Liputan6.com, Jakarta - Ketua DPR RI Puan Maharani mengaku tidak diajak bicara Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal wacana reshuffle atau perombakan kabinet.
Puan menyerahkan kepada Jokowi sebagai pemilik hak prerogatif untuk mengevaluasi kinerja menterinya. Ia tidak mau ikut campur menilai siapa menteri yang pantas diganti.
"Saya enggak bisa katakan hal itu itu kan prerogatif presiden dan saya enggak diajak bicara ama presiden, jadi ya tanyakan sama presiden," ujar Puan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (19/1/2023).
Baca Juga
Advertisement
Puan mengatakan, Presiden Jokowi memiliki hak untuk menentukan perlu tidaknya reshuffle kabinet dilakukan, termasuk soal waktunya. Sebab presiden sebagai pemegang hak prerogatif.
"Jadi tentu saja presiden yang nanti akan menentukan kapan hari baiknya, kapan dilakukannya, apakah perlu dilakukan atau tidak," ujar Ketua DPP PDI Perjuangan ini.
Menurut dia, partai politik boleh saja mengingatkan atau memberi pandangan soal kinerja menteri yang pantas diganti. Tetapi, Puan secara pribadi tidak ingin mengevaluasi salah satu menteri Jokowi.
"Sebagai partai politik atau sebagai individu tentu saja kita boleh mengingatkan atau menyuarakan hal-hal yang dianggap mungkin tidak terlalu membantu kinerja dalam pemerintah dan lain sebagainya. Tapi sekali lagi reshuffle kabinet itu merupakan prerogatif presiden," ujar Puan Maharani.
"Jadi kita tunggu aja apa yang akan menjadi pertimbangannya dan kapan akan melakukan reshuffle jika memang akan dilakukan," pungkasnya.
Reporter: Ahda Bayhaqi
Merdeka.com
Djarot Minta Mentan dan Menteri LHK Dievaluasi
Sebelumnya, Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat meminta Jokowi mengevaluasi dua menterinya, yaitu Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya.
Kedua menteri tersebut merupakan politikus Partai NasDem. Djarot berharap ada penyegaran di internal kabinet agar bisa mendukung penuh kebijakan Presiden Jokowi.
"Mentan dievaluasi, Menhut dievalusi, Menteri Kehutanan ya. Harus dievaluasi. Semua menteri juga harus dievaluasi. Supaya apa? Supaya ada satu darah baru yang segar, yang bisa mendukung penuh kebijakan Pak Jokowi untuk menuntaskan janji-janji kampanyenya," ujar Djarot di Menteng, Jakarta, Jumat (23/12/2022).
Anggota Komisi IV DPR ini menyinggung masalah impor beras. Di tengah digemborkannya swasembada beras, harga beras justru naik. Saat musim panen dan harga beras naik, justru ada kebijakan impor.
"Termasuk yang prihatin ketika kita sudah di masa lalu, sudah gembar gembor swasembada beras, ternyata kita impor beras ketika harganya naik. Justru pemerintah harus intervensi dong. Saat musim panen dan harganya baik, kemudian dihajar sama beras impor," ujar Djarot.
"Yang parah nanti, yang sakit petaninya. Makanya kita di Komisi IV kita sampaikan coba buka data. Data yang fix yang sama baik itu oleh BPS, dimiliki Kementan, data dimiliki Bulog, data yang dimiliki Bappenas badan pangan nasional, buka, satukan. Perlu enggak kita impor, katanya masih cukup. Perlu enggak kita impor. Yang penting bagi kita harga beras stabil, petaninya bisa untung. Ini semua perlu dievaluasi," tegasnya.
Namun, Djarot mengembalikan lagi kepada Jokowi sebagai pemegang hak prerogatif apakah perlu beberapa menterinya diganti. Termasuk juga peluang partai yang belum masuk kabinet diajak bergabung.
"Wah kalau itu urusannya presiden. Itu hak prerogratif presiden. Kita hormati kita hargai kita berikan kesempatan kepada Pak Jokowi untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kabinet. Apakah perlu reshuffle atau tidak. Itu pun untuk kepentingan bangsa dan negara dan rakyat Indonesia," ujar Djarot.
Advertisement