Liputan6.com, Jakarta - Jakarta berencana menerapkan Electronic Road Pricing (ERP) atau kebijakan jalan berbayar di beberapa ruas jalan di kawasan Ibu Kota. Lantas, apakah emiten transportasi akan terdampak?
Analis Kiwoom Sekuritas, Abdul Azis mengatakan, kebijakan ERP ini kemungkinan tidak memberikan dampak terhadap emiten transportasi.
Advertisement
"Jika dilihat berdasarkan rancangan peraturan daerah DKI Jakarta adanya pengecualian terhadap kendaraan umum yang berpelat kuning," kata Abdul saat dihubungi Liputan6.com, ditulis Minggu, (22/1/2023).
Meski demikian, hasil final dari peraturan daerah yang akan mengatur ERP ini masih bisa ditunggu. "Tetapi kita dapat menunggu hasil final dari peraturan daerah yang akan mengatur ERP ini," kata dia.
Di sisi lain, emiten transportasi dinilai menarik. Hal itu disebabkan oleh pulihnya mobilitas masyarakat.
"Mengesampingkan soal ERP emiten transportasi masih menarik mengingat mulai pulihnya mobilitas masyarakat," ujar dia.
Bagi investor, Abdul merekomendasikan beli untuk saham PT Blue Bird Tbk (BIRD) dengan potensi kenaikan 7 persen hingga 12 persen.
Namun, yang perlu di perhatikan adalah kenaikan pada harga komoditas, khususnya minyak dunia serta tarif ERP yang bisa saja dapat dikenakan kepada beberapa emiten transportasi.
Sementara itu, Head of Institutional Equities RHB Sekuritas Indonesia, Michael Setjoadi menjelaskan, kebijakan ERP hanya untuk di beberapa ruas jalan di Jakarta. Maka sebab itu, kebijakan tersebut akan memberikan dampak yang besar bagi Blue Bird.
"Saya rasa dampak terbesar akan ke Blue Bird, jika pemain lainnya lebih banyak nationwide player. Jadi tidak terlalu berdampak," ujar Michael.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual saham. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Langkah Blue Bird
Diberitakan sebelumnya, Jakarta dikabarkan berencana untuk menerapkan Electronic Road Pricing (ERP) atau kebijakan jalan berbayar di sejumlah ruas jalan di kawasan Ibu Kota. Lantas, bagaimana nasib emiten transportasi?
PT BlueBird Tbk (BIRD) menjelaskan, pihaknya akan memasukkan tarif ERP sebagai tarif ekstra atau tambahan.
Direktur Utama PT Blue Bird Tbk, Sigit Djokosoetono mengatakan, tarif taksi Blue Bird sendiri tidak akan mengalami perubahan karena adanya ERP.
"Jika memang kebijakan ini disetujui dan diresmikan, tarif ERP akan kami perlakukan sama seperti halnya tarif jalan tol, yaitu sebagai tarif extra diluar biaya layanan taksi Blue Bird," kata Sigit kepada Liputan6.com, Kamis (19/1/2023).
Sigit menuturkan, Blue Bird juga menyiapkan sistem internet of things (IOT) pada setiap armada taksi.
"Hingga pada saat ini, kami telah menyematkan fitur IoT yang terdapat pada layar monitor kecil di dalam armada Bluebird. Layar tersebut memiliki fungsi untuk penunjuk argometer, informasi armada, serta informasi pengemudi yang bertugas," kata dia.
Advertisement
Pertahankan Penghitungan Tarif
Selain itu, layar tersebut juga digunakan pengemudi untuk memasukan biaya ekstra di dalam perjalanan jika terdapat biaya parkir atau pengguna melewati jalan tol yang menggunakan uang elektronik pengemudi Blue Bird.
"Blue Bird sendiri akan terus konsisten mempertahankan penghitungan tarif melalui argometer sebagai bentuk transparansi dalam beroperasi," kata Sigit.
Transparansi merupakan sebuah agenda yang ada di dalam visi keberlanjutan perusahaan, yaitu BlueCorps, di mana Blue Bird berkomitmen untuk menjalankan bisnis dengan mematuhi tata kelola perusahaan yang berkelanjutan.
"Sebagai langkah antisipasi, tentunya kami juga akan memberi edukasi kepada para pengemudi guna memastikan mereka memiliki wawasan yang lebih komprehensif terkait rute alternatif," kata dia.
Hal tersebut dilakukan sebagai upaya membantu penumpang yang ingin menghindari rute-rute tertentu yang terdampak ERP.
Rencana Jalan Berbayar ERP Sudah Dikenalkan di Singapura
Sebelumnya, Jakarta dikabarkan berencana untuk menerapkan Electronic Road Pricing (ERP) atau kebijakan jalan berbayar di sejumlah ruas jalan di kawasan Ibu Kota. Sebelum Jakarta, kebijakan ERP sebelumnya telah diperkenalkan di negara tetangga, yakni Singapura.
Mengutip laman resmi pemerintah Singapura, onemotoring.lta.gov.sg Jumat (13/1/2023) Electronic Road Pricing atau ERP merupakan sistem yang digunakan untuk mengelola kemacetan jalan. Tarif ERP umumnya ditetapkan dalam periode setengah jam.
Pengemudi akan dikenakan biaya ERP saat melewati gantri ERP selama jam operasionalnya. Namun, biaya ERP pada pengemudi di Singapura tergantung pada jenis kendaraan yang digunakan. Kendaraan yang berukuran lebih besar dapat dikenakan biaya yang lebih.
Selama jam sibuk, biaya ERP di Singapura dapat berubah setiap setengah jam untuk membantu melancarkan arus lalu lintas dalam jangka waktu yang lebih lama. Sementara jam berhentinya ERP beroperasi dijadwalkan setiap pukul 1 siang.
Negara itu pun membebaskan biaya ERP setiap hari Minggu dan hari libur nasional, termasuk pada malam Tahun Baru, Imlek, Hari Raya Idul Fitri, Deepavali dan Hari Natal.
Advertisement
Pemasangan IU untuk Penggunaan ERP di Singapura
Selain itu, Singapura juga memberikan pilihan rute alternatif bagi pengendara yang ingin menghindari pengenaan biaya ERP, yaitu dengan bepergian di luar jam operasional ERP, atau menggunakan angkutan umum. Di Singapura, tarif ERP ditinjau setiap kuartal dan disesuaikan selama musim libur sekolah pada bulan Juni dan Desember, berdasarkan kondisi lalu lintas saat itu.
Untuk Singapura, semua kendaraan yang terdaftar di negara itu harus memasang sistem In-vehicle Unit (IU) untuk bisa melewati gantri ERP yang beroperasi. Setiap IU ini dilengkapi dengan label yang menyatakan nomor IU.
Jika sebuah kendaraan tidak memiliki nomor IU, ada penalti sebesar 70 dolar Singapura untuk setiap gantry ERP yang beroperasi yang dilalui pengendara. IU di setiap kendaraan berkomunikasi dengan gantry ERP untuk memotong biaya ERP. Warga Singapura memasang IU di Pusat Inspeksi Resmi LTA (AIC) mana pun dengan biaya 155,80 dolar Singapura.