Empat Ahli Kembali Dihadirkan di Sidang Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria

Ahli bahasa Andika Duta Bahari menjawab pertanyaan penasihat hukum tentang arti dari perintah 'cek' dan 'amankan' dalam hal koordinasi.

oleh Liputan6.com diperbarui 20 Jan 2023, 14:05 WIB
Terdakwa Agus Nurpatria bersalaman dengan kuasa hukum usai menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Rabu (19/10/2022). Agus Nurpatria menyalami kuasa hukum dengan penuh senyuman usai menjalani sidang dengan agenda pembacaan surat dakwaan kasus obstruction of justice atau perintangan proses penyidikan terkait perkara dugaan pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Terdakwa Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria kembali menjalani sidang dengan menghadirkan ahli meringankan dakwaan perkara obstruction of justice atau merintangi penyidikan kematian Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (19/1/2023).

Terdakwa Hendra kurniawan dan Agus nurpatria menghadirkan empat orang ahli yakni Prof Agus Surono selaku ahli pidana dari Universitas Pancasila, ahli bahasa yakni Prof Dr. Andika Duta Bahari dari Universitas Pendidikan Indonesia, ahli bahasa Dr. Frans Asis dari Universitas Indonesia, dan Dr Robin Tan Sulaiman ahli pidana forensik.

Pihak kedua terdakwa menggali keterangan ahli bahasa pidana, Profesor Agus Surono. Kuasa hukum Hendra dan Agus, Humisar Sahala Panjaitan awalnya menanyakan soal adagium "Lebih baik membebaskan 1.000 orang yang bersalah, daripada menghukum 1 orang yang tidak bersalah". Ahli pidana menerangkan, adalah subjektif hakim dalam menjatuhkan amar putusan berdasarkan Pasal 183 KUHAP.

"Prinsip untuk dapat tidaknya dimintai pertanggungjawaban pidana ada beberapa syarat, yakni kemampuan bertanggung jawab, unsur kesalahan, adanya penghapus pidana, dan seterusnya. Tentu subjektif hakim dalam menilai, dalam menjatuhkan amar putusan berkoridor pada Pasal 183 KUHAP," ungkap Agus.

Sedangkan ahli pidana forensik Dr Robin Tan menjawab pertanyaan penasihat hukum Sahala Panjaitan yakni mengenai perintah atasan ke bawahan merupakan bagian dari proses pembuktian dari perkara.

"Ya pastilah," singkat Dr. Robin

Selanjutnya ahli bahasa Andika Duta Bahari menjawab pertanyaan penasihat hukum Sahala Panjaitan arti dari perintah 'cek' dan 'amankan' dalam hal koordinasi. Menurut Andika, ketiga kata tersebut tidak memiliki makna negatif dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

"Secara kamus, tidak ada pengertian khusus sepanjang bahwa orang diperintahkan itu tidak memiliki pengetahuan yang sama dengan yang memerintah," kata Andika.

Andika menjelaskan, perintah tersebut menjadi masalah ketika yang memerintah mengetahui, sementara yang diperintah tidak. Menurut dia, terdapat makna berbeda jika kedua belah pihak mengetahui adanya peristiwa tembak-menembak.

"Lain cerita kalau sama-sama mengetahui dari awal bahwa sudah terjadi tembak menembak, dan ketika dia mengatakan cek dan amankan. Kata cek dan amankan itu bisa jadi bahwa perintah mengamankan skenario orang yang menyuruh," jelasnya

Oleh karena itu, Andika menegaskan situasi tersebut harus dibuktikan di persidangan, soal pengetahuan seseorang yang disuruh tersebut. Menurutnya, substansi permasalahan peristiwa itu terkait latar belakang pengetahuan pihak yang disuruh dan menyuruh.

"Sementara di satu sisi atasannya ternyata mempunyai maksud terselubung dan itu ternyata dikemudian hari terbukti adalah hal jahat. Ini yang menjadi masalah," imbuhnya.


Melaksanakan Perintah Sambo

Diketahui, Agus Nurpatria melaksanakan perintah Ferdy Sambo yang diteruskan melalui Hendra Kurniawan untuk cek dan amankan DVR CCTV di TKP kematian Yosua di rumah dinas Ferdy Sambo pada 9 Juli 2022 atau sehari setelah kematian Yosua. Agus saat itu menjabat sebagai Kepala Detasemen A Biro Paminal Divisi Propam Polri dengan pangkat komisaris besar.

Mereka didakwa dengan dakwaan primer Pasal 49 jo Pasal 33 UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 48 ayat (1) jo Pasal 32 ayat (1) UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan/atau dakwaan primer Pasal 233 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 221 ayat (1) ke-2 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya