Liputan6.com, Jakarta Ridwan Kamil baru-baru ini menjadi tamu dalam podcast di kanal YouTube Merry Riana. Dalam kesempatan itu, Ridwan Kamil menceritakan banyak hal mengenai kehidupannya, mulai dari masa kecil, hingga momen-momen terendah dalam hidup.
Ridwan Kamil menyebut bahwa salah satu ujian terbesarnya adalah ketika ia kehilangan sang putra, Emmeril Kahn Mumtadz. Diketahui bahwa Eril --sapaan Emmeril--meninggal dunia karena tenggelam di sungai Aare, yang terletak di Bern, Swiss.
Sambil menangis, Ridwan Kamil kemudian mengenang momen tersebut.
"Ditinggal anak sih (jadi momen tersulit), tidak ada ujian hidup lebih besar kecuali ditinggal duluan," kata Ridwan Kamil.
Baca Juga
Advertisement
Tak Seperti Ditinggal Orangtua
Ridwan Kamil kemudian membandingkan rasa kesedihan ditinggal seorang anak, dengan ditinggal orangtua.
"Karena gini, kalau kita ditinggal orangtua, sedih, tapi mental kita siap. Karena mereka lebih tua, mereka lebih duluan hidup di dunia," jelas Ridwan Kamil.
Advertisement
Tak Terbayangkan
Begitu juga saat ditinggal pasangan, secara mental tentunya akan lebih siap dibandingkan ditinggal oleh seorang anak. Ia menyadari bahwa suatu saat, salah satu dari dirinya atau istrinya pasti akan meninggal, tetapi tidak pernah terbayangkan olehnya jika akan ditinggal lebih dulu oleh seorang anak.
"Kalau kita ditinggal oleh pasangan, suami ditinggal oleh sitri, istri ditinggal oleh suami, sedih banget. Cuman kita juga udah siap. One day one of us will passed away lebih dulu," jelasnya.
Bertahan Karena Keimanan
Namun Ridwan Kamil menyebut bahwa yang menyelamatkannya dari keterpurukan adalah keimanannya. Meski berat dicerna secara logika manusia, Ridwan Kamil meyakini bahwa hal ini sudah digariskan oleh Tuhan.
"Tapi kalau ditinggal anak mah Mbak, aduh. Nggak masuk ke akal manusia kalau pakai logika. Kan saya lahir duluan, harusnya saya meninggal duluan. Atau Bu Lia duluan. Kenapa Eril duluan? Tapi itu kan logika manusia. Makanya saya survive the most difficult time itu oleh keimanan," tambah Ridwan Kamil.
"Keimanan menyatakan semua yang ada di dunia ini bukan milik kita, milik Tuhan. Kalau Tuhan sudah waktunya memanggil yang dimiliki-Nya, seberat apa pun kita harus mengikhlaskannya," tutupnya.
Advertisement