Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan, perekonomian nasional mampu menunjukkan resiliensi meski dihadang dengan kondisi volatilitas perekonomian global. Hal ini bisa terjadi karena didukung kinerja impresif Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022.
Berperan sebagai shock absorber, APBN juga mampu mendorong percepatan pemulihan ekonomi nasional. Kinerja impresif APBN 2022 dapat terlihat dari berbagai capaian yang dihasilkan seperti defisit pada angka 2,38 persen dari target sebesar 4,5 persen serta pendapatan negara sebesar 115,9 persen dari target atau tumbuh 30,6 persen.
Advertisement
“Program PC PEN telah dimanfaatkan secara optimal dan berdampak nyata untuk melindungi daya beli masyarakat,” Menko Airlangga dalam keterangan tertulis, Selasa (17/1/2023).
Menko Airlangga Hartarto juga menyampaikan sejumlah arahan Presiden Joko Widodo diantaranya terkait dengan upaya pencegahan risiko potensi PHK. Dalam jangka pendek, Pemerintah akan mendorong belanja pusat dan daerah untuk penggunaan produk dalam negeri.
Sedangkan pada jangka menengah akan dilakukan perbaikan struktural industri hulu ke hilir mulai dari rantai pasok, SDM, penelitian dan pengembangan, hingga akses pasar terutama mempercepat perjanjian CEPA termasuk CEPA Eropa dan juga beberapa kerja sama dari pasar non tradisional.
Untuk mendorong penyerapan tenaga kerja, Menko Airlangga menuturkan bahwa Pemerintah akan mengoptimalisasi belanja pusat dan daerah untuk program padat karya baik di kota maupun desa, memperluas kerja sama government to government bagi Pekerja Migran, meningkatkan inklusi keuangan dengan PNM dan KUR, serta program upskilling dan reskilling seperti Program Kartu Prakerja.
Lebih lanjut, Menko Airlangga turut menyinggung pengaturan kembali Devisa Hasil Ekspor melalui Revisi Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam.
“Jadi termasuk hasil ekspor ini akan terus dimatangkan oleh kementerian teknis, kemudian akan diberikan insentif baik itu dari BI dalam bentuk PBI maupun dari Pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan, instrumen baik dalam bentuk USD maupun kredit USD dalam negeri, serta ketersediaan kredit investasi dan kredit modal kerja khususnya untuk mendorong agar hilirisasi bisa dilakukan dan sektor manufaktur bisa didorong dari perbankan dalam negeri,” pungkas Menko Airlangga.
Sri Mulyani: 43 Persen Negara di Dunia Jatuh Resesi 2023
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan sesuai instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) tahun 2023 harus optimis namun tetap waspada. Catatan ini disampaikan karena sepertiga dunia akan mengalami resesi.
"Tantangan 2023 instruksi dari presiden harus optimis tapi waspada. Optimis karena pencapaian kita luar biasa di 2022. Aaspada karena tahun 2023 sepertiga dunia akan mengalami resesi atau 43 persen negara akan mengalami resesi menurut proyeksi IMF," kata Menkeu dalam Keterangan Pers Menteri terkait Sidang Kabinet Paripurna yang dipantau secara daring di Jakarta, Senin (16/1/2023).
Oleh karena itu, Sri Mulyani menegaskan harus menjaga momentum pemulihan. Untuk belanja 2023 terutama belanja ketahanan pangan dialokasikan Rp 104,2 triliun.
Kemudian, belanja di sektor sosial, perlindungan sosial Rp 476 triliun ini sama atau setara dengan apa yang dibelanjakan tahun lalu. Anggaran ini untuk melindungi masyarakat dari guncangan dan untuk menjaga agar produksi energi bisa ditangani.
Advertisement
Belanja Pemilu
Sama halnya dengan infrastuktur, disediakan alokasi sebesar Rp 392 triliun. Sedangkan, belanja untuk kesehatan Rp 178 itu untuk non covid. Untuk pendidikan dialokasikan Rp 612 triliun.
Sementara, tahun 2023 Pemerintah tetap membelanjakan untuk proses Pemilu sebesar Rp 21,68 triliun dan juga untuk belanja dalam rangka mempersiapkan IKN Rp 23,9 triliun terutama untuk infrastrukturnya Rp 21 triliun.
"Itu lah belanja penting di tahun 2023 yang sangat diharapkan bisa menjaga ekonomi Indonesia dari ancaman guncangan yang terjadi pada di sisi global, baik kenaikan harga inflasi maupun perlemahan ekonomi dari negara lain," pungkas Menkeu.