Liputan6.com, Kopenhagen - Nama Rasmus Paludan (41) sedang menjadi sorotan bagi komunitas Muslim di berbagai negara karena aksinya membakar Al-Qur'an di Swedia. Sebelumnya, Paludan juga pernah melakukan hal serupa kemudian dan sempat dikritik oleh Liga Muslim Dunia.
Apabila melihat latar belakangnya, Paludan merupakan politikus dengan prinsip garis keras. Nama partainya juga sejalan, yakni Stram Kurs (Garis Keras) dan berbasis di Denmark. Ia politikus Denmark, meski beraksi di Swedia.
Baca Juga
Advertisement
Partai politik Stram Kurs yang dipimpin Rasmus Paludan ternyata tidak populer di Denmark. Pada pemilihan parlementer 2019, Stram Kurs gagal mendapatkan 2 persen suara.
Berdasarkan data Statista, Senin (24/1/2023), Stram Kurs hanya mendapat 1,8 persen suara. Pemenang di pemilihan itu adalah Partai Socialdemokratiet (Sosial Demokrat). Partai berlambang mawar itu memanen 25,9 persen suara.
Kegagalan mendapat 2 persen suara merupakan masalah bagi Stram Kurs, pasalnya angka itu merupakan threshold (ambang batas) agar masuk parlemen.
"Jika sebuah partai meraih kurang dari 2 persen, aturannya adalah semua suara untuk partai itu akan hilang," jelas situs The Danish Parliament.
Stram Kurs gagal masuk parlemen meski threshold di Denmark relatif rendah dibanding negara-negara tetangga. Situs parlemen Denmark menyebut Swedia dan Norwegia memiliki 4 persen ambang batas, sementara Jerman 5 persen.
Hingga kini, sosok Paludan masih aktif bersuara di Instagram pribadinya. Ia tampak cuek meski sejumlah orang Muslim mengkritiknya.
Terkini, ia mengancam akan menggelar pembakaran Al-Qur'an di depan Kedutaan Besar Rusia sebagai respons atas omongan atlet MMA Swedia Khamzat Chimaev yang notabene lahir di Chechnya.
Warga Turki Bakar Bendera Swedia
Pemerintah Kerajaan Swedia angkat bicara soal aksi kontroversial pembakaran Al-Qur'an yang dilakukan seorang politisi bernama Rasmus Paludan. Politikus kelahiran Denmark itu sebelumnya juga pernah melakukan hal serupa.
Selain pemerintah Turki yang juga telah menyatakan protes, sekitar dua ratus warga di Istanbul turut berunjuk rasa di depan konsulat pemerintahan Swedia. Ada yang membawa dan mencoret foto Rasmus Paludan, serta ada yang membakar bendera biru Swedia yang menampilkan salib Nordik berwarna emas.
Menurut laporan AP News, Senin (23/1), salah satu poster bertuliskan: "Kami mengecam Islamofobia yang didukung negara Swedia".
Pihak konsulat Swedia membalas dengan tulisan di jendela: "Kami tidak setuju dengan pandangan si idiot pembakar buku itu".
Sejumlah wanita dan anak-anak juga menghadiri unjuk rasa di Istanbul. Di Ankara, unjuk rasa juga dilakukan di depan Kedutaan Besar Swedia. Protes terjadi pada Sabtu-Minggu kemarin waktu setempat.
Pemerintah pusat Swedia sudah mengecam aksi Paludan tersebut.
"Kebebasan berekspresi adalah bagian mendasar dari demokrasi. Tetapi hal yang legal belum tentu layak. Membakar kitab suci bagi banyak orang adalah tindakan yang sangat kurang ajar. Saya ingin mengungkapkan simpati saya untuk semua muslim yang tersinggung dengan apa yang terjadi di Stockholm," ucap Perdana Menteri Swedia Ulf Kristersson melalui Twitter pada Minggu (22/1).
Insiden pembakaran Al-Qur'an pada 2023 ini terjadi ketika situasi geopolitik Turki dan Swedia sedang bermasalah. Pasalnya, Turki menjegal masuknya Swedia ke NATO karena menuntut Swedia memulangkan sejumlah orang incaran pemerintah Turki yang berada di Swedia. Insiden pembakaran Al-Qur'an ini juga membatalkan kunjungan menteri pertahanan Swedia ke Turki.
Advertisement
Indonesia Ikut Mengecam
Indonesia turut mengutuk keras aksi pembakaran Al-Qur'an yang dilakukan oleh seorang ekstremis sayap kanan Swedia-Denmark di depan Kedutaan Besar Turki di Stockholm, Swedia, Sabtu (21/1).
“Indonesia mengutuk keras aksi pembakaran kitab suci Al Quran oleh Rasmus Paludan, politisi Swedia, di Stockholm,” demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri RI melalui akun resminya di Twitter pada Minggu.
Kemlu mengatakan bahwa aksi tersebut merupakan penistaan kitab suci serta melukai dan menodai toleransi umat beragama.
Kemlu juga menegaskan bahwa kebebasan berpendapat seharusnya dilakukan secara bertanggung jawab.
Menteri Luar Negeri Swedia Tobias Billstrom telah menanggapi insiden pembakaran Al-Qur'an di negaranya.
"Provokasi islamofobia sangat mengerikan. Swedia menjunjung kebebasan berekspresi, tetapi bukan berarti pemerintah Swedia, atau saya sendiri, mendukung pendapat yang diungkapkan," kata Billstrom di Twitter.
Malaysia Mengecam
Malaysia mengutuk keras tindakan provokatif Rasmus Paludan.
Perdana Menteri Anwar Ibrahim menegaskan bahwa tindakan Islamofobia Rasmus Paludan merupakan provokasi besar bagi umat Islam di seluruh dunia. Dia mendesak pemerintah Swedia untuk mengambil tindakan segera serta memastikan ada upaya untuk mengatasi meningkatnya Islamofobia yang mengkhawatirkan di Swedia.
"Penodaan kita suci Islam secara terang-terangan oleh politikus dan kelambanan pemerintah sama saja dengan mengobarkan Islamofobia dan merupakan provokasi besar terhadap kepekaan, bukan hanya bagi rakyat Turki, namun juga lebih dari dua miliar muslim di dunia," kata Anwar seperti dikutip dari The Star, Minggu (22/1).
Anwar menambahkan, "Malaysia mengecam kejahatan rasial berulang yang menargetkan umat Islam di dunia serta segala bentuk hasutan untuk kebencian dan mengipasi rasisme dalam kata atau perbuatan. Malaysia juga sangat prihatin dengan meningkatnya gelombang ujaran kebencian atas agama atau etnis."
Lebih lanjut, Anwar menegaskan kembali pentingnya menegakkan prinsip-prinsip dialog, keterlibatan dan saling menghormati dalam menyelesaikan perselisihan. Anwar meminta masyarakat internasional untuk menolak serangan terhadap ras atau agama dengan kedok kebebasan berekspresi.
Advertisement