Anggaran Subsidi Energi Menciut, Harga BBM dan Tarif Listrik Bakal Naik?

Subsidi dan kompensasi energi ini untuk memberikan subsidi ke harga BBM khususnya Pertalite dan Solar, harga gas atau LPG 3 Kg dan tarif listrik golongan tertentu.

oleh Liputan6.com diperbarui 17 Jan 2023, 14:50 WIB
Petugas SPBU mengisi bahan bakar jenis pertalite kepada pengguna sepeda motor di Pamulang, Tangerang Seatan, Banten, Senin (21/9/2020). Pertamina memberi diskon harga BBM jenis pertalite di Tangerang Selatan dan Bali, dari Rp 7.650 menjadi Rp 6.450 per liter. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, alokasi anggaran untuk subsidi energi di 2023 dipatok Rp 339,6 triliun. Angka ini jauh di bawah realisasi subsidi dan kompensasi energi di 2022 yang sebesar Rp 551 triliun.

Untuk diketahui, subsidi dan kompensasi energi ini untuk memberikan subsidi ke harga BBM khususnya Pertalite dan Solar, harga gas atau LPG 3 Kg dan tarif listrik golongan tertentu. 

"Kita alokasikan subsidi dan kompensasi Rp 551 triliun tahun 2022 dan tahun ini Rp 399 triliun," kata Sri Mulyani dalam Rakornas Kepala Daerah dan Forkopimda 2023 di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor, Jawa Barat, Selasa (17/1/2023).

Menengok tahun lalu, dengan alokasi untuk subsidi energi Rp 551 triliun, pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi 30 persen. Angka ini jauh jika dibandingkan dengan beberapa negara lain. Untuk diketahui, harga minyak mentah yang menjadi bahan dasar BBM memang mengalami kenaikan tinggi di tahun lalu. Hal ini terjadi karena perang antara Rusia dengan Ukraina.

"Walau harga BBM di luar negeri naik karena perang Ukraina, ini (harga BBM) meningkat hingga 2-3 kali lipat. Di Indonesia BBM naik 30 persen saja," katanya.

Besarnya anggaran subsidi dan kompensasi tahun lalu terjadi karena APBN tahun 2022 sebagai shock absorber di tengah tingginya risiko global untuk menjaga daya beli masyarakat.

Sri Mulyani menuturkan total alokasi belanja dalam APBN 2023 sebesar Rp3.601 triiun. Terdiri dari Rp2.246,5 triliun untuk belanja pemerintah pusat dan Rp814,7 triliun untuk transfer ke daerah (TKD).

Secara khusus anggaran belanja pemerintah pusat untuk ketahanan pangan tercatat Rp 104,2 triliun, naik dari tahun 2022 hanya sebesar Rp 92,3 triliun. Dana ini akan digunakan untuk pengembangan budidaya pertanian, pengawasan food estate, penguatan cadangan pangan nasional , penguatan infrastruktur pertanian dan optimalisasi CBP dan CSHP.

Sementara itu tahun ini alokasi anggaran untuk TKD mencapai Rp 339 triliun. Dana ini digunakan untuk melindungi masyarakat dan mengendalikan kenaikan inflasi.

Kemudian belanja bidang infrastruktur senilai Rp 392 triliun, sektor pendidikan senilai Rp 612 triliun dan belanja bidang kesehatan Rp 178 triliun untuk belanja non covid - 19. Sektor pendidikan mencapai Rp 612 triliun.


Sri Mulyani Ditodong Bayar Utang Rp 500 Triliun oleh PLN dan Pertamina

Pekerja mereproduksi tabung gas elpiji 3 kg di Depot LPG Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (29/1). Pemerintah dan Badan Anggaran DPR menyepakati kenaikan anggaran subsidi energi Rp 4,1 triliun di tahun 2019 menjadi Rp 160 triliun. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengaku tagihan utang oleh dua Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yaitu PT PLN (Persero) dan PT Pertamina (Persero). Utang tersebut terkait dana kompensasi dan subsidi energi yang nilainya mencapai Rp 500 triliun.

"Pak Darmo (Direktur Utama PLN) dan Pertamina, 2 orang ini nagihnya banyak banget sampai di atas Rp 500 triliun," kata Sri Mulyani dalam acara Kompas 100 CEO Forum 2022 di Istana Negara, Jakarta, Jumat (2/12/2022).

Tingginya tagihan tersebut karena kenaikan harga minyak dunia yang sempat tembus di atas USD 100 per barel. Kemudian tingginya permintaan konsumsi energi masyarakat di tengah proses pemulihan ekonomi nasional.

Tak hanya itu, dalam waktu yang bersamaan, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) juga terus melemah. Sehingga membuat tagihan kompensasi dan subsidi naik 3 kali lipat dari yang dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun ini.

"Sekarang ini dobel, ICP di atas USD 100 per barel, kursnya relatif di atas asumsi APBN yang Rp 14.750. Ini yang menyebabkan kenapa tagihannya besar," tutur Sri Mulyani.

Meski begitu, Sri Mulyani mengatakan hal ini sudah sesuai arahan Presiden Joko Widodo yang memerintahkan untuk menjaga daya beli masyarakat. Sehingga kenaikan inflasi harus menjadi perhatian.

 


Dijaga APBN

Pekerja mereproduksi tabung gas elpiji 3 kg di Depot LPG Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (29/1). Pemerintah dan Badan Anggaran DPR menyepakati kenaikan anggaran subsidi energi di 2019 dari Rp 156,6 triliun menjadi Rp 160 triliun. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Tingginya harga minyak kala itu, diusahakan agar tidak langsung berdampak kepada masyarakat. Makanya, APBN menjadi penyangganya.

"Daya beli konsumsi kita harus dijaga, makanya perhatian Pak Presiden ini detail terkait inflasi. Fiscal policy kita naiknya 3 kali lipat buat kompensasi BBM," kata dia.

Disisi lain, besarnya tagihan PLN dan Pertamina tidak hanya bermanfaat bagi masyarakat saja. Melainkan untuk kedua perusahaan milik negara tersebut.

"Ini juga buat menjaga 2 BUMN agar tetap jalan dan masyarakat terjaga daya belinya karena syok dari luar kita tahan biar enggak (berdampak) sama masyarakat," kata dia.

 

Infografis Optimisme KTT G20 di Tengah Krisis Pangan, Energi, Keuangan (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya