Liputan6.com, Jakarta Menteri Agama Yaqut Cholil mengusulkan kepada DPR untuk mendongkrak ongkos ibadah haji yang dibebankan kepada jemaah haji. Mulai yang awalnya berada di angka Rp 39,8 juta membengkak menjadi Rp 69,1 juta. Artinya memiliki selisih sekira Rp 29 juta.
Menurut pengamat haji dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dadi Darmadi, kenaikan biaya haji menjadi keniscayaan mengingat dunia mengalami inflasi karena beragam sebab. Namun hal yang disayangkan, meroketnya harga yang harus ditanggung jemaah yang berangkat tahun ini dirasa terlalu mendadak.
Pertama, hal itu baru disampaikan pada pekan lalu pada Rapat Kerja Kementerian Agama bersama Komisi VIII DPR. Kedua, bila disetujui, artinya jemaah hanya punya waktu kurang dari tiga bulan sejak masa tenggat waktu diketok pada Februari hingga jadwal pemberangkatan kloter pertama pada bulan Mei.
"Saya tidak anti dengan kenaikan tapi yang saya sesalkan komunikasi dari pemerintah yang terlambat karena harga tidak mungkin turun ketika tahun ini Kemenag menaikkan biaya haji yang dibebankan ke jamaah Rp69 juta dari sebelumnya Rp 39 juta," kata Dadi saat berbincang dengan Liputan6.com, Selasa 24 Januari 2022 malam.
Baca Juga
Advertisement
Menurut DPR, seperti disampaikan Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily, kenaikan ongkos haji yang dibebankan kepada jemaah diyakini demi kemaslahatan umat bersama dalam hal pembiayaan.
Menurut Ace, jika jemaah terus bergantung dengan dana manfaat umat yang dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), diyakini tidak akan cukup menanggung total 5 juta jemaah yang sudah masuk dalam daftar tunggu.
"Kami tidak ingin nilai pokok keuangan dan nilai manfaat jemaah haji tahun depan dan seterusnya terpakai untuk jemaah haji tahun ini. Ini yang kami sedang hitung bersama dengan BPKH," ujar Ace melalui keterangan pers diterima Senin 23 Januari 2023.
Ace melanjutkan, biaya haji tahun 2023 diusulkan naik agar sesuai dengan prinsip istitha'ah (kemampuan) berhaji. Menurut Ace, hal utamanya adalah dalam konteks pembiayaan yang harus terukur demi keberlangsungan dana haji ke depan.
"Prinsipnya, kami ingin biaya haji ini dapat terjangkau masyarakat sesuai dengan prinsip istitho’ah atau kemampuan, namun tetap mempertimbangkan sustainabilitas keuangan haji dan keadilan nilai manfaat bagi seluruh jemaah haji," jelas politisi Golkar ini.
Menanggapi soal prinsip istitha'ah, Dirjen Haji Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Hilman Latief mengaku sepakat. Menurut dia, konsep tersebut bukan hanya berlaku dari sisi fisik namun juga soal finansial.
“Konsep inilah yang kita pegang bersama, kami sudah melakukan kajian berkali-kali dengan berbagai pihak, konsep Istitha'ah itu harus diterapkan seideal mungkin, seakomodatif mungkin,” kata Hilman saat diskusi bertema Biaya Haji 2023 Naik? di Hotel Borobudur Jakarta, Selasa 24 Januari 2023, siang.
Hilman mendorong, jemaah yang berangkat haji adalah mereka yang mampu dalam segala sisi. Menurut pengertiannya, Istitha'ah adalah soal kesiapan dan mental yang terukur sehingga jemaah dapat menjalankan ibadah sesuai syariat.
“Jadi sesuai dengan kemampuan kita, maka dari itu hal yang sama juga semangatnya sama untuk masalah keuangan karenanya ada penggunaan nilai manfaat untuk mencapai itu,” jelas Hilman.
Letak Perbedaan Ongkos Haji Jemaah
Kembali kepada Dadi Darmadi, bila dicermati kenaikan keseluruhan ongkos haji yang ditetapkan Saudi diketahui hanya bertambah sekira Rp 500 ribu. Tepatnya, pada tahun 2022 biaya perjalanan ibadah haji (BIPIH) adalah Rp 98.379.021,09 dan pada tahun ini menjadi Rp 98.893.909.
