Liputan6.com, Sukoharjo - Baru-baru ini muncul jenis wabah baru yang menjangkit hewan ternak sapi, yaitu Lumpy Skin Desease (LSD). Meski begitu, wabah ini tidak terlalu membahayakan dibandingkan dengan wabah PMK. LSD adalah penyakit kulit pada sapi yang memiliki gejala bentol-bentol pada kulit sapi.
Sapi yang terjangkit LSD ini, dagingnya masih layak dikonsumsi, dengan syarat proses memasaknya sempurna.
Wabah LSD sudah ada di wilayah Kabupaten Sukoharjo, dengan temuan 13 sapi terindikasi LSD. Virus menular dari vektor lalat dan nyamuk. Hal itu dibenarkan oleh Kepala Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Sukoharjo, Bagas Indaryatno saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (18/1/2023).
Bagas menyebut, ditemukan 13 ekor ternak yang bergejala penyakit kulit sapi atau LSD dan telah dilakukan pengobatan. Tiga ekor di antaranya langsung dipotong lantaran gejalanya sudah tumbuh bentol di kulit sapi itu.
Baca Juga
Advertisement
"Kita paksa potong 3 ekor, karena ini antisipasi penyebarannya meluas. Ternak yang kita potong lalu kulitnya kita musnahkan, dan kita liat jeroan dan dagingnya jika masih bagus bisa dikonsumsi," kata Bagas di Sukoharjo.
Menurutnya, meski bisa dikonsumsi tapi dirinya menyarankan pengolahan dagingnya melalui cara yang benar dan kulitnya harus dimusnahkan tidak bolah digunakan ataupun dikonsumsi.
"Asal proses memasaknya sempurna, boleh dikonsumsi. 10 ekor sapi lainnya masih menunggu hasil test laboratorium dan kita masih menunggu hasilnya," tutur dia.
LSD Tidak Mematikan seperti PMK
Pihaknya mengaku sudah melakukan langkah pencegahan LSD agar tidak meluas di wilayah Kabupaten Sukoharjo, yakni dengan cara memberikan edukasi kepada masyarakat agar melakukan penyemprotan terhadap vektor penyebab virus tersebut. Pihaknya meminta kepada masyarakat atau pemilik ternak untuk menjaga kebersihan kandangnya.
"Sosialisasi kepada warga untuk melakukan penyemprotan penyebab virus, yaitu lalat dan nyamuk. Dokter hewan kita turunkan, kita juga melakukan pengawasan lalu lintas hewan di rumah potong hewan atau pasar hewan," kata dia.
Dalam lima hari terakhir pihaknya mendapat laporan adanya sapi yang terindikasi terjangkit LSD, dan langsung ditolak sama warga untuk tidak digabungkan dengan sapi-sapi yang sudah ada di pasar hewan. Sapi yang terindikasi penyakit kulit itu berasal dari wilayah luar Sukoharjo.
"Masyarakat responnya sangat bagus dalam mengatasi masalah LSD ini. Beberapa hari lalu ada hewan terindikasi terjangkit LSD jadi kita sarankan tidak dibawa masuk ke Kabupaten Sukoharjo, dan kontrol masyarakat ini sangat baik," kata Bagas.
Dirinya berharap Pemerintah Provinsi atau kementerian terkait cepat tanggap melakukan gerakan vaksinasi LSD agar wabah tersebut tidak meluas. "Kami mengusulkan Pemprov untuk melakukan vaksinasi, sebagai upaya agar LSD tidak meluas. Kasian warga nanti nilai jual sapi turun," ucap dia.
Sementara itu, Dokter Hewan Dinas Pertanian dan Perikanan, drh Erny Prasetyaningrum memberikan informasi terkait penyakit kulit LSD itu disebakan oleh gigitan nyamuk dan lalat dan menyebabkan kulit sapi bentol-betol.
"Gejala awal yang nampak, nafsu makan menurun. Bentol-bentol dan semakin banyak hingga 14 hari lebih. Jika sudah ada tanda itu harus segera dilakukan pengobatan dan pencegahan agar tidak menular pada sapi lainnya," tutur dia.
Tak hanya itu, dia menyebut penyakit kulit LSD tidak mematikan lantaran hanya kulit yang diserang, berbeda dengan PMK yang bisa berakibat kematian pada sapi.
"Bahaya PMK karena penularannya lewat udara, sementara LSD ini yang diserang kulit dan bisa diobati. Tapi, bekas bentol-bentolnya tersebut memang tidak bisa pulih atau akan membekas. Ini menurunkan nilai jual sapi sapi ternak," kata drh Erny.
Advertisement