Prevalensi Perokok Anak Gagal Turun, Iklan hingga Sponsor Salah Satu Biang Keroknya

Iklan dan sponsor jadi biang keladi prevalensi perokok anak di Indonesia tidak turun

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 18 Jan 2023, 19:00 WIB
Seorang remaja melintas dekat tembok warna-warni di Kampung Penas Tanggul, Cipinang Besar Selatan, Jakarta, Kamis (2/11). Kampung warna-warni tanpa rokok tersebut dibuat warga guna melindungi perempuan dan anak. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Tingginya jumlah perokok anak di Indonesia masih menjadi masalah serius.  Hal ini terlihat dari target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 hingga 2019 yang tidak tercapai.

Menurut data yang dirangkum Lentera Anak dan Forum Anak 9 Kota, prevalensi perokok anak usia 10 hingga 18 tidak berhasil turun dari 8,7 persen pada 2015 menjadi 5,4 persen pada 2019.

Data menunjukkan bahwa perokok anak terus meningkat menjadi 9,1 persen atau 3,2 juta pada tahun 2018 seperti tercantum dalam Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2013 dan 2018).

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) memprediksi, jika tidak ada kebijakan yang kuat dan komitmen dari seluruh sektor terkait untuk melindungi anak, perokok anak akan meningkat menjadi 15,9 persen atau sekitar 6,8 juta pada tahun 2030.

Oleh sebab itu, melalui RPJMN 2019-2024, pemerintah menargetkan untuk menurunkan prevalensi perokok anak menjadi 8,7 persen pada 2024.

Peningkatan prevalensi perokok anak bukan hanya akan menjadi permasalahan kesehatan pada masa mendatang, tapi juga akan menjadi beban ekonomi dan mengancam kualitas sumber daya manusia (SDM).

Saat ini, kematian karena 33 penyakit yang berkaitan dengan perilaku merokok mencapai 230.862 pada 2015, dengan total kerugian makro mencapai Rp. 596,61 triliun dan merupakan penyebab kematian terbesar akibat penyakit tidak menular (Kemenkes, 2022).

Perilaku merokok pada anak dan remaja dipengaruhi berbagai faktor, di antaranya:

- Pengaruh teman sebaya

- Normalisasi perilaku merokok

- Pemasaran rokok melalui iklan, promosi, dan sponsor (IPS) yang masif

- Kemudahan akses terhadap rokok dari segi harga maupun ketersediaannya serta regulasi yang mengaturnya.


IPS Rokok

Laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2013 menyebutkan bahwa IPS adalah bentuk terdepan yang dilakukan industri rokok.

Gunanya untuk mempertahankan dan meningkatkan konsumen mereka dengan menormalisasikan produk rokok.

Ketua Forum Anak Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, Abdurra In Mukhlis, mengatakan, iklan rokok menargetkan anak-anak sebagai pasar konsumennya bukan tanpa alasan.

“Ya karena anak-anak adalah konsumen mereka (produsen rokok) dengan periode konsumsi terpanjang jika sudah terbiasa merokok dari usia anak hingga lanjut usia," katanya dalam Diseminasi Hasil Pemantauan IPS Rokok Forum Anak di 9 Kabupaten/Kota pada Selasa (17/1/2023).

 


Iklan Rokok Mengabukan Bahaya Produk Tembakau

Iklan dan promosi produk tembakau juga mengaburkan bahaya produk tembakau karena citra yang dibuat bertolak belakang dengan dampaknya.

Penanaman image mengenai produk tembakau ini dilakukan dengan cara yang halus, masuk ke alam bawah sadar dengan menggunakan strategi 'subliminal advertising'.

Ini adalah pesan atau stimulus yang diserap oleh persepsi dan alam otak bawah sadar, yang diterima melalui media visual yang diulang-ulang (Nina Armando dalam Lentera Anak, 2018).

Secara teoritis iklan dan promosi rokok merupakan strategi pemasaran industri rokok untuk mengenalkan dan memasarkan produk rokok yang bertujuan untuk menambah konsumen yaitu perokok pemula.

 


Kuatnya Visual Iklan Rokok

Dengan kekuatan visualnya, iklan- iklan ini menyampaikan pesan perokok sebagai sosok yang keren, berani, percaya diri, kreatif dan setia kawan.

Ini mampu menggiring anak dan remaja, yang tengah mencari jati diri, untuk menjadi perokok pemula (Hasanah, 2014).

Sebuah studi meta analisis yang dilakukan DiFranza, et al. (2006) bertajuk Tobacco Promotion and the Initiation of Tobacco Use: Assessing the Evidence for Causality menunjukkan fakta yang mengkhawatirkan.

Disebutkan bahwa sesungguhnya anak terpapar pada IPS produk tembakau sebelum inisiasi merokok; dan semakin banyak terpapar, semakin tinggi peluang inisiasi merokok.

Survei terbaru yang dilakukan Lentera Anak tahun 2021 kepada 180 responden berumur 10 hingga 19 tahun yang pernah atau aktif merokok dengan wawancara langsung kepada anak, menunjukkan, paling banyak anak menyatakan iklan rokok mempengaruhi konsumsi merokok anak sebesar 50,27 persen.

Untuk itu, diperlukan komitmen pemerintah dan berbagai pihak untuk mendukung pencapaian RPJMN dengan melindungi anak dari asap rokok IPS rokok.

 

Infografis Pro-Kontra Larangan Iklan Rokok di Internet. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya