanfaatkannya.

Jadi, memastikan keamanan siber pada perangkat medis yang terhubung akan menjadi sangat penting bagi keselamatan pasien.

3. Serangan terhadap cloud supply chain akan menganggu bisnis

Banyak perusahaan mulai mengadopsi arsitektur cloud native, yang berarti mereka juga menggunakan kode pihak ketiga di dalam aplikasi penting mereka.

Palo Alto Networks melihat para penyerang siber menargetkan sukarelawan yang mengelola konstruksi kode open-source ini untuk menyusup ke dalam organisasi melalui proses pembaruan software package.

Masalah ini berada di dalam wilayah cloud supply chain dan menurut Palo Alto, akan terlihat lebih banyak gangguan di tahun-tahun mendatang yang didorong tren adopsi cloud.

Dalam riset terbarunya, Palo Alto Networks juga mengungkapkan, 37 persen organisasi menduga serangan software supply chain akan menjadi jenis serangan yang mengalami peningkatan terbesar di tahun 2023.

 


4. Debat soal penguasaan data akan semakin intens

Ilustrasi Metaverse (Unsplash/minhpham)

Jumlah aturan dan undang-undang yang didorong keinginan untuk melindungi warga negara, serta memastikan ketersediaan layanan penting, bakal semakin meningkat.

Hal ini karena semakin bergantungnya dunia pada data dan informasi digital. Maka, perbincangan seputar lokalisasi dan penguasaan data akan semakin intens di tahun 2023.

5. Metaverse jadi area bermain baru bagi penjahat siber

Diperkirakan, USD 54 miliar atau lebih dari sekitar Rp 841 triliun, akan dihabiskan setiap tahunnya untuk produk virtual. Metaverse pun bisa menjadi area bermain baru bagi penjahat siber.

Sifat imersif dari metaverse dapat membuka peluang baru bagi bisnis dan konsumen, karena memungkinkan pembeli dan penjual untuk terhubung dengan cara baru.

Perusahaan juga akan memanfaatkan pengalaman mixed reality untuk mendiversifikasi penawaran mereka dan memenuhi kebutuhan konsumen di metaverse.

 


Menata Kembali Pendekatan Keamanan Siber

Ilustrasi Keamanan Siber, Kejahatan Siber, Malware. Kredit: Elchinator via Pixabay

Sean Duca, Vice President and Regional Chief Security Officer, Asia Pacific and Japan, Palo Alto Networks mengatakan, fluiditas serangan siber saat ini mengharuskan pemimpin bisnis untuk menata kembali pendekatan keamanan siber mereka secara konstan.

Menurut Sean, pemimpin bisnis harus mempertimbangkan solusi, teknologi, dan pendekatan inovatif yang mengungguli mekanisme tradisional.

"Perusahaan-perusahaan memiliki banyak hal untuk dipertimbangkan di tahun ini, tetapi dengan tetap waspada dan siaga, mereka akan mampu mempertahankan diri dari ancaman yang terus berkembang," ujarnya.

Sean menyebut, menjadi sebuah keharusan bagi perusahaan untuk mengadopsi keahlian siber dan threat intelligence dengan cakupan yang lebih mendalam dan luas ke dalam strategi pertahanan siber mereka.

Mulai dari memanfaatkan kecerdasan buatan (AI) yang berfokus pada pencegahan serangan, hingga mengaplikasikan strategi dan arsitektur Zero Trust.

"Namun, juga yang lebih penting adalah mereka harus membangun resiliensi untuk mampu menanggapi dan memulihkan diri dari ancaman yang tidak terhindarkan," tambah Sean.

Infografis Kejahatan Siber (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya