Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengingatkan jika Indonesia pernah menjadi pasien Dana Moneter Internasional (IMF) saat ekonomi dan kondisi politik tidak menentu.
Sedangkan saat ini, sebanyak 47 negara telah menjadi pasien IMF dan sejumlah negara lainnya masih mengantre untuk mendapatkan bantuan lembaga keuangan multilateral itu.
Advertisement
"Guncangan ekonomi karena pandemi, karena perang, sudah menyebabkan 47 negara masuk menjadi pasien IMF. Kita ingat tahun 1997-1998 Indonesia sempat menjadi pasien IMF, ambruk ekonomi dan politik. Sekarang ada 47 negara dan yang lain masih antre di depan pintu IMF," kata Jokowi dalam Rakornas Kepala Daerah dan FKPD se-Indonesia di Bogor, Jawa Barat, dikutip dari Antara, Selasa (17/1/2023).
Presiden mengatakan ekonomi Indonesia berada pada kondisi yang baik saat ini, bahkan sangat baik dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk keseluruhan 2022 sebesar 5,2-5,3 persen (year on year/yoy).
Meski demikian, Presiden Jokowi mengingatkan semua pihak untuk berhati-hati. Menurutnya 2023 masih menjadi tahun ujian bagi ekonomi Indonesia dan global.
“Hati-hati semua, harus hati-hati, harus kerja keras semuanya, deteksi informasi di lapangan sehingga jangan sampai keliru membuat kebijakan sekecil apapun,” ujar dia.
Presiden meminta jajaran kementerian dan lembaga non-kementerian serta pemerintah daerah untuk memiliki frekuensi yang sama dalam menghadapi situasi ekonomi. Setiap kebijakan yang dibuat, kata Presiden, harus berbasiskan pada data dan fakta di lapangan.
Berdasarkan penyampaian dari Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva, kata Presiden, sepertiga ekonomi dunia pada 2023 akan mengalami resesi.
"Negara yang tidak terkena resesi, ratusan juta penduduknya merasakan seperti sedang resesi, hati-hati," kata dia.
Dari laporan IMF itu, kata Jokowi, sepertiga ekonomi dunia diprediksi akan mengalami resesi yang berarti sekitar 70 negara.
"Situasi global masih tak mudah dan sekarang yang jadi momok semua negara adalah inflasi. Ini momok semua negara dan patut juga kita syukuri inflasi kita di angka 5,5 persen. Ini patut disyukuri berkat kerja keras semuanya," kata Presiden Jokowi.
Jokowi: 66 Negara Bakal Jadi Pasien IMF, Lebih Parah dari Krisis 1998
Presiden Joko Widodo atau Jokowi kembali mengungkap soal kondisi yang tak baik-baik saja di dunia. Bahkan, dia memprediksi akan ada 66 negara yang meminta bantuan Dana Moneter Internasional (IMF).
Dari jumlah itu, Jokowi menggambarkan kalau kondisi ekonomi dunia sedang terpuruk. Dia juga menyebut, angka ini merupakan perkiraan dari sejumlah negara yang disebutnya sudah menerima bantuan IMF.
"Saya sudah menyampaikan berkali-kali, 14 negara sudah masuk dalam posisi menjadi pasiennya IMF, 14 negara," kata dia dalam Musyawarah Nasional Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) di Solo, Jawa Tengah, Senin (21/11/2022).
Dia mencoba menggambarkan buruknya kondisi ekonomi dunia saat ini. Caranya dengan membandingkan dengan kondisi saat krisis tahun 1997-1998. Dimana hanya 5 negara yang masuk meminta bantuan IMF.
"Tahun 97-98 itu hanya 5 negara saja (yang dibantu IMF) sudah geger, ini sudah 14 negara masuk menjadi pasiennya IMF. Dan 28 negara ngantri di depan pintunya IMF lagi, diperkirakan sampai angka 66," ungkap Jokowi.
Banyaknya jumlah negara yang diprediksi kesulitan secara ekonomi itu, Jokowi menyebut tak semuanya bisa dibantu IMF maupun Bank Dunia. Pasalnya, kedua lembaga keuangan internasional itu pun memiliki keterbatasan.
"Dan itu gak mungkin bisa mendapatkan bantuan semuanya, gak mungkin, karena juga keterbatasan dari IMF bank dunia, punya keterbatasan itu," sambungnya.
Advertisement
Ekonomi 2023 Diprediksi Memburuk
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, membicarakan seputar kondisi ekonomi dunia yang tengah diliputi ketidakpastian tinggi. Sehingga banyak negara terjebak resesi, dan pertumbuhan ekonomi 2023 diprediksi jadi yang terlemah sejak 20 tahun terakhir.
"Tingginya downside risk telah mendorong IMF memperkirakan, lebih dari 1/3 negara-negara di dunia akan mengalami kontraksi pertumbuhan pada tahun ini, atau tahun depan," kata Mahendra dalam Konferensi Pers Rapat Dewan Komisaris OJK Oktober 2022, Kamis (3/11/2022).
"Sehingga menampilkan profil pertumbuhan ekonomi global yang terlemah sejak 2001, di luar periode krisis, termasuk periode saat pandemi dikecualikan," sambung dia.
Di sisi lain, ia menambahkan, kekhawatiran atas resesi global meningkat, dan berada di level yang sangat tinggi. "Juga tercermin dari tingkat kepercayaan CEO yang turun ke level terendah sejak krisis keuangan global," imbuhnya.
Sektor Keuangan Lebih Siap
Menghadapi situasi ini, Mahendra menilai sektor jasa keuangan Indonesia cenderung lebih siap dibanding negara lain.
"Berdasarkan RDK bulanan yang telah dilaksanakan pada 26 Oktober 2022, OJK menilai stabilitas sektor jasa keuangan terjaga, dan kinerja intermediasi lembaga jasa keuangan konsisten tumbuh, seiring dengan kinerja perekonomian nasional," ungkapnya.
Kinerja itu diharapkannya jadi asa di tengah situasi sulit tahun ini dan yang akan mendatang. Sehingga masih menyimpan harapan atas proses pemulihan ekonomi.
"Kinerja ini turut berkontribusi terhadap berlanjutnya pemulihan ekonomi itu sendiri, di tengah tingginya ketidakpastian ekonomi global. Sejalan dengan tekanan di pasar keuangan internasional akibat pengetatan kebijakan moneter, berbagai bank sentral, berlanjutnya konflik geopolitik, dan penurunan pertumbuhan perekonomian global," tuturnya.
Advertisement