Liputan6.com, Jakarta - Ricky Rizal menangis sampai terisak-isak, saat meminta maaf kepada tiga putrinya di sidang pleidoi kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
"Selain sebagai seorang anak, saya juga punya peran sebagai kepala keluarga. Saya mempunyai istri yang seorang ibu rumah tangga. Saya memiliki tiga orang putri," kata Ricky Rizal di sidang pleidoi, Selasa (24/1/2023) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Advertisement
"Putri pertama saya berusia tujuh tahun, dan dua putri saya masih balita," kata Ricky Rizal sambil terisak, diam, dan mengusap air mata.
"Maafkan ayah, karena sudah sekian lama ayah tidak pulang. Semoga kalian ingat dan rindu akan ayah. Ayah berdoa agar kalian tumbuh sehat dan bahagia."
Ricky Rizal juga mengingat sang istri yang harus melewati ini semua.
"Terima kasih untuk istriku tercinta. Tolong bersabar, kuat, tegar. Saya bersyukur memiliki istri soleha dan selalu ada baik kondisi susah."
"Semoga Allah SWT senantiasa memberikan dan memudahkan setiap langkah untuk ketiga putri kecil saya yang selalu saya rindukan."
Terdakwa Ricky Rizal membantah anggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menyebut dirinya terlibat mengawasi Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J dalam serangkaian Pembunuhan Rencana.
Bantahan itu sebagaimana tertuang dalam nota pembelaan atau pleidoi pribadi atas tuntutan delapan tahun yang dibacakan Bripka RR dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (24/1).
Pengakuan Ricky Rizal
"Dalam berkas surat tuntutan tidak pernah menyebutkan perintah pengawasan dan pengawalan disampaikan oleh siapa kepada siapa, serta kapan perintah itu disampaikan. Dimulai dari pembagian tempat duduk saat berangkat ke Jakarta yang tidak didukung satupun keterangan saksi atau bukti," kata Bripka RR dalam pleidoi.
Hingga, ketika Bripka RR yang tiba di rest area tol saat perjalanan dari Magelang, ke Jawa Tengan sempat menuju kamar kecil. Hal itu, karena dirinya yang meminta kepada Patwal melalui HT, karena ingin buang air kecil.
"Jika memang harus diawasi, maka semestinya saya tidak boleh melepaskan pengawasan saya ketika di Saguling dipanggil oleh Bapak Ferdy Sambo," ucapnya.
Bahkan, Bripka RR menyatakan semua keterangan saksi, tidak ada yang menyebut adanya perintah atau permintaan tolong untuk mengawasi keberadaan Brigadir J. Baik saat tiba di rumah pribadi jalan Saguling, sampai menuju rumah dinas di Duren Tiga.
"Ketika kami tiba dan semua turun dari mobil serta terlihat di CCTV yang sudah diputar di Pengadilan, saya tidak pernah sedikitpun selalu memperhatikan gerak-gerik atau keberadaan Almarhum Nofriansyah Yosua Hutabarat," akuinya.
Saat itu, Bripka RR menegaskan jika dirinya tidak pernah mengawasi Brigadir J. Hal itu terbukti saat memutarkan balik mobil terlebih dahulu ketika tiba di rumah dinas, untuk membawa Putri Candrawathi saat kembali ke rumah pribadi.
"Saya tidak segera masuk karena harus memutar balik mobil yang akan digunakan Ibu Putri kembali ke Saguling setelah hasil PCR keluar," ucapnya.
Advertisement
Heran
Bripka RR lantas merasa heran jika dianggap JPU terlibat mengawasi Brigadir J. Karena tidak mungkin ia melihat posisi yang saat itu terhalang pagar rumah, kecuali memiliki penglihatan tembus pandang.
"Saya tidak mempunyai penglihatan super yang mampu menembus pagar rumah untuk memastikan keberadaan Alm. Nofriansyah Yosua Hutabarat sementara saya berada di dalam mobil," jelasnya.
"Dan sudah kita ketahui bersama, bahwa di bagian depan rumah juga terdapat garasi dan pintu pagar yang dapat terbuka, sedangkan dalam CCTV terlihat pada saat Alm. Nofriansyah Yosua Hutabarat berada di sekitar tempat tersebut, saya sama sekali tidak pernah mendekat ke arah Alm. Nofriansyah Yosua Hutabarat," tambahnya.
Dituntut 8 Tahun
Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa Ricky Rizal alias Bripka RR selama 8 tahun dalam perkara pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Ricky Rizal pidana penjara selama delapan. Dikurangi selama terdakwa menjalani penahanan sementara," kata JPU saat sidang pembacaan tuntutan di PN Jakarta Selatan, Senin (16/1).
Tuntutan hukuman 8 penjara diberikan JPU berdasarkan Pasal 340 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Hukuman itu lebih ringan dibandingkan dengan hukuman maksimal yang mencapai pidana mati.
Advertisement