Minat Investor Investasi Masih Mengalir di Tengah Gugatan Uni Eropa Terkait Ekspor Nikel

Investor masih menyatakan minat investasi di Indonesia di tengah gugatan Uni Eropa terkait ekspor bijih nikel di WTO.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 24 Jan 2023, 13:06 WIB
Head of Equity Research Macquaire Group Ari Jahja di program Money Buzz : Indonesia’s Transition Towards Sustainability, Selasa (24/1/2023) (Foto: Tangkapan Layar/Pipit I.R)

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah pihak meyakini gugatan Uni Eropa (UE) soal ekspor bijih nikel di World Trade Organization (WTO) tak akan mengganggu investasi. Bahkan, hilirisasi nikel disebut akan mendatangkan investasi.

"Saat ini prosesnya sedang naik banding atau appeal di WTO, dan hilirisasi ini tidak akan berhenti. Jadi kita akan terus lanjutan atau menerima investasi dan terus berkembang di 3–5 tahun ke depan," kata Head of Equity Research Macquarie Group, Ari Jahja dalam acara Money Buzz, Selasa (24/1/2023).

Menurut dia, proses banding membutuhkan waktu yang lama. Selama proses tersebut, pemerintah Indonesia menegaskan tidak akan menghentikan kegiatan hilirisasi. Ari mencermati, dari sisi investasi rupanya juga tidak ada penyusutan, malah banyak yang menyatakan komitmennya untuk tanamkan modal di Indonesia.

"Dari minat investasi nya juga tidak berhenti. Banyak project announcement dari perusahaan-perusahaan baterai global dan dan banyak lainnya yang menyatakan tidak mau berhenti untuk berinvestasi di Indonesia,” imbuh Ari.

Untuk diketahui, kebijakan pemerintah menyetop ekspor bahan mentah nikel menyita perhatian Uni Eropa. Kebijakan ini digugat karena dianggap mempersulit. Padahal, niatan hilirisasi nikel adalah untuk membangun ekosistem baterai mobil listrik di Indonesia dan memberikan nilai tambah.

Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menegaskan gugatan UE tidak menghentikan rencana hilirisasi nikel di dalam negeri. Termasuk juga tidak akan mengganggu minat investasi di ekosistem baterai dalam negeri.

"Kita akan jalan terus. Jadi kalaupun ini kita menunggu putusan (banding di WTO) kapan sidang bandingnya kan kita tidak tahu. Sementara ini kita tetap jalan terus dengan program hilirisasi,” kata Menperin.

 


Pasar Modal Indonesia Masih Cerah, Ini Penopangnya

Program Money Buzz: Indonesia’s Transition Towards Sustainability, Selasa (24/1/2023) (Foto: Tangkapan Layar/Pipit I.R)

Sebelumnya, pasar modal Indonesia disebut masih menarik untuk jangka panjang. Meski diakui, pasar ekuitas beberapa negara berkembang termasuk Indonesia sempat terkoreksi akibat banyak modal yang lari ke China usai pembukaan lockdown di negara tersebut.

Head of Equity Research Macquarie Group, Ari Jahja menilai, investor masih cukup percaya diri dengan prospek jangka panjang pasar modal Indonesia, didukung pertumbuhan ekonomi yang relatif terjaga. Sehingga koreksi yang terjadi di pasar ekuitas hanya bersifat sementara.

"Ada net outflow ke negara-negara lain, seperti China karena ada reopening. Jadi ada money moving dari emerging market lain balik ke China. Tapi menurut saya ini sifatnya sementara karena makro ekonomi Indonesia cukup resilien,” kata dia dalam MONEY BUZZ, Selasa (24/1/2023).

Dalam catatannya, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini memang diperkirakan mengalami sedikit perlambatan. Pada tahun lalu, pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di angka 5,2—5,3 persen. Namun untuk tahun ini Bank Indonesia (BI) menargetkan pertumbuhan ekonomi sekitar 4,8—5,3 persen.

"Tahun ini kalau dilihat dari target Bank Indonesia tumbuh 4,8—5,3 persen, menurut saya sangat achievable. Jadi agak slow down sedikit. Kita sudah cukup baik,” imbuh Ari.

Pada akhir pekan lalu, Jumat 20 Januari 2023, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup naik 3,51 persen menjadi 6.874,931 dari 6.641,830 pada pekan sebelumnya. Rata-rata nilai transaksi harian Bursa mengalami perubahan sebesar 11,20 persen menjadi Rp 10,246 triliun dari Rp 11,538 triliun pada pekan sebelumnya.

Rata-rata frekuensi transaksi harian Bursa mengalami perubahan sebesar 1,25 persen menjadi 1.095.938 transaksi selama sepekan dari 1.109.809 transaksi pada sepekan sebelumnya. Investor asing pada hari ini mencatatkan nilai beli bersih sebesar Rp 331,59 miliar dan sepanjang tahun 2023 investor asing mencatatkan nilai jual bersih sebesar Rp 4,5 triliun.

 


Aliran Dana Investor Asing Mulai Beralih ke China

Suasana pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (10/2). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, investor asing melepas saham di pasar saham Indonesia seiring merealiasikan keuntungan dan mengalihkan investasi ke China.

Mengutip riset PT Ashmore Asset Management Indonesia, ditulis Minggu (15/1/2023),  pada pekan ini, IHSG melemah ke level terendah 6.562 pada Rabu, 11 Januari 2023. Aliran dana investor asing keluar dari pasar saham Indonesia seiring merealisasikan keuntungan dan mengalihkan investasi ke China.

Pada Jumat, 13 Januari 2023, investor asing melepas saham Rp 551,59 miliar. Selama sepekan pada 9-13 Januari 2023, investor asing jual saham senilai Rp 2,97 triliun. Sepanjang 2023, aksi investor asing yang jual saham mencapai Rp 5,1 triliun.

Sementara itu, pasar saham global baik 3,1 persen. Sedangkan harga batu bara dan crude palm oil (CPO) masing-masing turun 7,8 persen dan 6,3 persen.

Lalu bagaimana dengan kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (the Fed)?

Pekan ini, data inflasi AS menunjukkan perlambatan inflasi. Inflasi AS turun menjadi 6,5 persen pada Desember 2023. Inflasi tersebut terendah sejak Oktober 2021. Hal ini sejalan dengan harapan pasar. Dilihat secara bulanan, indeks harga konsumen AS alami deflasi 0,1 persen pada Desember 2022 dibandingkan November 2022.

“Pasar saham Asia Pasifik bereaksi positif terhadap hal ini karena harapan the Fed melambatkan kenaikan suku bunga lebih lanjut. Indeks Hang Seng, Kospi, dan indeks Shanghai menguat. IHSG naik 0,18 persen, kecuali indeks Nikkei yang turun 1,25 persen,” tulis Ashmore.

Pada masa lalu, the Federal Reserve (the Fed) terlambat dan harus mempercepat kenaikan suku bunga untuk memerangi inflasi pada 2022. 

Hal ini seiring the Fed mempertahankan suku bunga lebih tinggi lebih lama pada 2023 di tengah menurunnya inflasi bertahap selama beberapa bulan terakhir. “Kami melihat inflasi akan turun secara structural. Namun, inflasi ini mungkin tidak mencapai target the Fed 2 persen tahun ini meskipun tren terbaru,” tulis Ashmore.

Adapun Ashmore tetap mempertahankan saham dan mencermati obligasi seiring siklus suku bunga capai puncaknya diharapkan pertengahan 2023.  Valuasi pasar saham Indonesia saat ini dengan price earning (PE) 13 kali dengan pertumbuhan earning per share (EPS) 6 persen pada 2023 menunjukkan daya tarik untuk masuk.

 

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya