Prospek Pasar Modal Indonesia Masih Cerah Ditopang Kondisi Makro

Dana asing beralih ke China seiring pembukaan kembali ekonomi. Head of Equity Research Macquarie Group, Ari Jahja menilai dana investor asing yang beralih ke China hanya sementara.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 24 Jan 2023, 12:13 WIB
Program Money Buzz: Indonesia’s Transition Towards Sustainability, Selasa (24/1/2023) (Foto: Tangkapan Layar/Pipit I.R)

Liputan6.com, Jakarta - Pasar modal Indonesia disebut masih menarik untuk jangka panjang. Meski diakui, pasar saham beberapa negara berkembang termasuk Indonesia sempat terkoreksi akibat modal yang lari ke China usai pembukaan lockdown di negara tersebut.

Head of Equity Research Macquarie Group, Ari Jahja menilai, investor masih cukup percaya diri dengan prospek jangka panjang pasar modal Indonesia, didukung pertumbuhan ekonomi yang relatif terjaga. Sehingga koreksi yang terjadi di pasar ekuitas hanya bersifat sementara.

"Ada net outflow ke negara-negara lain, seperti China karena ada reopening. Jadi ada money moving dari emerging market lain balik ke China. Tapi menurut saya ini sifatnya sementara karena makro ekonomi Indonesia cukup resilien,” kata dia dalam Money Buzz, Selasa (24/1/2023).

Dalam catatannya, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini memang diperkirakan mengalami sedikit perlambatan. Pada tahun lalu, pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di angka 5,2—5,3 persen. Namun untuk tahun ini Bank Indonesia (BI) menargetkan pertumbuhan ekonomi sekitar 4,8—5,3 persen.

"Tahun ini kalau dilihat dari target Bank Indonesia tumbuh 4,8—5,3 persen, menurut saya sangat achievable. Jadi agak slow down sedikit… Kita sudah cukup baik,” imbuh Ari.

Pada akhir pekan lalu, Jumat 20 Januari 2023, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup naik 3,51 persen menjadi 6.874,931 dari 6.641,830 pada pekan sebelumnya.

Rata-rata nilai transaksi harian Bursa mengalami perubahan sebesar 11,20 persen menjadi Rp 10,246 triliun dari Rp 11,538 triliun pada pekan sebelumnya.

Rata-rata frekuensi transaksi harian Bursa mengalami perubahan sebesar 1,25 persen menjadi 1.095.938 transaksi selama sepekan dari 1.109.809 transaksi pada sepekan sebelumnya. Investor asing pada hari ini mencatatkan nilai beli bersih sebesar Rp 331,59 miliar dan sepanjang tahun 2023 investor asing mencatatkan nilai jual bersih sebesar Rp 4,5 triliun.


Aliran Dana Investor Asing Mulai Beralih ke China

Pejalan kaki melintas dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di kawasan Jakarta, Senin (13/1/2020). IHSG sore ini ditutup di zona hijau pada level 6.296 naik 21,62 poin atau 0,34 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, investor asing melepas saham di pasar saham Indonesia seiring merealiasikan keuntungan dan mengalihkan investasi ke China.

Mengutip riset PT Ashmore Asset Management Indonesia, ditulis Minggu (15/1/2023),  pada pekan ini, IHSG melemah ke level terendah 6.562 pada Rabu, 11 Januari 2023. Aliran dana investor asing keluar dari pasar saham Indonesia seiring merealisasikan keuntungan dan mengalihkan investasi ke China.

Pada Jumat, 13 Januari 2023, investor asing melepas saham Rp 551,59 miliar. Selama sepekan pada 9-13 Januari 2023, investor asing jual saham senilai Rp 2,97 triliun. Sepanjang 2023, aksi investor asing yang jual saham mencapai Rp 5,1 triliun.

Sementara itu, pasar saham global baik 3,1 persen. Sedangkan harga batu bara dan crude palm oil (CPO) masing-masing turun 7,8 persen dan 6,3 persen.

Lalu bagaimana dengan kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (the Fed)?

Pekan ini, data inflasi AS menunjukkan perlambatan inflasi. Inflasi AS turun menjadi 6,5 persen pada Desember 2023. Inflasi tersebut terendah sejak Oktober 2021. Hal ini sejalan dengan harapan pasar. Dilihat secara bulanan, indeks harga konsumen AS alami deflasi 0,1 persen pada Desember 2022 dibandingkan November 2022.

“Pasar saham Asia Pasifik bereaksi positif terhadap hal ini karena harapan the Fed melambatkan kenaikan suku bunga lebih lanjut. Indeks Hang Seng, Kospi, dan indeks Shanghai menguat. IHSG naik 0,18 persen, kecuali indeks Nikkei yang turun 1,25 persen,” tulis Ashmore.

Pada masa lalu, the Federal Reserve (the Fed) terlambat dan harus mempercepat kenaikan suku bunga untuk memerangi inflasi pada 2022. 

