Sidang Tuntutan Richard Eliezer Kasus Brigadir J, Terancam Hukuman Mati, Berstatus Justice Collaborator

Sempat tertunda, Richard Eliezer atau Bharada E akan hadapi sidang tuntutan pada Rabu, 18 Januari 2023 terkait kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J.

oleh Agustina Melani diperbarui 18 Jan 2023, 06:22 WIB
Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E (kiri) bersiap menjalani sidang perdana terkait kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (18/10/2022). Eliezer didakwa dengan Pasal 340 KUHP Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke 1 Subsider Pasal 338 KUHP Juncto Pasal 54 Ayat 1 ke 1. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Putri Chandrawathi dan Richard Eliezer atau Bharada E akan menjalani sidang tuntutan terkait kasus pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J pada Rabu, (18/1/2023). Sidang lanjutan ini digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Sidang tuntutan terhadap Bharada E ini seharusnya digelar pekan pekan lalu tetapi ditunda satu minggu atas permintaan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Mengutip Kanal News Liputan6.com, JPU menunda sidang lanjutan tuntutan lantaran masih menunggu salah satu terdakwa yaitu Putri Candrawathi.

Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso pun memberikan waktu satu minggu kepada JPU menyiapkan berkas tuntutan.

"Baik, oleh karena tadi alasan JPU saudara terdakwa bahwa kesaksian atau keterangan PC belum masuk dalam surat tuntutan saudara, maka jaksa meminta waktu untuk ditunda. Jadi minggu depan persidangan yang akan datang adalah JPU untuk bacakan tuntutan bersama terdakwa yang lain,” tutur dia, 11 Januari 2023.

Adapun berdasarkan data dari Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, jadwal sidang tuntutan Putri Candrawathi dan Bharada E dilaksanakan pada Rabu, 18 Januari 2023.

Richard Eliezer didakwa melakukan tindak pidana pembunuhan berencana terhadap Brigadir J. Hal itu dilakukan bersama dengan Ferdy Sambo, Putri Candrwathi, Ricky Rizal atau Bripka RR dan Kuat Ma’ruf. Mereka didakwa terlibat dalam kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J pada 8 Juli 2022 di rumah dinas Komplek Polri Duren Tiga Nomor 46, Jakarta Selatan.

Dalam surat dakwaan jaksa menyebutkan, mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan dan turut serta melakukan perbuatan, dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain. Atas perbuatan itu, mereka didakwa melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan hukuman paling berat sampai pidana mati.

 


Apa Itu Justice Collaborator?

Terdakwa kasus pembunuhan Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J), Richard Eliezer saat mengikuti sidang di Pengadilan Jakarta Selatan, Rabu (11/1/2023). Sidang pembacaan tuntutan diundur karena hari ini jaksa penuntut umum (JPU) belum merampungkan berkas tuntutan kasus. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Adapun dalam kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J, Bharada E juga menjadi justice collaborator. Pada 8 Agustus 2022, melalui kuasa hukum Muhammad Boerhanuddin, Bharada Eliezer mengajukan diri sebagai justice collaborator.

Pengajuan Bharada E sebagai justice collaborator disetujui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Hal itu disampaikan Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo. "Iya permohonannya dikabulkan tadi malam ya jam 7," ujar Ketua LPSK, Hasto Atmojo saat dihubungi, Sabtu, 13 Agustus 2022.

Lalu apa itu justice collaborator?

Mengutip laman lk2fhui.law.ui.ac.id, Justice Collaborator (JC) merupakan sebutan bagi pelaku kejahatan yang bekerja sama dalam memberikan keterangan dan bantuan bagi penegak hukum.

JC itu akan mendapatkan penghargaan yang dapat berupa penjatuhan pidana percobaan bersyarat khusus, pemberian remisi dan asimilasi, pembebasan bersyarat, penjatuhan pidana paling ringan di antara terdakwa lain yang terbukti bersalah, perlakuan khusus dan sebagainya.

Kapan status justice collaborator diberikan?

Mengutip Kanal News Liputan6.com, pelaku tindak pidana tidak begitu saja menjadi justice collaborator (JC). Ada syarat dan sejumlah ketentuan yang harus dilakukan untuk menjadi JC atau saksi pelaku yang bekerja sama.

