Intip Proses Pembuatan Batik Jumputan Bersama Kawan Down Syndrome dari Bandung

Penyandang down syndrome bisa memiliki keahlian tersendiri jika dibimbing dengan baik. Hal ini dibuktikan oleh penyandang down syndrome dari Bandung, Rizqi Rabiutsani.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 19 Jan 2023, 10:00 WIB
penyandang down syndrome dari Bandung, Rizqi Rabiutsani belajar membuat kain jumputan. Foto: Dok pribadi.

Liputan6.com, Jakarta Penyandang down syndrome bisa memiliki keahlian tersendiri jika dibimbing dengan baik. Hal ini dibuktikan oleh penyandang down syndrome dari Bandung, Rizqi Rabiutsani.

Salah satu kegiatan Rizqi yang bisa menjadi inspirasi bagi penyandang down syndrome atau disabilitas lain adalah belajar membuat batik jumputan.

Kain atau batik jumputan adalah corak yang dibuat tanpa canting. Pembuatannya cenderung lebih sederhana dengan cara dicubit atau di-jumput dalam bahasa Jawa kemudian diikat dan diwarnai.

Batik yang juga biasa disebut dengan batik ikat celup ini merupakan salah satu batik yang sering dijumpai di pasaran. Biasanya, jenis batik satu ini memiliki gradasi tiga warna, motif bunga, dan beragam motif lainnya.

Melansir Merdeka, batik jenis ini pertama kali muncul di negeri Tiongkok. Setelah itu, teknik ini menyebar ke India dan oleh para saudagar dari India membawanya ke Indonesia saat melakukan misi perdagangan. Meski begitu, ada sumber lain yang menyebutkan bahwa teknik jumputan sebenarnya berasal dari kebudayaan bandhu.

Terlepas dari sejarahnya, teknik batik jumputan saat ini tengah diminati oleh masyarakat Indonesia. Hal ini karena batik jumputan memiliki beragam variasi motif yang unik dan menarik.


Mengikat Kain

penyandang down syndrome dari Bandung, Rizqi Rabiutsani belajar membuat kain jumputan. Foto: Dok pribadi.

Ibu Rizqi, R.S. Shabariyah menjelaskan bagaimana buah hatinya menjalani kegiatan tersebut.

“Belajar membuat kain jumputan ini dilakukan bersama pelatihnya Bu Mona. Dari awal kain putih, yang harus diikat-ikat sesuai keinginan,” kata ibu yang karib disapa Shaba kepada Disabilitas Liputan6.com melalui pesan teks belum lama ini.


Mewarnai Kain

Proses mewarnai kain jumputan. Foto: dok pribadi.

Setelah kainnya diikat menggunakan karet, kain itu dicelup ke dalam air berpewarna lalu dimasak hingga airnya mendidih.

“Memasak kain untuk pewarnaan masih dilakukan oleh pelatihnya karena takut anak-anak celaka oleh air panasnya," kata Shaba.


Menjemur Kain

Proses menjemur kain jumputan oleh anak-anak down syndrome. Foto: dok pribadi.

Setelah pewarna menyerap ke dalam serat kain, maka kain dapat ditiriskan, diperas, lalu dijemur dengan cara diangin-anginkan.

“Setelah dimasak setengah jam, didinginkan lalu dijemur dengan diangin-anginkan,” kata Shaba.


Membuka Ikatan Kain

Kain jumputan karya penyandang down syndrome Rizqi Rabiutsani. Foto: Dok pribadi.

Setelah kain kering, maka ikatan boleh dibuka. Saat dibuka, barulah terlihat motif batik jumputan yang khas dengan lingkaran-lingkaran dan garis sederhana. Kain-kain ini dapat dibuat untuk berbagai macam produk. Seperti baju, dompet, celana, dan lain-lain.


Produk Kain

Produk kain batik jumputan karya penyandang down syndrome. Foto: dok pribadi.

Hasil karya Rizqi sudah sempat digunakan untuk membuat seragam tari tradisional. Penyandang down syndrome yang kini menginjak usia 20 tersebut menggunakan karyanya untuk menari di Balai Kota Bandung dalam rangka perayaan Hari Disabilitas Internasional (HDI) 2022.


Dapat Sertifikat

Rizqi menerima sertifikat pelatihan membuat kain jumputan. Foto: dok pribadi.

Pelatihan membuat kain batik jumputan sendiri dilakukan oleh Rizqi bersama Persatuan Orangtua dengan Anak-anak Down Syndrome (Potads) tanpa dipungut biaya alias gratis. Setelah tiga bulan latihan membuat kain jumputan, maka Rizqi berhak mendapatkan sertifikat. 

Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas. (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya