Liputan6.com, Jakarta - Menteri BUMN Erick Thohir meyakini, Indonesia tengah menjajaki langkah sebagai negara maju atau negara ekonomi besar dunia. Namun, negara adidaya semisal Uni Eropa kini sedang berjuang menghadapi resesi, dan tak ingin posisinya diambil alih negara berkembang seperti Indonesia.
Menurut Erick Thohir, niat Indonesia jadi negara besar sudah dirintis oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), lewat program hilirisasi untuk menciptakan nilai tambah dari setiap bahan mentah yang jadi harta karun Indonesia selama ini.
Advertisement
Namun, niatan itu sedikit terlambat, lantaran negara-negara importir besar sudah terlanjur menikmati kekayaan imbas penjualan produk yang berasal dari raw material Indonesia, semisal sawit ataupun nikel.
"Akhirnya apa, pertumbuhan ekonomi dan pembukaan lapangan kerja ada di negara lain. Akhirnya ketika boom daripada sumber daya alam ini lewat, akhirnya langsung kita juga terkena efeknya," kata Erick Thohir dalam Rilis LSI Januari 2022, Minggu (22/1/2023).
Tak ingin kekayaan Indonesia terus dikeruk, Erick menyatakan, Jokowi pada periode 2017-2018 memulai program hilirisasi sumber daya alam. Kebijakan ini tentu membuat negara maju meradang.
Selain digugat di persidangan WTO, ia menganggap Uni Eropa juga melakukan diskriminasi terhadap ekspor minyak sawit mentah (CPO) Indonesia lewat kebijakan Renewable Energy Directive (RED) II.
"Mereka pelan-pelan ingin menutup market kita. Jadi market kita harus dibuka, tetap market mereka harus ditutup dengan alasan-alasan policy yang tentu disusupi," keluhnya.
Kendati begitu, Erick Thohir pede dengan kekuatan ekonomi Indonesia melawan Uni Eropa yang berada di pinggir jurang resesi. Terlebih, Indonesia masih menikmati surplus neraca perdagangan luar biasa besar, USD 51 miliar.
"Ekspor kita juga terus meningkat. Ini yang ditakutkan oleh negara pesaing kita, karena sampai 2045 kita direncanakan masuk top 4-5 ekonomi besar dunia," kata Erick Thohir.
"Mereka sudah baca data ini, mereka ingin perlambat, istilahnya jangan cepat kaya lah Indonesia," sindirnya.
Tenang, Indonesia Tak Akan Resesi di 2023
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati optimis ekonomi Indonesia di 2023 tidak mengalami resesi. Menyusul, proyeksi terbaru Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) yang memprediksi sepertiga dunia akan mengalami resesi di tahun ini.
"IMF baru saja memprediksi sepertiga dari ekonomi dunia akan kemungkinan terkena resesi. Kita (Indonesia) tidak termasuk yang sepertiga, InsyaAllah," ujar Sri Mulyani dalam acara Apresiasi Media Nagara Dana Rakca di Jakarta, ditulis Sabtu (7/1/2022).
Sri Mulyani menerangkan, optimisme tersebut berkaca dari terjaganya laju pertumbuhan ekonomi nasional di zona positif. Per kuartal III-2022, ekonomi Indonesia mampu tumbuh sebesar 5,72 secara year on year (yoy).
"Kita selalu menyampaikan bahwa pemulihan ekonomi kita kuat sampai dengan kuartal III-2022," jelas Sri Mulyani.
Advertisement
Tetap Waspada
Di kuartal IV-2022, Sri Mulyani optimis ekonomi Indonesia juga mampu tumbuh di kisaran 5 persen secara tahunan. Sehingga, untuk keseluruhan tahun 2022 ekonomi Indonesia bisa tumbuh di atas 5 persen.
"Total di 2022 kita bisa tumbuh di atas 5 persen," ucap Sri Mulyani.
Meski begitu, dirinya berjanji akan terus waspada menyikapi berbagai tantangan yang dihadapi ekonomi Indonesia di tahun 2023. Khususnya terkait tahun politik hingga ketidakpastian ekonomi global yang masih tinggi.
"Di 2023 tantangan harus kita jaga, tapi ada optimisme dan kewaspadaan," tegas Sri Mulyani.