Hal ini seiring the Fed mempertahankan suku bunga lebih tinggi lebih lama pada 2023 di tengah menurunnya inflasi bertahap selama beberapa bulan terakhir. “Kami melihat inflasi akan turun secara structural. Namun, inflasi ini mungkin tidak mencapai target the Fed 2 persen tahun ini meskipun tren terbaru,” tulis Ashmore.

Adapun Ashmore tetap mempertahankan saham dan mencermati obligasi seiring siklus suku bunga capai puncaknya diharapkan pertengahan 2023.  Valuasi pasar saham Indonesia saat ini dengan price earning (PE) 13 kali dengan pertumbuhan earning per share (EPS) 6 persen pada 2023 menunjukkan daya tarik untuk masuk.

 

 


Pembukaan Kembali China hingga Pemilu Bayangi IHSG pada 2023

Karyawan melihat layar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (22/1/2021). Sebanyak 111 saham menguat, 372 tertekan, dan 124 lainnya flat. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sebelumnya, sejumlah faktor global akan mempengaruhi pasar saham pada 2023. Sentimen tersebut antara lain pembukaan kembali China, risiko geopolitik, pemilihan umum (pemilu) dan penguatan dolar Amerika Serikat.

Sentimen tersebut juga sudah berdampak terhadap pasar saham Indonesia pada awal Januari 2023. Indeks Harga Harga Saham Gabungan (IHSG) merosot 2,42 persen pada 2-6 Januari 2023. Koreksi IHSG tersebut terjadi seiring China berencana impor batu bara dari Australia sehingga menekan harga batu bara. Selain itu, investor global yang mulai mengalihkan dana seiring pembukaan kembali China dan valuasi saham menarik dan laba solid menekan pasar saham Indonesia.

Di sisi lain, pasar juga berharap kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve melambat pada 2023. Hal ini juga yang terlihat dapam pertemuan FOMC. Diprediksi tingkat suku bunga yang tadinya 5,1 persen menjadi 4 persen pada 2024. “Niat bank sentral AS untuk menaikkan suku bunga lebih rendah sambil pertahankan bunga tinggi menyiratkan pemerintah AS bersandar ke arah soft landing,” demikian mengutip riset Ashmore Asset Management Indonesia, ditulis Sabtu (!4/1/2023).

Sementara itu, saat dolar AS mencapai puncaknya, tekanan pada utang negara berkembang akan terus menurun. Dari sentimen pembukaan kembali China juga diharapkan berdampak positif untuk Indonesia.

Hal ini seiring kontribusi ekspor Indonesia mencapai 22,3 persen ke China hingga Oktober 2023 dan aliran investasi asing mengalir mencapai 15,5 persen hingga September 2022. Angka ini relatif tinggi dibandingkan ekspor ke Amerika Serikat 10,4 persen dan aliran dana investasi asing mencapai 1 persen hingga September 2022.

“Oleh karena itu kami mengharapkan pembukaan kembali China membawa manfaat bagi Indonesia dan pembukaan kembali ekonomi secara penuh kuartal II 2023 dan bertahap,”

 

 


Sentimen Risiko Geopolitik

Orang-orang berjalan melewati layar monitor yang menunjukkan indeks bursa saham Nikkei 225 Jepang dan lainnya di sebuah perusahaan sekuritas di Tokyo, Senin (10/2/2020). Pasar saham Asia turun pada Senin setelah China melaporkan kenaikan dalam kasus wabah virus corona. (AP Photo/Eugene Hoshiko)

Sentimen lainnya yaitu risiko geopolitik yang meningkat antara Barat-China dan konflik Rusia-Ukraina.

Selain itu, ketergantungan rantai pasokan telah menjadi perhatian nasional yang bertentangan dengan globalisasi memberikan peluang bagi Indonesia.

Pemerintah mengungkapkan, industralisasi nikel menjadi besi dan baja serta bahan baku baterai kendaraan listrik meningkatkan nilai ekspor menjadi USD 35 miliar-USD 50 miliar pada 2024. Hal ini berlanjut dari sebelumnya nilai ekspor USD 1 miliar pada 2014 menjadi USD 26 miliar-USD 29 miliar pada 2022.

Sentimen lainnya Indonesia akan selenggarakan tiga pemilihan umum (pemilu) berbeda secara serentak pada 2024 yaitu pemilihan presiden, parlemen dan daerah. Hal ini siratkan aliran dana akan sangat tinggi. Perputaran uang diperkirakan meningkat saat pemilu sekitar Rp 119 triliun-Rp 270 triliun atau 0,6 persen-1,3 persen dari produk domestik bruto (PDB) terutama didistribusikan pada semester II 2023.

Dalam siklus pemilu empat tahunan, secara historis, kinerja IHSG tumbuh rata-rata 14,7 persen sebelum pemilu dan 10,1 persen dalam satu tahun pemilu. "Kami tetap optimis terhadap saham sementara tetap awasi obligasi seiring puncak obligasi pada pertengahan 2023,”

 

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya