Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah China terus melonggarkan berbagai aturan Covid-19. Pembatasan-pembatasan sudah dilonggarkan bahkan masyarakat China sudah boleh pergi ke luar negeri. Dengan berbagai pelonggaran ini berdampak positif bagi ekonomi tak hanya di China tetapi juga Indonesia.
Pelonggaran berbagai aturan Covid-19 akan positif bagi Indonesia sebagai salah satu mitra dagang utama. Mengingat China merupakan negara tujuan ekspor pertama Indonesia.
Advertisement
“China memiliki peranannya sebagaimana diketahui dia menempati posisi pertama tujuan ekspor Indonesia dan mayoritas impor kita juga datang dari China,” kata Kepala Ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro dalam konferensi pers Pre Event Mandiri Invesment 2023, Jakarta, Selasa (24/1).
Tak hanya sebagai mitra perdagangan, investasi dari negeri tirai bambu ini juga bisa menggerakkan ekonomi nasional. Mengingat China merupakan negara kedua terbesar setelah Singapura yang menanamkan modalnya di Tanah Air.
“Jadi otomatis kalau dilihat kebijakan zero covid-nya dihapus kemudian reopening China tentu saja berdampak positif ke Indonesia dari sisi ekonomi,” kata Asmoro.
Sebagai catatan tingginya investasi dari Singapura sebenarnya tidak murni uang milik negara. Melainkan dari berbagai pengusaha negara lain yang memarkirkan dananya di Singapura.
“Kita sering exclude Singapura itu kadang sebagai hub saja, jadi bisa jadi uangnya datang dari negara lain,” kata dia.
Arus Modal Asing
Namun di sisi arus modal asing hal ini perlu menjadi perhatian. Asmoro mengatakan dalam kondisi seperti ini setiap negara memiliki dampak yang berbeda.
Utamanya bagi negara pasar berkembang seperti Indonesia. Sebab dalam kondisi demikian mudah sekali bagi investor mencabut dananya untuk diinvestasikan ke negara lain. “Jadi ini dampaknya ke market equity,” kata dia.
Meski begitu, Asmoro meyakini secara umum kondisi Indonesia sangat baik karena didukung fundamental ekonomi yang baik. Belum lagi mesin-mesin perekonomian yang redup akibat pandemi kini mulai aktif kembali, salah satunya sektor pariwisata.
Pada akhir pekan lalu sebanyak 210 turis asal China sudah mulai berlibur kembali di Bali. Bila semua ini berjalan sesuai rencana dan virus corona relatif terkendali, maka perekonomian di Bali akan kembali bangkit.
“Kalau semua ini relatif aman terkendali Covid-nya, ini diharapkan bisa mendorong perekonomian di Pulau Bali sendiri,” pungkasnya.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Advertisement
China Deg-degan Sambut Libur Tahun Baru Imlek 2023, Khawatir Kasus Covid-19 Melonjak Lagi
Presiden China Xi Jinping mengungkapkan kekhawatirannya terkait penyebaran Covid-19 di daerah pedesaan di negaranya selama musim libur Tahun Baru Imlek 2023. Situasi itu berisiko memperburuk krisis kesehatan setelah China mendadak meninggalkan kebijakan nol-Covid pada awal Desember 2022.
Libur Tahun Baru Imlek menandai mobilisasi manusia terbesar di Tiongkok. Para pejabat memprediksi sekitar 1,4 miliar warga akan pulang kampung untuk menemui keluarga mereka dalam beberapa minggu ke depan, yakni sekitar dua pertiga dari sebelum pandemi.
Para ahli telah memeringatkan periode itu bisa menjadi momen penyebaran virus terbesar sejak muncul pertama kali di Wuhan, China tengah, di akhir 2019. Dikutip dari Financial Times, Sabtu (21/1/2023), Xi yang berbicara di Balai Besar Rakyat di Beijing, mengatakan dia sekarang 'sangat prihatin dengan daerah pedesaan dan penduduk pedesaan' karena China memasuki 'fase baru' dari respons pandemi.
