Liputan6.com, Jakarta - Anak muda sekarang ini cenderung melakukan segala sesuatu secara berlebihan. Bukan tanpa sebab, seiring dengan berkembangnya zaman, seseorang dituntut untuk bisa melakukan semua hal. Padahal, kemampuan tiap orang tentu ada batasnya, termasuk mereka yang berusia muda.
Dengan melakukan atau memikirkan segala sesuatu yang berlebihan ternyata bisa memicu seseorang mudah stres. "Biasanya mereka yang mudah mengalami stres di usia produktif antara 21-30 tahun karena terlalu banyak yang ingin dicapai," ucap psikolog klinis Tara Adhisti de Thouars, ditemui di acara Bintang Crystal Chill Museum, di M-Bloc Space Jakarta, Jumat, 20 Januari 2023.
"Rasa stres itu bisa menimbulkan istilah krisis identitas quarter life crisis, hustle culture, atau fomo. Di usia ini,banyak banget tuntutan dan tantangan yang harus dijalankan padahal di usia ini mereka belum sepenuhnya matang," tambah Tara.
Baca Juga
Advertisement
Tara menambahkan, ketika seseorang menghadapi tantangan kehidupan, biasanya orang cenderung overwork, overthinking, dan over screentime, sehingga berdampak pada fisik dan mental. Padahal, sesuatu yang berlebihan tentunya tidak baik, termasuk dalam hal bekerja.
"Kerja itu kan bagus, tapi kalau dilakukan berlebihan sehingga bikin kita merasa bersalah saat sedang istirahat, maka itu bisa jadi rmasalah," terang Tara.
"Mau tidur mikir besok mau melakukan apa atau malah jadi main gadget dan waktu tidur berkurang. Makanya, penting untuk menyeimbangkan kehidupan. Kita kerja tapi tetap bisa istirahat dan chill," tambahnya.
Kegiatan Interaktif
Tara mengungkapkan beberapa ciri dari seseorang yang sudah melakukan segala sesuatu berlebihan. Dampak yang jelas terasa adalah perubahan pada fisik dan mental. "Overwork itu butuh tenaga dan pikiran jadi kita bakalan capek, tubuh kita tegang-tegang semua, kepala atau leher dan bahu tegang," jelas dia.
Sedangkan overthinking, menurut Tara, bisa menyebabkan gangguan pencernaan seperti gerd lambung, kepala pusing karena kurang istirahat, dan mood jadi sensitif. Akibatnya, aktivitas pun terganggu.
Seiring dengan fenomena tersebut, salah satu produk bir Indonesia, Bir Bintang bekerja sama dengan Haluu World menghadirkan Bintang Crystal Chill Museum. Lewat museum itu, pengunjung akan “diingatkan” mengenai hal-hal berlebihan yang kerap dilakukan melalui berbagai kegiatan interaktif.
Pengingat ini akan hadir di berbagai ruangan yang perlu ditelusuri oleh pengunjung. Tiga ruangan utama ini dibuat dengan konsep immersive exhibition, yang terinspirasi dari berbagai permasalahan over yang sering dialami oleh generasi muda saat ini, yaitu Overthink, Overwork, dan Over Screentime.
Advertisement
3 Tema
Setelah berhasil menanjak ruangan Overwork, pengunjung akan diingatkan untuk bersantai dengan masuk ke kolam bola yang menyenangkan dan menarik untuk diabadikan. Di ruangan terakhir, pengunjung akan diingatkan untuk tidak Over Screentime, dan diingatkan untuk lebih mengutamakan dan menikmati pertemuan secara langsung, bukan hanya mementingkan pencitraan di media sosial.
"Momen chill ini ingin selalu kami ingatkan ke para konsumen kami, terutama di tengah kesibukan yang kadang over atau berlebihan," ujar Jessica Setiawan, Marketing Director Multi Bintang Indonesia.
"Kami ingin berbagi momen chill ini dengan teman-teman di tengah kesibukan yang kadang berlebihan. Kami menghadirkan BINTANG Crystal Chill Museuum yang akan menawarkan pengalaman interaktif dan seru sekaligus menjadi pengingat yang berkesan," lanjutnya.
Konsep ruang yang ada di Crystal Chill Museuum juga melibatkan anak-anak muda dari Haluu World. Menurut Co-Founder Haluu World, Norine Wibowo, setiap sudut ruangan telah didesain semenarik mungkin untuk menyampaikan pesan serta menjadi spot foto yang digemari oleh anak-anak muda. "Semoga teman-teman yang datang berkunjung bisa menangkap pesan penting bahwa kita harus meluangkan waktu untuk bersantai dan menikmati momen chill," terang Norine.
Kata-kata Positif
Museum mini itu bisa dinikmati secara gratis untuk pengunjung berusia 21 tahun ke atas mulai 21 Januari-29 Januari 2023. Selama sepekan lebih, museum ini juga menampilkan sejumlah talenta muda dalam negeri di antaranya Dikta Wicksono, Reality Club, Adhytia Sofian, Marcello Tahitoe, Sal Priadi, Cantika Abigail, dan Oslo Ibrahim.
Psikolog Fakultas Psikologi UGM Nida UI Hasanat menjelaskan, 'overthinking' dimaknai sebagai cara berpikir yang berlebihan dan arahnya negatif. Namun, istilah overthinking ini mengalami pergeseran makna di masyarakat yang diartikan sebatas pemikiran berlebihan saja.
"Overthinking ini sebenarnya terjadi ketika memikirkan hal-hal yang belum terjadi," kata Nida, Senin (11/7/2022), melansir kanal Regional Liputan6.com, 12 Juli 2022.
Nida mencontohkan ada seorang mahasiswa mengalami kecemasan dan ketakutan saat akan melakukan presentasi. Padahal, semua ketakutan dan kecemasan tersebut belum tentu terjadi dan hanya berada dalam tataran pemikiran saja. "Kecemasan, ketakutan akan hal yang belum terjadi maupun masa depan ini muncul karena orang itu overthinking," ucapnya.
Nida menjelaskan cara mengatasi overthingking adalah dengan berpikir rasional, mengelola pikiran, dan segera menyadari jika yang dipikirkan sudah mengarah pada overthinking. Lalu, membangun pikiran positif agar tidak tenggelam dalam pemikiran negatif. Salah satunya dengan mengucapkan kata-kata positif pada diri sendiri, yang biasa disebut sebagai afirmasi.
Advertisement