Liputan6.com, Jakarta Melihat jalannya persidangan untuk kasus kejahatan seperti pembunuhan yang diramaikan oleh para pendukung mungkin akan membuat Anda kebingungan.
Fenomena tersebutlah yang terjadi dalam persidangan Ferdy Sambo dan Richard Eliezer. Keduanya terlibat dalam kasus pembunuhan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat, dan sama-sama memiliki pendukung.
Advertisement
Para pendukung Ferdy Sambo dan Richard Eliezer senantiasa hadir dalam persidangan untuk memberikan semangat.
Bahkan, tak sedikit yang ikhlas mengeluarkan tenaga dengan berteriak dan menangis atas keputusan hakim maupun Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dinilai tidak adil.
Ternyata, hal ini terjadi bukan tanpa sebab. Fenomena memberikan dukungan hingga menyampaikan ketertarikan pada pelaku kejahatan tidak hanya terjadi di Indonesia semata.
Selama bertahun-tahun, fenomena mengidolakan terdakwa kasus pembunuhan sudah diteliti dan dicatat oleh Sheila Isenberg, seorang penulis buku Women Who Love Men Who Kill.
Mengutip keterangan pada laman Giddy, Sabtu (21/1/2023), hal tersebut terjadi pada pelaku pembunuhan terkenal seperti Richard Ramirez, Ted Bundy, dan Jeffrey Dahmer. Ketiganya ternyata juga memiliki banyak penggemar (fans) khusus.
Selama di penjara, masing-masing dari mereka mendapatkan surat dari para penggemarnya. Bahkan, beberapa diantara surat itu bersifat romantis dan mengandung unsur seksual.
Richard Ramirez dan Ted Bundy bahkan menikahi penggemarnya yang pernah mengirimkan surat cinta selama ia di penjara dan hadir di persidangan.
Bersikeras Idolanya Tidak Bersalah
Fenomena tersebut kemudian berlanjut kepada pelaku penembakan massal seperti Anders Breivik dan Nikolas Cruz. Keduanya turut dibanjiri oleh surat cinta selama berada di penjara.
Menurut Sheila, orang yang punya ketertarikan pada pelaku pembunuhan, entah itu ketertarikan romantis maupun seksual ternyata punya kepekaan sosial yang sangat dalam.
Dari sanalah, para penggemar bisa menyatakan cinta dan dukungannya untuk seseorang yang menurut kebanyakan orang pantas untuk dihina.
"Mereka akan bersikeras bahwa orang yang mereka cintai itu tidak bersalah sama sekali, dan mereka bukanlah orang yang kejam," ujar Sheila dalam bukunya.
Sedangkan menurut profesor psikologi di John Jay College of Criminal Justice, Elizabeth Jeglic, ada beberapa hipotesis yang bisa menyebabkan orang merasa tertarik pada pelaku kekerasan.
Advertisement
Bisa Ada Kaitannya dengan Hybristophilia
Hipotesis tersebut salah satunya dikaitkan dengan hybristophilia atau yang lebih dikenal dengan sindrom Bonnie and Clyde.
Hybristophilia sendiri merupakan suatu ketertarikan pada orang-orang yang telah melakukan tindak kejahatan, terutama kejahatan yang penuh kekerasan dan kekejaman.
John Money, psikolog yang pertama kali menjelaskan tentang kondisi ini pun mengungkapkan bahwa orang-orang yang masuk kategori hybristophilia memang dapat menjalin hubungan dengan pelaku kejahatan. Bahkan, ketika mereka sudah masuk ke dalam penjara.
Hingga saat ini, kondisi terkait fenomena tersebut relatif belum benar-benar dipelajari. Hybristophilia dikenal sangat langka, dan tidak bisa dijadikan penyebab pasti dari semua dukungan yang diberikan pada pelaku kejahatan.
Ada Pengaruh Post Truth
Dalam kesempatan berbeda, Kriminolog Universitas Indonesia (UI), Adrianus Meliala pernah menjelaskan terkait hal ini. Menurutnya, fenomena mendukung, menyukai, hingga mengidolakan pelaku kejahatan ada kaitannya dengan post truth.
Pada era post truth, seseorang tidak akan ditampilkan secara utuh. Melainkan akan ditampilkan sisi-sisi yang hanya mau diperlihatkan pada orang lain.
"Dalam era post truth, soal suka itu bisa dibentuk atau diciptakan. Hal-hal yang buruk dari mereka bisa dipelintir jadi bagus," kata Adrianus pada Health Liputan6.com.
"Jadi sisi dimana publik tidak mau dengar atau lihat, ya tidak disajikan. Lama-lama publik mengira sebagian itu keseluruhan. Seluruh hal tentang orang itu adalah baik, padahal bisa saja tidak. Itulah sebabnya pembunuh yang dicitrakan ganteng bisa disukai," tambahnya.
Baca Juga
Advertisement