Pemimpin China itu menuntut upaya yang lebih kuat dari pejabat tingkat rendah untuk meningkatkan sumber daya medis dan lebih mempersiapkan diri untuk mengobati kasus yang parah. Dia juga memerintahkan langkah-langkah kesehatan yang 'lebih ketat' untuk kembali diterapkan di "panti jompo dan fasilitas kesejahteraan" mengingat kerentanan lansia China.
Bagi banyak orang China perkotaan, liburan ini adalah perjalanan pulang pertama mereka dalam tiga tahun, tetapi mereka dibayangi kecemasan penyebaran infeksi ke daerah pedesaan yang kurang terlindungi. Sebelum pidato Xi, pihak berwenang sudah melarang perjalanan dan pertemuan besar.
Setelah Beijing mencabut pembatasan nol-Covid bulan lalu, wabah kembali merebak di daerah perkotaan, dan perkiraan internal pemerintah menunjukkan ratusan juta orang tertular virus dalam hitungan minggu. Pihak berwenang melaporkan hampir 60.000 kematian terkait Covid-19 di rumah sakit di seluruh negeri sejak berakhirnya pembatasan.
Kondisi Layanan Kesehatan di Desa
Dewan Negara, kabinet China, mengeluarkan pedoman ketat minggu lalu yang mendesak penduduk desa untuk membatasi pertemuan di kuil, pertunjukan festival, dan pertemuan massal lainnya di daerah pedesaan. Pedoman tersebut juga mendesak mereka yang kembali ke rumah untuk 'mengurangi kontak dengan orang tua, terutama mereka yang memiliki penyakit bawaan'.
Selama beberapa minggu terakhir, pejabat di beberapa kabupaten pedesaan di Provinsi Hunan, Shaanxi, dan Heilongjiang telah mengeluarkan peringatan, dengan satu pemerintah daerah menyarankan agar orang-orang 'tidak kembali ke kampung halaman mereka kecuali diperlukan'. Pihak berwenang juga telah memperingatkan warga untuk tidak menyebarkan 'sentimen suram' atau 'rumor' tentang pandemi selama liburan di internet.
Peringatan itu mencerminkan kekhawatiran mereka tentang infrastruktur perawatan kesehatan yang lebih buruk dan kelangkaan obat-obatan di kawasan pedesaan. Media pemerintah melaporkan bulan ini bahwa lembaga pemerintah pusat yang bertanggung jawab atas pembangunan pedesaan menginstruksikan otoritas lokal bahwa 'obat-obatan di daerah pedesaan China harus dipertahankan ketersediaannya selama lebih dari dua minggu'.
Advertisement
Masih Hati-Hati
Zeng Guang, mantan kepala ahli epidemiologi di Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit China, mengimbau para pejabat untuk fokus pada upaya manajemen pandemi, seperti membuka bangsal Covid yang ditunjuk dan mendistribusikan obat-obatan ke pedesaan, menurut laporan media lokal Kamis lalu.
"Fokus prioritas kita selama ini ada di kota-kota besar," kata Zeng. "Saatnya fokus ke pedesaan. Banyak lansia, sakit, dan cacat di pedesaan yang tertinggal dalam hal perawatan Covid."
Peringatan perjalanan yang dikeluarkan oleh daerah pedesaan tidak menyertakan tindakan hukum yang konkrit dan sepertinya tidak akan menyurutkan semangat warga. Banyak dari mereka tetap bertekad untuk pulang kampung. Salah satunya Li, seorang pekerja migran berusia 41 tahun di Beijing, yang sudah membeli tiket kereta api ke kampung halamannya di Provinsi Hubei. Harapannya dengan sebagian besar Covid sudah berakhir, berarti dia tidak akan "mengubah rencana perjalanan saya".
Di stasiun kereta api Beijing, seorang pekerja migran lain juga bersiap untuk pulang ke Provinsi Hebei. "Di desa saya sudah banyak yang tertular," kata pekerja itu. "Tidak ada lagi aturan resmi. Apa bedanya bagi pemerintah jika saya pergi atau tidak?"