Liputan6.com, Jakarta Sejak dimiliki oleh Elon Musk, Twitter tidak asing dengan berita soal Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), terutama di tengah badai pemangkasan karyawan yang melanda perusahaan-perusahaan teknologi besar.
Sebuah berita dari CNBC pada pekan lalu sempat menyebutkan, di Twitter, tinggal tersisa 1.300 orang karyawan, dari 7.500 di bulan November 2022.
Advertisement
Mengutip Business Insider, CNBC menyebut jumlah karyawan Twitter menjadi 1.300 pekerja yang masih aktif, termasuk "kurang dari 550 insinyur penuh waktu berdasarkan jabatan."
Laporan tersebut mengklaim, angka-angka itu berdasarkan catatan internal yang mereka lihat. Selain itu, disebutkan sekitar 130 orang dari perusahaan Musk lainnya, bekerja di Twitter.
Sebelumnya, memang sempat dilaporkan Musk membawa beberapa karyawan dari Tesla, SpaceX, dan The Boring Company ke Twitter, usai dia mengakuisisi perusahaan media sosial tersebut tahun lalu.
Namun, pemberitaan mengenai karyawan Twitter tinggal 1.300 orang dibantah secara langsung oleh Elon Musk.
Hal ini diungkapnya melalui akun Twitter-nya @elonmusk. Menurut Musk, catatan itu tidak benar dan masih ada sekitar 2.300 karyawan aktif yang bekerja di Twitter.
"Ada ~2300 karyawan aktif yang bekerja di Twitter," kata Musk, seperti dikutip Selasa (24/1/2023). "Masih ada ratusan karyawan yang mengerjakan kepercayaan & keselamatan, bersama beberapa ribu kontraktor."
Selain itu, Elon Musk juga menambahkan, "Kurang dari 10 orang dari perusahaan saya yang lain bekerja di Twitter."
Twitter Digugat Gara-Gara Pecat Pegawai Tak Sesuai Aturan
Sementara itu, laporan terbaru menyebut Twitter digugat karena memecat pegawai yang ada di Inggris secara sembarangan dan ilegal.
Menurut The Financial Times, para karyawan Inggris yang dipecat oleh Twitter setelah perusahaan itu diambil alih Elon Musk menyebut, pemecatannya tidak sesuai dengan hukum.
Mereka pun tidak menerima ketentuan pesangon yang ditawarkan Elon Musk karena menyebut pemecatannya ilegal. Ini merupakan tantangan masalah ketenagakerjaan yang harus dihadapi oleh Elon Musk dan Twitter.
Sebagaimana dikutip Gizchina, Jumat (13/1/2023), firma hukum Winckwort Sherwood yang berbasis di London, menulis ke Twitter, 10 Januari lalu.
Firma tersebut menuding Twitter menerapkan praktik ilegal, tidak adil, dan sama sekali tidak bisa diterima oleh mantan karyawan Twitter di Inggris melalui proses pemecatan ilegal itu.
Firma hukum ini juga mengklaim, mereka yang dipecat Twitter diperlakukan dengan buruk. Akibatnya, firma hukum Winckworth mengajukan tuntutan terhadap Twitter atas nama 43 karyawan yang di-PHK.
Advertisement
PHK Karyawan Twitter di Bawah Elon Musk
Sekadar informasi, pada awal November 2022, Elon Musk memberhentikan ribuan karyawan Twitter di seluruh dunia. Dari ribuan staf Twitter yang di-PHK, ada sekitar 180 staf di Inggris yang terdampak.
PHK Karyawan Twitter besar-besaran ini terjadi hanya beberapa hari setelah Elon Musk mengambil alih Twitter senilai USD 44 miliar.
Firma hukum tersebut telah memperingatkan bahwa sudah rencana untuk membawa perusahaan media sosial tersebut ke pengadilan ketenagakerjaan jika keluhan mereka tidak diselesaikan.
Kini, Twitter pun memiliki daftar panjang kasus hukum yang harus ditangani. Selain itu dalam beberapa bulan mendatang, perusahaan mungkin harus berurusan dengan lebih banyak kasus hukum lainnya.
Pengacara hak tenaga kerja, Shannon Liss-Riordan, mengatakan Twitter menghadapi setidaknya 200 pengaduan hukum di Amerika Serikat.
Upaya Pemangkasan Biaya di Twitter
Sebagian di antaranya adalah tuntutan arbitrase. Selain itu, perusahaan juga akan menghadapi empat gugatan class action dari mereka yang terdampak PHK.
Keluhan bukum ini datang saat Elon Musk meningkatkan upaya pemangkasan biaya di Twitter. Elon Musk berpandangan, perusahaan bisa rugi USD 3 miliar atau bahkan kebangkrutan jika dirinya gagal membuat keuangan Twitter sehat lagi.
Bagaimana pun, langkah pengetatan telah menimbulkan kekhawatiran mengenai kepatuhan Twitter terhadap undang-undang setempat di seluruh dunia.
Hal inilah yang mendorong tindakan hukum oleh beberapa mantan staf yang dinilai bisa merugikan perusahaan lebih besar, jika mereka berhasil dengan tuntutannya.
(Dio/Isk)
Advertisement