Biaya Haji 2023 Hampir Rp 100 Juta, YLKI: Alamaak, Besar Kali!

Kementerian Agama (Kemenag) mengusulkan biaya penyelenggaraan ibadah haji 2023 hampir menyentuh Rp 100 juta atau tepatnya Rp 98,8 juta per calon jamaah.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 22 Jan 2023, 19:00 WIB
Jemaah haji berkumpul di sekitar Jabal al-Rahma (Gunung Rahmat) saat menunaikan prosesi wukuf di Padang Arafah, tenggara Kota Suci Mekah, Arab Saudi, Senin (19/7/2021). Wukuf di Padang Arafah dua tahun terakhir berada dalam pembatasan karena pandemi corona virus COVID-19. (FAYEZ NURELDINE/AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Agama (Kemenag) mengusulkan biaya penyelenggaraan ibadah haji 2023 hampir menyentuh Rp 100 juta atau tepatnya Rp 98,8 juta per calon jamaah menuai banyak kecaman.

Dalam usulan ini memang biaya ibadah haji dibagi dua. Hanya 70 persen yang dibebankan kepada jamaah haji, atau sekitar Rp 69,1 juta. Sementara 30 persen sisa ditanggung oleh dana nilai manfaat sebesar Rp 29,7 juta.

Namun, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai, usul biaya haji 2023 Rp 69,1 juta dari aslinya Rp 98,8 juta pun masih terlalu besar dibanding ongkos di tahun sebelumnya.

"Alamaak, besar kali, dibanding biaya haji 2022 yang hanya sebesar Rp 39 jutaan. Biaya kenaikannya mencapai hampir 100 persen," tulis Tulus dalam pesan WhatsApp miliknya, Minggu (22/1/2023).

Ia khawatir, bisa jadi kenaikan ini berdampak terhadap calon jamaah haji yang tidak bisa berangkat, lantaran biayanya yang terlalu sulit digapai.

"Atau, dikhawatirkan jika pun berangkat mereka akan menjual aset miliknya, seperti tanah dan lain-lain," imbuh dia.

Oleh karenanya, ia memohon bantuan pemerintah dan DPR RI agar bisa lebih kooperatif terhadap biaya haji 2024 yang ramah kantong jamaah.

"Kita dorong agar DPR/pemerintah bisa mencari jalan keluar. Sehingga biaya haji 2023 dan seterusnya bisa lebih terjangkau oleh kantong masyarakat," tutur Tulus.


Kemenag: Skema Biaya Haji 2023 Lebih Berkeadilan

Jamaah haji mengelilingi Ka’bah dengan menjaga jarak di Masjidil Haram, kota suci Mekkah, Arab Saudi (31/07/2020) (Kementerian Media Saudi / AFP)

Sebelumnya, Kementerian Agama menetapkan komposisi Biaya Perjalanan Haji (Bipih) yang ditanggung jamaah dan penggunaan nilai manfaat secara lebih proporsional. Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Hilman Latief mengatakan, pemerintah mengajukan skema biaya haji lebih berkeadilan pada tahun 2023.

Alasannya untuk menjaga nilai manfaat menjadi hak seluruh jamaah haji, termasuk bagi mereka yang masih mengantri keberangkatan dan tidak tergerus habis.

"Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar nilai manfaat yang menjadi hak seluruh jemaah haji Indonesia, termasuk yang masih mengantri keberangkatan, tidak tergerus habis," ujar Hilman dalam keterangannya, Sabtu (21/1).

Hilman memaparkan, dana nilai manfaat sejak 2010 sampai 2022 terus mengalami peningkatan. Pada 2010 nilai manfaat dari hasil pengelolaan dana setoran awal yang diberikan jamaah hanya Rp4,45 juta. Sedangkan Bipih yang harus dibayar jamaah sebesar Rp30,05 juta. Komposisi nilai manfaat hanya 13 persen, dan 87 persen Bipih.

Nilai manfaat terus membesar menjadi 19 persen pada 2011 dan 2012, 25 persen tahun 2013, 32 persen tahun 2014, 39 persen tahun 2015, 42 persen tahun 2016, 44 persen tahun 2017, 49 persen pada tahun 2018 dan 2019.

Pada tahun 2022 penggunaan nilai manfaat naik menjadi 59 persen karena Arab Saudi menaikkan layanan biaya masyair secara signifikan.

"Kondisi ini sudah tidak normal dan harus disikapi dengan bijak," jelas Hilman.

Sementara pada tahun 2023 diusulkan nilai manfaat sebesar Rp29,70 juta atau 30 persen, dengan Bipih Rp69,19 juta atau 70 persen.

 


Nilai Manfaat

Jemaah haji kloter 1 embarkasi Solo mendarat perdana di Madinah, Sabtu (4/6/2022) sekitar pukul 09.58 waktu Arab Saudi (WAS). (Foto: Humas Kementerian Agama)

Nilai manfaat itu bersumber dari hasil pengelolaan dana haji yang dilakukan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Maka nilai manfaat menjadi hak seluruh jamaah haji di Indonesia, termasuk 5 juta orang yang masih menunggu antrian.

Nilai manfaat itu harus digunakan secara berkeadilan untuk menjaga keberlanjutan. BPKH juga belum bisa bekerja optimal sehingga belum dapat menghasilkan nilai manfaat yang ideal.

Bila BPKH tidak optimal dan komposisi nilai manfaat tidak proporsional, maka nilai manfaat akan tergerus dan diprediksi akan habis pada 2027. Bila itu terjadi jamaah haji tahun 2028 harus menanggung 100 persen biaya perjalanan haji.

"Jika komposisi Bipih (41%) dan NM (59%), dipertahankan, diperkirakan nilai manfaat habis pada 2027 sehingga jamaah 2028 harus bayar full 100%. Padahal mereka juga berhak atas nilai manfaat simpanan setoran awalnya yang sudah lebih 10 tahun," jelas Hilman. 


Lindungi Hak Nilai Manfaat

Jemaah haji mengelilingi Ka'bah tanpa menjaga jarak untuk pertama kalinya sejak awal pandemi virus corona di Masjidil Haram , di kota suci umat Islam Mekkah, Arab Saudi, Minggu (17/10/2021). Masjidil Haram di Kota Makkah Arab Saudi beroperasi dengan penuh. (AP Photo/Amr Nabil)

Maka itu pemerintah mengusulkan skema Bipih lebih besar yaitu 70 persen dan nilai manfaat 30 persen untuk haji tahun 2023. Hilman mengatakan, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas berupaya melindungi hak nilai manfaat seluruh jamaah haji.

"Mungkin usulan ini tidak populer, tapi Gus Men lakukan demi melindungi hak nilai manfaat seluruh jemaah haji sekaligus menjaga keberlanjutannya," jelas Hilman.

Infografis Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji 2022 per Jemaah (Liputan6.com/Trie Yas)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya