Tari Kiamat, Tari Penutup Syukuran Perkawinan di Lampung yang Dipentaskan 30 Tahun Sekali

Tari kiamat diperkirakan dibuat pada 1938

oleh Switzy Sabandar diperbarui 23 Jan 2023, 00:00 WIB
Ilustrasi seni tari. (Photo by Samantha Weisburg on Unsplash)

Liputan6.com, Lampung - Tari kiamat merupakan tarian penutup dari ruwah. Ruwah adalah syukuran tujuh hari tujuh malam perkawinan Keratuan Darah Putih di Lampung yang disebut nuhot.

Mengutip dari warisanbudaya.kemdikbud.go.id, tari kiamat dipentaskan oleh lima orang penari putri. Mereka memiliki gerak dan kostum yang sama, tetapi hanya ratu saja yang memakai talam atau nampan.

Nampan tersebut digunakan sebagai lapisan kaki yang melambangkan seorang penari merupakan perwakilan dari marga ratu. Tari kiamat diperkirakan dibuat pada 1938.

Pada 1938, tarian ini dipentaskan di pernikahan Muhammad Yakub Gelar Dalom Kesuma Ratu Gusti Raden Inten III. Pada 1968, pernikahan Muhammad Hasan Basri Gelar Khatu Batin Raden Inten IV juga mementaskan tarian ini. Pada 1998, pernikahan Erwin Syahrial S.Sos Gelar Dalom Kesuma Ratu Raden Inten IV juga menampilkan tarian ini.

Tarian ini hanya ditampilkan atau dilaksanakan maksimal 30 tahun sekali. Pasalnya, tarian ini dipentaskan untuk pernikahan pihak Keratuan Darah Putih.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:


Mengandung Nilai

Tari kiamat mengandung nilai-nilai pembelajaran di dalamnya, salah satunya kerja sama untuk mencapai sesuatu. Tarian ini juga bermakna agar orang dengan usia lebih muda bisa menghormati pemimpin, begitu juga sebaliknya.

Nilai lain yang terkandung adalah saling memaafkan. Oleh karena itu, setelah tari kiamat ditampilkan, para tetua dan muda-mudi diwajibkan untuk saling meminta maaf dan memaafkan.

Mengutip dari budaya-indonesia.org, tari kiamat yang dilaksanakan tujuh hari tujuh malam umumnya diisi dengan berbagai kegiatan. Pada hari pertama, dilaksanakan ngitai maju (menjemput pengantin) dan sudah dilaksanakan tata-titi adat yang disebut ngejajak.

Artinya, pengantin pria ikut menyusul seluruh pangeran, punggawa, punyimbang, topeng, dan muli-mekhanai. Ketika sampai, ia membunyikan atau menembak bedil sebanyak tiga kali dan dijawab oleh keluarga pengatin wanita dengan membunyikan bedil tiga kali. Selanjutnya, rombongan pengantin laki-laki datang ke rumah pengantin wanita.

Setelah dilakukan serangkaian ritual dan adat, pada hari terakhir tari kiamat terdapat pembagian daging untuk para punyimbang atau pemimpin adat yang diperoleh secara turun-temurun. Selain itu, juga ada pembagian kepala sapi atau kerbau untuk mili (puteri) mekhanai (mekhanai).

(Resla Aknaita Chak)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya