Liputan6.com, Jakarta - Jelang pemilihan umum (Pemilu) serentak pada 2024, pasar disebut akan banyak mengambil langkah untuk wait and see. Meski begitu, Head of Equity Research Macquarie Group, Ari Jahja menuturkan, kepercayaan investor terhadap pasar Indonesia, utamanya sektor energi masih tinggi.
"Dari segi investor pasti ada wait and see. Kalau dari segi regulasi kita sudah on the rights track. Jadi meskipun ada wait and see, tapi structural improvement Indonesia ini tetap berjalan siapaun Pemerintahnya nanti,” kata Ari dalam Money Buzz, Selasa (24/1/20223).
Advertisement
Salah satu regulasi yang dimaksud yakni terkait hilirisasi sejumlah hasil tambang, antara lain batu bara, nikel, dan bauksit. Dalam catatannya, hilirisasi berhasil menambah pundi-pundi penghasilan bagi Indonesia dari sebelumnya yang hanya dijual dalam bentuk mentah. Selain itu, proyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara disebut sebagai upaya pemerataan ekonomi di luar Pulau Jawa,
"Hilirisasi akan jadi salah satu tulang punggung Indonesia ke depannya, Pemilihan IKN akan mendorong pemerataan ekonomi di luar Pulau Jawa, meski masih perlukan banyak investasi,” kata dia.
Sebelumnya, Economist Indo premier, Luthfi Ridho mencermati adanya periode wait and see selama periode voting. Untuk pemilu serentak 2024, periode kampanye berlangsung pada April 2023. Voting pada Februari 2024 dan pengumuman hasil pemilu pada Oktober 2022.
"Jadi dari Februari sampai Oktober businessman dan siapapun yang sifatnya investment, masih dalam wait and see modem, dalam konteks siapa yang menang, kabinetnya siapa dan partai mana yang unggul, dan kebijakannya bagaimana,” kata dia.
Meski begitu, Luthfi memandang optimistis pesta demokrasi kali ini akan lebih meriah. Mengingat pemerintahan yang berjalan saat ini sudah dua periode. Sehingga pemilu 2024 menjadi panggung para politikus untuk mengambil alih kepemimpinan atau pemerintahan yang baru.
Di sisi lain, hal itu juga akan mempengaruhi kelanjutan proyek jangka panjang yang sudah dicanangkan oleh pemerintah saat ini, seperti Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.
"Misalnya yang menang nanti masih titisan pemerintahan yang sekarang, berarti IKN baru akan lanjut. Kalau misalkan yang menang pihak lain, ada kemungkinan IKN tidak akan dilanjut. Ini menarik untuk mencari celah bagi investor. Karena pada akhirnya siapapun Presidennya, kita masih bisa cari cuan,” pungkas dia.
Prospek Pasar Modal Indonesia Masih Cerah
Sebelumnya, pasar modal Indonesia disebut masih menarik untuk jangka panjang. Meski diakui, pasar ekuitas beberapa negara berkembang termasuk Indonesia sempat terkoreksi akibat banyak modal yang lari ke China usai pembukaan lockdown di negara tersebut.
Head of Equity Research Macquarie Group, Ari Jahja menilai, investor masih cukup percaya diri dengan prospek jangka panjang pasar modal Indonesia, didukung pertumbuhan ekonomi yang relatif terjaga. Sehingga koreksi yang terjadi di pasar ekuitas hanya bersifat sementara.
"Ada net outflow ke negara-negara lain, seperti China karena ada reopening. Jadi ada money moving dari emerging market lain balik ke China. Tapi menurut saya ini sifatnya sementara karena makro ekonomi Indonesia cukup resilien,” kata dia dalam MONEY BUZZ, Selasa (24/1/2023).
Dalam catatannya, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini memang diperkirakan mengalami sedikit perlambatan. Pada tahun lalu, pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di angka 5,2—5,3 persen. Namun untuk tahun ini Bank Indonesia (BI) menargetkan pertumbuhan ekonomi sekitar 4,8—5,3 persen.
