Liputan6.com, Jakarta Industri alas kaki Indonesia terus merambah pasar ekspor dunia. Salah satunya dilakukan oleh PT Venamon Footware Manufacturer yang merupakan produsen sepatu asal Bandung, Jawa Barat.
Venamon merupakan industri alas kaki yang berfokus pada produksi sepatu untuk kebutuhan militer. Per hari, Venamon mampu memproduksi sekitar 300 pasang sepatu guna memenuhi kebutuhan pasar dalam dan sekaligus untuk diekspor.
Advertisement
"Untuk pasar dalam negeri saat ini masih yang terbesar yaitu 90 persen, sedangkan ekspornya 10 persen," kata Direktur PT Venom Footware Manufacturer Henny Setiadi, dikutip Kamis (19/1/2023).
Saat ini, setidaknya ada 4 daerah tujuan ekspor sepatu produksi Venamon yaitu Amerika Serikat untuk Oxford Dress Shoes, Brunei Darussalam untuk DMS Boot, Arfika untuk Desert Boot dan Malaysia untuk Combat Boot.
"Kami saat ini ingin menyasar negara-negara tetangga," ungkapnya.
Henny menyatakan, untuk bisa menembus pasar ekspor, kuncinya yaitu inovasi dan mampu menjaga kualitas mutu dengan sederet standar yang telah tersertifikasi.
"Kami berupaya untuk terus beradaptasi dengan legalitas dan standar yang dibutuhkan. Dan kami tidak berhenti berinovasi untuk memenuhi kebutuhan pasar di dalam maupun luar negeri," jelas dia.
Meskipun memiliki segmen pada produk sepatu militer, namun produk sepatu besutan Venom telah memenuhi Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) hingga lebih dari 80 persen untuk beberapa produk tertentu.
"Untuk bahan baku mungkin 95 persen sudah dari lokal. Suplier kami berasal dari Tangerang dan wilayah Jawa Timur," tutup dia.
Kemenperin Ciptakan Aplikasi Jejaring untuk Industri Alas Kaki
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian menginisiasi pembentukan Indonesia Footwear Network (IFN) sebagai sebuah platform jejaring bagi pelaku industri alas kaki dan pendukungnya. Upaya ini bertujuan untuk membangkitkan gairah usaha para pelaku industri persepatuan di Indonesia di tengah dampak pandemi Covid-19.
“Platform IFN ini merupakan sebuah etalase yang menampilkan informasi pelaku bisnis usaha yang terdiri dari brand, supplier, dan produsen sehingga dapat diakses oleh seluruh pelaku usaha bidang alas kaki dan produk kulit,” kata Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA) Kemenperin, Gati Wibawaningsih di Jakarta, Senin (10/8/2020).
Dirjen IKMA menjelaskan, masa pandemi dan adaptasi kebiasaan baru saat ini menjadi sebuah tantangan bagi para pelaku industri dalam negeri, termasuk sektor industri kecil menengah (IKM). Mereka dituntut mampu lebih kreatif dan inovatif untuk mempertahankan usahanya.
“Jadi, agar pelaku usaha dapat memanfaatkan kondisi pasar saat ini, salah satu cara yang dilakukan dengan membangun jaringan antar pebisnis. Sehingga, mereka akan mendapatkan peluang kerja sama dan meningkatkan citra diri personal hingga company branding,” paparnya.
Gati menyampaikan, dengan konsep collect – connect – collaboration, IFN mengumpulkan data para pelaku industri alas kaki melalui etalase online berbasis situs web untuk mempermudah pengumpulan serta pencarian informasi dan profil berbagai usaha industri alas kaki dari sektor hulu sampai hilir.
Platform IFN ini juga dapat memberikan akses seluas-luasnya kepada sesama pelaku industri alas kaki maupun masyarakat umum yang tertarik dan berminat dalam pengembangan industri alas kaki. Bahkan, membuka peluang kolaborasi antara pelaku usaha dengan masyarakat umum, sehingga memberikan dampak positif yang saling menguntungkan.
“Jika bergabung di platform IFN, keuntungan yang diperoleh adalah berbagai manfaat dan kemudahan dari Balai Pengembangan Industri Persepatuan Indonesia (BPIPI), antara lain berupa informasi tentang profil produsen, supplier, local brand alas kaki bisa diakses oleh potensial buyer, investor, dan trader secara online,” sebutnya.
Advertisement
Keuntungan Lainnya
Keuntungan lainnya, promosi berkala profil IFN di platform media sosial seperti instagram, facebook, dan youtube. “BPIPI akan membuat media kampanye untuk para pelaku industri alas kaki di Indonesia, termasuk yang tergabung dalam IFN,” imbuhnya.
Gati mengungkapkan, pada masa pandemi ini terjadi perubahan yang cukup besar terhadap kinerja industri alas kaki. Hal ini berdasarkan data World Footwear Business Condition Survey – First Semester 2020, dalam hasil surveinya periode Januari hingga April 2020, konsumsi alas kaki dunia mengalami penurunan hingga 22,5 persen dan kinerja penjualan global turun hingga 74 persen.
Selain itu, daya beli masyarakat turun hingga 53 persen dan harga barang turun 43 persen. “Meskipun demikian, dampak pada lini produksi alas kaki, terutama sneakers justru mengalami kenaikan sebesar 42 persen. Hal ini disebabkan oleh bahan baku pembuatan sneakers yang umumnya berbahan dasar tekstil dan karet serta para produsen sneakers telah memiliki platform pemasaran online,” tuturnya.
Merujuk laporan World Footwear Yearbook tahun 2019, Indonesia merupakan pusat produksi alas kaki terbesar keempat di dunia dengan total produksi mencapai 1.271 juta pasang alas kaki. Indonesia juga merupakan negara eksportir produk alas kaki terbesar ketiga di dunia, dengan total 406 juta pasang alas kaki.
Sedangkan, Kemenperin mencatat, nilai ekspor industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki pada tahun 2019 mencapai USD5,12 miliar. Pada periode Januari-Juni 2020, ekspornya mencapai USD2,81 miliar atau meningkat 9,7 persen bila dibandingkan pada periode yang sama di tahun 2019 yang berada di angka USD2,56 miliar.