Liputan6.com, Bandung - Rokok elektrik disebut oleh dokter spesialis paru Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Jawa Barat Al Ihsan dapat memicu cedera akut di organ paru orang yang menghirup asapnya.
Alasannya, kandungan asap rokok elektrik mengandung zat iritasi yang lebih banyak dibandingkan dengan rokok tembakau yang dibakar.
Advertisement
Menurut dokter spesialis paru RSUD Jawa Barat Al Ihsan, Widhy Yudistira Nalapraya, racun dalam kandungan rokok yang dibakar yaitu 1.300 zat yang mengiritasi di antaranya 68 zat pemicu kanker.
"Justru jauh lebih berbahaya. Kalau yang dia rokok batangan (tembakau bakar), kita belum ada penelitian yang mencatatkan kejadian akut cedera paru akibat rokok belum ada. Tapi kalau cedera paru akibat vape atau rokok elektrik sudah banyak. Jadi itu lebih bahaya karena ada efek yang sifatnya akut," ujar Widhy dalam keterangannya di akun Youtube RSUD Al Ihsan ditulis Bandung, Kamis, 19 Februari 2023.
Widhy menerangkan dalam penelitian, menghisap asap rokok elektrik dapat memicu kanker. Dampak kesehatan ini serupa dengan bahaya menghisap rokok konvensional.
Meski dampak rokok konvensional lebih rendah tingkatan bahayanya dibandingkan rokok elektrik, tetapi Widhy meminta agar masyarakat segera menghentikan kebiasaan merokok.
Antara Perokok dan Covid-19
Kebiasaan merokok, ucap Widhy, dapat menyebabkan lingkungan sekitar terdampak. Dalam setiap kasus infeksi saluran napas dengan pasien anak ataupun perempuan, diketahui pemicunya terpapar asap rokok.
"Penyakit akibat rokok yang tiap tahun meningkat adalah kanker paru, asma karena asap rokok. Asma ini tidak hanya terjadi karena asap rokok, melainkan dapat pula menjangkiti ibu-ibu yang memasak dengan kayu bakar. Atau bekerja dengan bahan baku bahan kimia tanpa pelindung," kata Widhy.
Widhy menjelaskan pada masa pandemi lalu, bahaya merokok dengan tingginya paparan coronavirus disease 2019 (COVID-19) sangat berhubungan.
Mengutip dari penelitian ilmiah soal jumlah laki-laki perokok yang terpapar COVID-19 oleh Liu W dari Chinese Med, 2020, yaitu sebanyak 58,3 persen dan yang tidak merokok 41,7 persen.
Widhy menyebutkan dengan jumlah tersebut dapat disimpulkan rerata pasien COVID-19 perokok berjenis kelamin laki-laki lebih banyak 20 kali daripada pasien perempuan.
"Perokok jauh lebih tinggi terkena COVID-19 dibandingkan dengan yang tidak merokok. Karena kalau dia merokok, dia sering buka masker, dia jarang cuci tangan dan sering megang daerah wajah dan mulut. Makanya dia risiko terkena COVID dan perokok dipastikan komorbid yang diketahui saat terpapar COVID," tukas Widhy.
Advertisement