Liputan6.com, Lombok Tengah - Jelang peringatan hari lahir (harlah) 1 Abad NU Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB) bakal menggelar sejumlah rangkaian kegiatan. Salah satunya yang unik dan menarik, ialah jalan sehat sarungan.
Baca Juga
Advertisement
Selain performa unik dan menarik yang ditampilkan pseserta dalam kegiatan ini, panitia juga menyediakan door prize fantastis bagi peserta yang beruntung. Tidak tanggung-tanggung hadiah utamanya berupa umrah dan kendaraan.
Ketua Panitia H Suhaimi menyampaikan, jalan sehat sarungan ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan Harlah 1 Abad yang diselenggarakan oleh PCNU Lombok tengah dengan target peserta sebanyak 100 ribu warga nahdlyyin di Lombok Tengah.
Masih menurut Suhaimi, panitia merasa yakin bahwa jumlah peserta akan sesuai target yang diinginkan.
"Target peserta kami optimis tercapai mengingat masyarakat sudah menghubungi panitia" terangnya, dikutip dari laman NU, Selasa, (17/1/2023).
Terlepas dari uniknya jalan sehat sarungan dalam rangka memeriahkan harlah 1 Abad NU ini, yang jarang diketahui ialah mengenai makna filosofi ‘sarungan’ itu sendiri. Lantas apa makna filosofi sarungan?
Saksikan Video Pilihan Ini:
Makna Filosofi Sarungan
Melansir berbagai sumber, sarungan artinya memakai kain sarung. Pakaian ini identik dengan budaya pesantren. Dalam budaya pesantren atau lebih spesifik bagi kaum santri, sarung memiliki makna filosofi yang tinggi. Bahkan sarung bukan hanya dipakai santri putra saja, akan tetapi juga dipakai santri putri.
Sarung bagi para kaum santri merupakan akronim dari istilah 'sarune dikurung'. Dalam bahasa Jawa saru adalah sesuatu yang tidak layak dan patut untuk diperlihatkan. Jadi harus dikurung dan ditutupi.
Ini merupakan simbolisasi, agar manusia memiliki dan mengedepankan rasa malu, tidak sombong, tidak arogan, apa lagi sembrono.
Kemudian, makna filosofi sarungan sebagaimana dilansir dari duniasantri.co di antaranya adalah sebagai berikut.
Pertama, bahwa sarung merupakan pakaian yang sangat longgar. Itu artinya, kita harus selalu berusaha memberi ruang kebaikan kepada orang lain demi terjadinya sifat dan sikap takwa kepada Allah SWT.
Kedua, sarung tidak terikat dengan ikat pinggang, resleting, dan buah kancing. Ini menjadi filosofi bagi kita bahwa kita harus melepas ikatan-ikatan rasa tamak, takabur, dan sifat negatif lainnya.
Ketiga, sarung dapat dijadikan berbagai kemanfaatan. Seperti untuk menutup aurat, mengusir rasa dingin (selimut), sebagai alas duduk, bahkan dapat dijadikan sebagai penutup kepala di kala panas matahari.
Itu artinya, kita harus menjadi seseorang yang siap ditempatkan di mana saja. Mampu memberikan manfaat kepada siapa saja, serta dapat berperan sebagai apa pun (yang bernilai positif) di tengah kehidupan bermasyarakat.
Demikian beberapa makna filosofi sarungan yang merupakan salah satu pakaian khas yang dipakai oleh para santri.
Penulis: Khazim Mahrur
Advertisement