Liputan6.com, Jakarta - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo atas kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J dengan hukuman seumur hidup.
Dalam surat tuntutan, JPU menilai bahwa Ferdy Sambo terbukti melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J. Dia dinilai melanggar Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP serta Pasal 49 juncto Pasal 33 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE jo Pasal 55 KUHP.
Baca Juga
Advertisement
Jaksa membeberkan fakta-fakta hukumnya. Pembunuhan berencana diawali dari cerita Putri Candrawathi, istri dari terdakwa Ferdy Sambo yang mengaku dilecehkan oleh Brigadir J sewaktu berada di Magelang, Jawa Tengah. Putri lantas menghubungi suaminya lewat sambungan telepon.
"Bahwa saudari Putri Candrawathi sewaktu berada di Magelang pada tanggal 8 Juli 2022 dini hari sambil menangis menelepon terdakwa Ferdy Sambo menyampaikan perbuatan korban Yosua terhadap saudari Putri Candrawathi dan berencana akan pulang ke Jakarta pada pagi hari dan akan menceritakan kejadian sebenarnya kepada terdakwa Ferdy Sambo," beber Jaksa dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Selasa (17/1/2023).
Jaksa menerangkan, Putri Candrawathi menceritakan secara langsung di kediamannya Jalan Saguling III No 29, Duren Tiga, Jakarta Selatan pada 8 Juli 2022.
Mendengar cerita itu, Ferdy Sambo pun berencana mengkonfirmasi ke Brigadir J secara langsung.
"Terdakwa Ferdy Sambo mulai merencanakan dengan memikirkan serta menimbang-nimbang dan kemudian menentukan waktu tempat cara atau alat yang digunakan untuk pembunuhan tersebut," ucap Jaksa.
JPUmenerangkan, Ferdy Sambo secara sadar menyampaikan maksud dan niat kepada ajudannya Bripka Ricky Rizal. Namun, Ricky menolak membantu Sambo.
"Mendengar jawaban Ricky Rizal tersebut, terdakwa Ferdy Sambo merasa tidak puas jika kehendak untuk menghilangkan korban Brigadir Yosua tidak terlaksana. Sehingga untuk mencapai tujuan terdakwa Ferdy Sambo meminta Bharada E," ujar dia.
Sambo Beri Bharada E Sekotak Peluru
Jaksa menerangkan, Bharada E menyanggupi permintaan Ferdy Sambo. Bahkan, sampai memberikan satu kotak peluru kepada Bharada E dengan tujuan untuk menambah magazen dengan peluru untuk digunakan menembak atau menghilangkan nyawa Brigadir J.
"Bharada E menerima satu kotak peluru tersebut dan menambahkan peluru ke magazen lalu dipasangkan ke senjata Glock 17 milik Bharada E," ujar dia.
Jaksa menerangkan, Ferdy Sambo meyakinkan akan menjaga Bharada E. Karena kalau terdakwa Ferdy Sambo membunuh atau menembak tidak ada yang bisa menjaga kalian semua.
"Dalam hal ini terdakwa Ferdy Sambo telah terpikirkan olehnya akibat pembunuhan itu atau cara-cara itu sehingga orang lain tidak dengan mudah mengetahui bahwa dia pembunuhnya," ujar Jaksa.
Jaksa menerangkan, Ferdy Sambo menentukkan lokasi pelaksanaan dengan mengatakan lokasi di 46.
Kemudian, Ferdy Sambo membuat skenario atau cerita bohong dan dijelaskan secara berulang-ulang kepada Bharada E.
"Skenario, cerita karangan atau cerita bohong. Brigadir Yosua lecehkan Putri Candrawathi. Putri Candrawathi berteriak minta tolong lalu Bharada E merespon dan Brigadir Yosua menembak. Bharada E nembak balik ke korban Brigadir Yoshua," ujar Jaksa.
Jaksa menerangkan, Ferdy Sambo meyakinkan Bharada E bakal lolos dari jerat hukum. Sambo sesumbar mengatakan alasan karena penembakan dilakukan atas dasar pembelaan terhadap Putri Candrawathi dan membela diri.
Jaksa menerangkan, terdakwa Ferdy Sambo menyuruh Bharada E untuk mengambil senjata Brigadir J agar Brigadir J lebih mudah dieksekusi.
"Bahwa pelaksanaan rencana atau kehendak maksud dan tujuan telah disusun Ferdy Sambo dengan sistematis terungkap dalam persidangan merupakan fakta hukum," ujar dia.
Jaksa menerangkan, Bharada E, Ricky Rizal, Kuat maruf, dan Putri Candrawathi bersama-sama menuju ke Kompleks Perumahan Polri Duren Tiga, Nomor 46 RT 05 RW 01 Kelurahan Duren Tiga, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan. Disusul dengan terdakwa Ferdy Sambo.
