Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe dalam kondisi sehat. KPK menduga, Lukas Enembe sengaja memperlihatkan diri tidak sehat untuk menghindari pemeriksaan penyidik terkait kasus suap dan gratifikasi yang menjeratnya.
"Mungkin cenderung tidak mau menjawab, mungkin, barang kali. Bukan yang bersangkutan tidak sehat, tetapi barang kali yang bersangkutan cenderung tidak mau menjawab penyidik," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam keterangannya, Rabu (18/1/2023).
Baca Juga
Advertisement
Alex memastikan, pihaknya tidak ambil pusing atas sikap Lukas tersebut. Menurut Alex, sebagai tersangka Lukas memiliki hak ingkar maupun tidak menjawab saat diperiksa.
"Tidak menjawab pun itu dipersilakan kepada yang bersangkutan. Seperti itu prinsipnya," kata Alex.
Lebih lanjut, Alex menegaskan bahwa Lukas belum perlu dibawa ke luar negeri untuk berobat. KPK menilai, tenaga kesehatan di Indonesia masih mampu menangani kondisi Gubernur nonaktif Papua tersebut.
Alex menegaskan pengobatan Lukas Enembe ke luar negeri harus atas rekomendasi dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) serta tim medis dari Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD).
Menurut Alex, jika ada rekomendasi, maka KPK siap memfasilitasi pengobatan Lukas ke luar negeri dengan alasan tenaga kesehatan di Indonesia tidak mampu menangani.
"Tetapi dari hasil pemeriksaan dokter di RSPAD dan IDI, yang bersangkutan dinyatakan sehat. Kalau ada gangguan kesehatan, hipertensi, itu kan karena faktor usia. Mungkin juga karena kondisi badan yang bersangkutan, dan itu sudah bisa diatasi lewat pemeriksaan yang bersangkutan di RSPAD," kata Alex.
Lukas Enembe Dilarikan ke RSPAD
Diketahui, Lukas Enembe sempat dilarikan ke RSPAD Gatot Subroto, Jakarta saat menjalani pemeriksaan di Gedung KPK pada Selasa, 17 Januari 2023 kemarin. Lukas beralasan sakit, namun pihak RSPAD menyatakan kondisi Lukas baik-baik saja.
KPK menjerat Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua. Lukas Enembe diduga menerima suap atau gratifikasi sebesar Rp10 miliar.
Selain itu, KPK juga telah memblokir rekening dengan nilai sekitar Rp76,2 miliar.
Kasus ini bermula saat Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijatono Lakka mendapatkan proyek infrastruktur usai melobi Lukas Enembe dan beberapa pejabat Pemprov Papua. Padahal perusahaan Rijatono bergerak dibidang farmasi.
Kesepakatan yang disanggupi Rijatono dan diterima Lukas Enembe serta beberapa pejabat di Pemprov Papua di antaranya yaitu adanya pembagian persentase fee proyek hingga mencapai 14 % dari nilai kontrak setelah dikurangi nilai PPh dan PPN.
Advertisement
Suap dan Gratifikasi 3 Proyek Senilai Puluhan Miliar
Setidaknya, ada tiga proyek yang didapatkan Rijatono. Pertama yakni peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar. Lalu, rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar. Terakhir, proyek penataan lingkungan venue menembang outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.
Dari tiga proyek itu, Lukas diduga sudah menerima Rp1 miliar dari Rijatono.
Dalam kasus ini, Rijatono disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu, Lukas disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.