"Tahun ini kalau dilihat dari target Bank Indonesia tumbuh 4,8—5,3 persen, menurut saya sangat achievable. Jadi agak slow down sedikit… Kita sudah cukup baik,” imbuh Ari.
Pada akhir pekan lalu, Jumat 20 Januari 2023, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup naik 3,51 persen menjadi 6.874,931 dari 6.641,830 pada pekan sebelumnya. Rata-rata nilai transaksi harian Bursa mengalami perubahan sebesar 11,20 persen menjadi Rp 10,246 triliun dari Rp 11,538 triliun pada pekan sebelumnya.
Rata-rata frekuensi transaksi harian Bursa mengalami perubahan sebesar 1,25 persen menjadi 1.095.938 transaksi selama sepekan dari 1.109.809 transaksi pada sepekan sebelumnya. Investor asing pada hari ini mencatatkan nilai beli bersih sebesar Rp 331,59 miliar dan sepanjang tahun 2023 investor asing mencatatkan nilai jual bersih sebesar Rp 4,5 triliun.
Advertisement
Aliran Dana Investor Asing Mulai Beralih ke China
Sebelumnya, investor asing melepas saham di pasar saham Indonesia seiring merealiasikan keuntungan dan mengalihkan investasi ke China.
Mengutip riset PT Ashmore Asset Management Indonesia, ditulis Minggu (15/1/2023), pada pekan ini, IHSG melemah ke level terendah 6.562 pada Rabu, 11 Januari 2023. Aliran dana investor asing keluar dari pasar saham Indonesia seiring merealisasikan keuntungan dan mengalihkan investasi ke China.
Pada Jumat, 13 Januari 2023, investor asing melepas saham Rp 551,59 miliar. Selama sepekan pada 9-13 Januari 2023, investor asing jual saham senilai Rp 2,97 triliun. Sepanjang 2023, aksi investor asing yang jual saham mencapai Rp 5,1 triliun.
Sementara itu, pasar saham global baik 3,1 persen. Sedangkan harga batu bara dan crude palm oil (CPO) masing-masing turun 7,8 persen dan 6,3 persen.
Lalu bagaimana dengan kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (the Fed)?
Pekan ini, data inflasi AS menunjukkan perlambatan inflasi. Inflasi AS turun menjadi 6,5 persen pada Desember 2023. Inflasi tersebut terendah sejak Oktober 2021. Hal ini sejalan dengan harapan pasar. Dilihat secara bulanan, indeks harga konsumen AS alami deflasi 0,1 persen pada Desember 2022 dibandingkan November 2022.
“Pasar saham Asia Pasifik bereaksi positif terhadap hal ini karena harapan the Fed melambatkan kenaikan suku bunga lebih lanjut. Indeks Hang Seng, Kospi, dan indeks Shanghai menguat. IHSG naik 0,18 persen, kecuali indeks Nikkei yang turun 1,25 persen,” tulis Ashmore.
Pada masa lalu, the Federal Reserve (the Fed) terlambat dan harus mempercepat kenaikan suku bunga untuk memerangi inflasi pada 2022.
Hal ini seiring the Fed mempertahankan suku bunga lebih tinggi lebih lama pada 2023 di tengah menurunnya inflasi bertahap selama beberapa bulan terakhir. “Kami melihat inflasi akan turun secara structural. Namun, inflasi ini mungkin tidak mencapai target the Fed 2 persen tahun ini meskipun tren terbaru,” tulis Ashmore.
Adapun Ashmore tetap mempertahankan saham dan mencermati obligasi seiring siklus suku bunga capai puncaknya diharapkan pertengahan 2023. Valuasi pasar saham Indonesia saat ini dengan price earning (PE) 13 kali dengan pertumbuhan earning per share (EPS) 6 persen pada 2023 menunjukkan daya tarik untuk masuk.