Advertisement
Sambo Ikut Tembak Brigadir J
Jaksa menerangkan, Ferdy Sambo memerintahkan Kuat Maruf memanggil Ricky Rizal dan Brigadir J yang kala itu berada di taman.
"Brigadir J masuk ke dalam melalui garasi melewati pintu dapur. Diikuti Ricky Rizal dan Kuat Maruf," ujar Jaksa.
Jaksa menerangkan, Bharada E kemudian turun dari lantai 2. Saat itu lah, Bharada E bertemu Ferdy Sambo.
"Terdakwa Ferdy Sambo meminta Bharada E dengan mengatakan kokang senjata mu," ujar Jaksa.
Jaksa menerangkan, Ferdy Sambo memanggil Brigadir J agar mendekat ke arahnya. Saat itu, pun Ferdy Sambo langsung memegang leher Brigadir J dan menyuruh berlutut hingga Brigadir J terhempas berada di depan Ferdy Sambo sambil membungkukan badan.
Intruksi penembakan disampaikan Ferdy Sambo kepada Bharada E dengan nada tinggi.
"Woi kamu tembak cepat woi kau tembak," ujar Jaksa.
Jaksa menerangkan, Bharada E yang mendengar aba-aba langsung menembakan senjata api ke arah Brigadir J sebanyak 3 kali atau 4 kali.
"Tembakan mengenai Brigadir J hingga terjatuh terpelungkup sambil mengerang kesakitan," ujar Jaksa.
Jaksa menerangkan, kembali keterangan Bharada E. Di mana terdakwa Ferdy Sambo seketika itu juga menghampiri tubuh Brigadir J yang sudah terpelungkup.
Ferdy Sambo dengan menggunakan sarung tangan hitam sambil menggenggam senjata api menembakan ke arah tubuh Brigadir J sampai meregang nyawa.
Sambo Bikin Alibi Adu Tembak
Tak cuma itu, Terdakwa Ferdy Sambo kemudia membuat skenario seolah-olah telah terjadi tembak-menembak.
"Terdakwa Ferdy Sambo jongkok di depan tangga sambil menembak berkali-kali ke arah tembok di atas tangga. Lalu membalikan badan sambil berjongkok menembak berkali-kali ke arah palfon di atas televisi," ujar Jaksa.
Jaksa mengungkapkan, senjata api yang telah digunakan dilap oleh terdakwa Ferdy sambo guna menghilangkan jejak sidik jari. Lalu diletakkan tangan kiri korban Brigadir J dengan maksud seolah-olah telah terjadi tembak-menembak yang mengakibatkan Brigadir J tertembak dan meninggal dunia.
"Saat kejadian penembakan membuat Putri Candrawathi menanggis di dalam kamar yang tidak jauh dari tergeletak Brigadir J," ujar dia.
Jaksa menerangkan, terdakwa Ferdy Sambo yang tadi keluar rumah kembali ke dalam untuk jemput Putri Candrawathi dan membawa keluar diantar ke rumah Saguling oleh Ricky Rizal.
Jaksa menguraikan dari fakta hukum jelas terlihat cukup waktu bagi terdakwa untuk berfikir dan menimbang-menimbang pembunuhan yang akan dilakukan yaitu setidak-tidaknya selama perjalanannya menuju pelaksanaan menghilangkan nyawa korban Nofriansyah Yosua Hutabarat bahkan sampai memikirkan untuk menghilangkan bukti-bukti sekalipun.
Jaksa menerangkan, berdasarkan fakta hukum telah menunjukan terdakwa Ferdy Sambo telah sempurna merencanakan menghilangkan nyawa korban Nofriansyah Yosua Hutabarat karena dalam suatu waktu yang cukup telah memikirkan dan menimbang-nimbang dan kemudian menentukan waktu tempat, cara atau alat yang digunakan untuk pembunuhan tersebut.
"Dalam hal ini dapat pula terpikirkan olehnya akibat oleh pembunuhan itu atapun cara-cara lain sehingga orang lain tidak dengan mudah mengetahui bahwa dialah pembunuhnya," ucap Jaksa.
Menurut Jaksa, perasaan tak dapat mengesampingkan perencanaan pembunuhan yang dilakukan Ferdy Sambo.
"Apakah iya secara tenang atau emosional pada waktu yang cukup itu untuk memikirkan tidak terlalu penting yang penting ialah bahwa waktu yang cukup itu tidak dapat dipandang sebagai suatu reaksi juga segera yang menyebabkan dia berkehendak melakukan pembunuha itu," tandas dia.
Baca Juga
Advertisement