Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan sudah menerima laporan 40 suspek campak dari empat provinsi di Indonesia. Nusa Tenggara Barat, Sumatera Barat, Maluku Utara dan Papua sudah melaporkan suspek campak yang terjadi di awal tahun 2023 ini.
"Masih suspek ya, artinya masih perlu dikonfirmasi dulu ke lab apakah benar campak atau tidak," kata Direktur Pengelolaan Imunisasi Kemenkes RI Prima Yosephine pada Jumat, 20 Januari 2023 dalam konferensi pers Update Campak di Indonesia.
Advertisement
Mengenai jumlah suspek campak di tahun ini, Prima mengatakan jumlahnya belum terlalu besar.
"Masih sedikit tapi sudah ada suspek yang dikirim dari keempat daerah itu," lanjutnya.
"Jumlah suspeknya 40," kata Prima lewat pesan teks ke Health Liputan6.com.
Seseorang dinyatakan suspek campak bila mengalami gejala yang mengarah ke campak. Seperti demam, ruam kemerahan, batuk, pilek, serta bercak putih di dalam mulut.
Untuk mengetahui pasti terinfeksi virus campak atau tidak perlu dilakukan pemeriksaan penunjang. Seperti pemeriksaan darah tepi dan pemeriksaan antibodi IgM.
Di 2023 Kemenkes Optimistis Bisa Kendalikan Kasus Campak
Di kesempatan yang sama, Prima mengatakan bahwa Kementerian Kesehatan memprediksi di 2023 lebih bisa mengendalikan kasus campak. Lantaran sudah terjadi peningkatan imunisasi serta sudah dilakukan intervensi lewat Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN) di 2022.
Capaian imunisasi vaksin Campak Rubella dalam program BIAN 2022 di Jawa Bali melebihi target yakni 98 persen. Sayangnya, di luar Jawa dan Bali hanya 63 persen. Jadi, capaian imunisasi campak rubella secara nasional dalam program BIAN sebesar 72,7 persen dari target 95 persen.
"Kalau kita lihat dari cakupan imunisasi yang sudah lumayan dibandingkan 2020 dan 2021 serta ada intervensi BIAN. Sepertinya di 2023 agak lebih bisa mengendalian dan menekan kasus campak dibanding 2022," kata Prima.
Lewat peningkatan anak yang mendapatkan imunisasi vaksin campak rubella diharapkan angka kasus campak tidak sebesar 2022 yang mencapai 3.341. Di mana, angka ini 32 kali lipat jauh lebih tinggi dibandingkan pada 2021 yang 'hanya' 132.
Prima mengatakan, melonjaknya kasus tersebut karena keterbatasan Kemenkes untuk mencapai target pelayanan imunisasi rutin pada 2020 dan 2021. Seperti diketahui, saat itu adalah awal-awal COVID-19 menghantam sehingga banyak orangtua takut membawa anak keluar rumah.
Alhasil, di tahun itu cakupan imunisasi rendah yang membuat bila terjadi kasus campak maka penularan semakin cepat.
Advertisement
55 KLB Campak di 34 Kabupaten Kota pada 2022
Selama 2022, ada 55 Kejadian Luar Biasa (KLB) Campak yang tersebar di 12 provinsi di Indonesia selama 2022 tepatnya di 34 kabupaten/kota di 12 provinsi.
Penetapan KLB dikeluarkan dan diputuskan oleh pemerintah daerah masing-masing.
"Indonesia sepanjang tahun 2022 yang lalu sudah ada 12 provinsi yang mengeluarkan pernyataan KLB. Ini memang dikeluarkan oleh pemerintah daerah sebagaimana tertuang di dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 1501 Tahun 2010," ungkapnya.
"Jadi memang pemerintah daerah yang men-state (menyatakan) KLB."
Dijelaskan Prima, penetapan KLB Campak melalui perhitungan minimal ada dua kasus campak yang sudah terkonfirmasi pemeriksaan laboratorium (lab) Kemudian temuan kedua kasus campak yang ada mempunyai hubungan epidemiologi.
"Suatu daerah disebut KLB kalau ada minimal dua kasus campak di daerah tersebut yang memang sudah confirm secara lab dan kedua kasus ini memiliki hubungan epidemiologi. Itu baru disebut KLB," jelasnya.