Seorang pelaku dapat dinyatakan sebagai JC jika memiliki keterangan dan bukti yang sangat signifikan untuk mengungkap tindak pidana, bukan pelaku utama, serta mengungkap pelaku-pelaku yang memiliki peran lebih besar.

Lantas kapan status justice collaboration diberikan? Jika didasarkan pada UU Perlindungan Saksi dan Korban tahun 2014, aparat penegak hukum dapat memberikan status tersebut sejak proses penyidikan. Demikian dilansir dari laman resmi antikorupsi.org

Meski ada sejumlah pandangan yang menghendaki status JC diberikan setelah calon JC menyampaikan keterangannya sebagai saksi di persidangan. Pendapat ini didasarkan pada kekhawatiran bahwa calon JC tidak mengungkap keterangan yang benar ketika bersaksi di persidangan.

Pada saat saksi pelaku menjadi justice collaborator, perlindungan hukum akan diberikan, karena dinilai rentan mengalami ancaman atau risiko yang mengarah pada tindak pidana lainnya.

 


Dasar Hukum Justice Collaborator

Terdakwa kasus pembunuhan Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J), Richard Eliezer usai mengikuti sidang di Pengadilan Jakarta Selatan, Rabu (11/1/2023). Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menunda sidang pembacaan tuntutan terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Untuk diketahui, di Indonesia dasar hukum justice collaborator telah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Di antaranya sebagai berikut:

1. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban

2. Undang-undang Nomor 31 tahun 2014 (perubahan atas UU Nomor 13 tahun 2006) tentang Perlindungan Saksi dan Korban

3. Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 4 Tahun 2011

4. Peraturan Bersama Menteri Hukum dan HAM, Jaksa Agung, Kapolri, KPK

5. LPSK tentang Perlindungan Bagi Pelapor, Saksi Pelapor, dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama.

Saat pelaku pidana menjadi justice collaborator, dia akan memperoleh perlindungan hukum. Bahkan kesaksian pelaku bisa menjadi pertimbangan bagi majelis hakim untuk meringankan pidananya. Hal ini merujuk pada Pasal 10 UU Nomor 13 Tahun 2006. 

 

 


Syarat Pelaku Pidana Menjadi Justice Collaborator

Terdakwa kasus pembunuhan Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J), Richard Eliezer saat mengikuti sidang di Pengadilan Jakarta Selatan, Rabu (11/1/2023). Sidang pembacaan tuntutan diundur karena hari ini jaksa penuntut umum (JPU) belum merampungkan berkas tuntutan kasus. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Lantas, syarat apa saja yang dibutuhkan untuk menentukan seseorang sebagai saksi pelaku yang bersedia bekerja sama atau justice collaborator?

Merujuk pada Surat Edaran (SE) Ketua Mahkamah Agung Nomor 04 Tahun 2011, berikut sejumlah syarat yang perlu diperhatikan:

- Orang yang bersangkutan adalah pelaku tindak pidana yang mengakui kejahatannya dan bukan sebagai pelaku utama dalam kejahatan tersebut.

- Orang yang bersangkutan memberikan keterangan sebagai saksi dalam proses peradilan.

- Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan bahwa orang yang bersangkutan sudah memberi keterangan dan bukti yang signifikan sehingga penyidik dan/atau penuntut umum dapat mengungkap tindak pidana yang dimaksud secara efektif, sekaligus mengungkap pelaku lain yang punya peran lebih besar dalam tindak pidana.

- Saksi pelaku dapat memperoleh keringanan dari hakim atas bantuannya, bisa berupa menjatuhkan pidana percobaan bersyarat khusus dan/atau menjatuhkan pidana penjara paling ringan di antara terdakwa lain yang terbukti bersalah.

- Hakim wajib mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat dalam memberikan keringanan terhadap saksi pelaku.

- Ketika mendistribusikan perkara, ketua pengadilan memberikan perkara-perkara yang diungkap saksi pelaku kepada majelis yang sama sejauh memungkinkan.

- Ketua pengadilan juga sebaiknya mendahulukan perkara-perkara lain yang diungkap oleh saksi pelaku yang bekerja sama.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya