Pembukaan Kembali China Bakal Dongkrak Ekonomi Indonesia, Kok Bisa?

Ekonomi Indonesia dinilai akan positif meski dibayangi ancaman resesi global. Salah satunya ditopang pembukaan kembali ekonomi China.

oleh Elga Nurmutia diperbarui 17 Jan 2023, 17:56 WIB
Foto udara gedung-gedung perkantoran di kawasan jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Senin (9/1/2023). Menurut data dari 'Resonance Consultancy' yakni perusahaan konsultasi global untuk real estate, pariwisata, dan pembangunan ekonomi, Jakarta berada di peringkat ke-89 kota terbaik di dunia 2023 atau 'World's Best Cities' 2023 di atas sejumlah kota-kota lainnya, antara lain Nagoya dan Sendai di Jepang, Hanoi di Vietnam, Cologne dan Stuttgart di Jerman dan Marseille di Prancis. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Manulife Aset Manajemen Indonesia menyebutkan, Indonesia memiliki daya saing yang menarik di tengah proyeksi perlambatan ekonomi global pada 2023. Tekanan terhadap Rupiah diprediksi mereda dan inflasi diperkirakan lebih terkendali. 

Chief Economist & Investment Strategist Manulife Investment Management, Katarina Setiawan mengatakan, outlook pertumbuhan ekonomi global diperkirakan melemah dan terdapat risiko resesi ekonomi di kawasan negara maju. 

Inflasi yang berkepanjangan dan sektor tenaga kerja yang masih kuat mendorong bank sentral AS atau the Fed untuk mengindikasikan bahwa pengetatan moneter belum akan dikendurkan dalam waktu dekat.

Selain itu, pertumbuhan ekonomi global dapat terdampak. Arah kebijakan the Fed masih tetap menjadi perhatian pasar dan dapat menyebabkan volatilitas dalam jangka pendek. 

Dia menilai, kondisi di pasar Asia berbeda dengan pasar global. Di kawasan Asia justru terjadi perbaikan sentimen. Risiko resesi negara-negara di kawasan Asia jugalebih rendah. Hal ini disebabkan oleh relatif rendahnya kenaikan suku bunga di kawasan pada tahun lalu dan inflasi pun relatif lebih terkendali. 

"Relaksasi kebijakan Zero Covid di China membawa dampaknya positif yang berantai bagi ekonomi Asia," kata Katarina dalam konferensi pers, Selasa (17/1/2023).

Selain itu, nilai tukar mata uang negara-negara di Asia pun mulai tertopang dengan meredanya penguatan USD.

"Perbaikan sentimen di kawasan Asia justru mendorong terjadinya perpindahan investor dari kawasan yang sudah berkinerja unggul menuju kawasan yang dianggap telah jenuh jual (oversold). Efeknya dirasakan di pasar saham Indonesia,” ujar Katarina. 

Sedangkan, arus dana asing yang masuk ke pasar saham Indonesia di sepanjang 2022 tercatat sebesar USD 4,4 miliar. Namun, pada akhir tahun lalu, dana asing terlihat bergerak keluar dari pasar saham Indonesia sebesar USD 0,4 miliar pada kuartal IV 2022.

"Secara umum, pembukaan kembali perekonomian China dapat berdampak positif terhadap perekonomian Indonesia karena China merupakan mitra dagang utama dari Indonesia," ujar dia.

 


Sentimen yang Bayangi Rupiah

Ilustrasi Mata Uang Rupiah. Kredit: Mohamad Trilaksono (EmAji) via Pixabay

Katarina juga menjelaskan terkait pasar domestik. Ia mengatakan, proyeksi perlambatan ekonomi global dan berkurangnya besaran kenaikan Fed Rate akan mengurangi tekanan terhadap Rupiah pada 2023.

"Meningkatnya likuiditas valas pada perbankan dalam negeri, seiring dengan naiknya tingkat suku bunga deposito valas, terutama untuk eksportir, turut menopang kenaikan cadangan devisa pada November 2022 dan pada akhirnya ikut menopang stabilitas Rupiah," kata dia.

Selain itu, pada 2023, inflasi diperkirakan lebih terkendali seiring dengan normalisasi harga komoditas dan semakin meredanya lonjakan kenaikan harga akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pada 2022. 

Dengan fundamental makro ekonomi Indonesia yang kuat dan imbal hasil obligasi Indonesia yang menarik, tentunya kedua hal ini akan ikut mendorong kuatnya arus masuk dana asing ke pasar obligasi Indonesia.

Katarina menjelaskan, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan masih relatif stabil dan cukup jauh dari kemungkinan resesi yang mengancam kawasan negara maju. 

 


Inflasi Relatif Terjaga

Ilustrasi Inflasi (Sumber: Pixabay)

Ekonomi indonesia masih ditopang oleh konsumsi domestik yang terjaga. Konsumsi rumah tangga  menyumbang lebih dari 50 persen pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kenaikan UMR yang tinggi untuk 2023 juga menjadi salah satu faktor yang dapat mendukung daya beli konsumen di tahun depan. 

Selain itu, inflasi di Indonesia juga terjaga dengan relatif baik. Sepanjang 2022, inflasi umum tercatat sebesar 5,51 persen you sedangkan inflasi inti stabil di kisaran 3,36 persen yoy.

Penyebab utama tren penurunan inflasi di Indonesia yaitu stabilitas harga pangan dan berkurangnya second round effect dari kenaikan harga BBM. 

Dalam jangka panjang, stabilitas eksternal Indonesia didukung oleh meningkatnya ekspor logam dasar dan maraknya penanaman modal pada sektor logam dasar serta pertambangan, yang sudah mulai terlihat sejak 2022. 

"Hal tersebut akan menopang neraca transaksi berjalan serta nilai tukar Rupiah lebih lagi ke depannya," ujar dia.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya