Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu RI) merespons laporan yang menyebutkan bahwa kapal China terpantau hilir mudik di Laut Natuna Utara sejak akhir Desember 2022.
Merujuk pada Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS), juru bicara Kemlu RI Teuku Faizasyah menyatakan bahwa fenomena tersebut tidak masalah.
Advertisement
"Secara hukum laut internasional, hak melintas kapal asing di laut bebas termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), diperbolehkan," ujar Faizasyah dalam press briefing mingguan di Kemlu RI, Kamis (19/1/2023).
"Dengan demikian, selama tidak melakukan aktivitas yang mengganggu hak berdaulat Indonesia di ZEE, hal itu diperbolehkan dalam kerangka hukum internasional," sambungnya.
Faizasyah juga menambahkan bahwa kapal yang melintas di wilayah itu bukan hanya kapal China, melainkan terdapat pula kapal-kapal asing lainnya.
Pernyataan bernada serupa sebelumnya juga telah disampaikan oleh KSAL Muhammad Ali.
Pengawasan oleh TNI AL
Pada Sabtu (14/1), KSAL Muhammad Ali mengatakan bahwa pihaknya telah mengerahkan kapal perang ke Laut Natuna Utara untuk memantau pergerakan kapal China.
"Kami mengerahkan sebuah kapal perang, pesawat patroli maritim, dan drone untuk memantau pergerakan kapal tersebut," ungkap Muhammad Ali seperti dikutip dari VOA Indonesia.
Ia menambahkan bahwa kapal China tidak melakukan aktivitas mencurigakan, "Meski demikian perlu kita pantau karena sudah lama berada di ZEE Indonesia."
Keberadaan kapal China terungkap melalui situs pelacak kapal Marine Traffic yang dikutip oleh Radio Free Asia (RFA) pada awal Januari.
"CCG 5901, kapal penjaga pantai terbesar di dunia, telah berada di area tersebut sejak 30 Desember," demikian menurut pelacak kapal Marine Traffic seperti dilansir RFA.
Advertisement
Diduga Menunjukkan Reaksi China
Pada awal tahun ini, pemerintah Indonesia telah menyetujui rencana pengembangan atau Plan of Development (POD) Pertama Lapangan Tuna di Wilayah Kerja atau Blok Tuna, perairan Natuna, yang terletak di ZEE Indonesia tapi masih di dalam apa yang disebut "sembilan garis putus-putus" yang digunakan China untuk mengklaim hak historis atas sebagai besar Laut China Selatan.
Kemudian bulan Desember 2022, Indonesia dan Vietnam juga mengatakan telah menyepakati batas ZEE. Kesepakatan kedua negara ini dinilai semakin membuat China kesal karena klaim Indonesia dan Vietnam juga masuk dalam "sembilan garis putus-putus"-nya.