Walau selisihnya kecil, namun menjadi terasa membebani jemaah saat kebijakan pemanfaat dana umat yang dikelola BPKH porsinya ditukar. Dadi merinci, dengan skema 70%-30% dari BPIH pada tahun sebelumnya, 30% adalah yang ditanggung jemaah dan 70% adalah BPKH. Namun dengan usulan Kemenag, porsinya diubah, 70% jemaah dan 30% BPKH.
"Sekarang di-flip, kenapa? Jika alasan flip tersebut guna keberlanjutan dana manfaat untuk jamaah berikutnya yang ada dalam masa tunggu, maka disayangkan jamaah yang berangkat tahun ini. Sebab sebagian dari mereka adalah yang tergeser kloter tahun lalu dan saat akan berangkat tahun ini dengan waktu yang singkat harus menutup kekurangan selisih dari ongkos yang ditanggung jamaah," tutur dia.
Dadi mengingatkan, dana yang dikelola BPKH bukanlah subsidi seperti bantuan langsung pemerintah. Menurut dia, hal itu adalah dana nilai manfaat yang dimiliki dari jemaah itu sendiri melalui modal awal yang disetorkan saat mendaftar sebagai calon jemaah haji.
"Banyak orang salah paham. Saya bilang ini bukan pengertian subsidi APBN karena yang diberikan itu sebetulnya dana haji yang datang dari masyarakat dari jemaah haji yang memberikan setoran Rp 25 juta dan dikelola oleh BPKH, jadi sebetulnya (dana jemaah) dikembangin dibikin usaha dicari keuntungan oleh BPKH (untuk kembali ke jemaah kembali)," jelas Dadi.
Saat dikonfirmasi terpisah, Kepala Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Fadlul Imansyah beralasan, jika tetap menggunakan porsi skema 70% BPKH dan 30% jemaah maka terdapat kekhawatiran akan menggerus nilai manfaat jemaah haji di tahun mendatang. Namun pada prinsipnya, menurut Fadlul, hal ini baru usulan dan menyerahkan prosesnya kepada Kementerian Agama dan DPR.
"Jadi silakan saja Kementerian Agama dan Komisi VIII DPR akan memformulasikan pembagiannya apakah ingin mengambil nilai manfaat dari jemaah haji yang kedepan akan berangkat dengan asumsi jemaah tahun ini berangkat bisa membayar sesuai dengan kemampuannya atau seperti apa, itu kami serahkan ke panitia haji nanti," jelas Fadlul.
Advertisement
Jokowi Angkat Bicara dan Suara Kontra dari DPR
Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyampaikan usulan kenaikan biaya ibadah haji 2023 saat ini masih dalam proses kajian dan kalkulasi. Dia pun heran usulan itu sudah menuai pro kontra, padahal belum finalisasi.
"Biaya haji masih dalam proses kajian, itu belom final. Belum final, sudah ramai. Masih dalam proses kajian, masih dalam proses kalkulasi," ujar Jokowi saat meninjau Proyek Pembangunan Sodetan Kali Ciliwung ke Kanal Banjir Timur di Jakarta Timur, Selasa 24 Januari 2023.
Dikonfirmasi terpisah, Saleh Daulay, politisi dari Fraksi PAN di DPR RI mencatat ada empat alasan mengapa biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) tidak sepatutnya naik dan dibebankan ke jemaah dengan selisih Rp 29 juta.
Pertama, Pertama, pandemi Covid-19 di Indonesia baru landai dan mereda. Masyarakat masih berupaya menggerakkan kembali roda perekonomian mereka. Karena itu, jika dibebankan tambahan biaya untuk pelunasan BPIH yang cukup tinggi, tentulah itu sangat memberatkan.
Kedua, Saleh menyebut saat ini sudah ada BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji) yang mengelola keuangan haji. Kehadiran badan ini semestinya dapat meningkatkan nilai manfaat dana simpanan jamaah. Semakin tinggi nilai manfaat yang diperoleh, tentu akan semakin meringankan beban jamaah untuk menutupi ongkos haji.
Ketiga, kalau tetap dinaikkan, dikhawatirkan akan ada asumsi di masyarakat bahwa dana haji dipergunakan untuk pembangunan infrastruktur. Tentu asumsi ini kurang baik didengar. Sebab, pengelolaan keuangan haji semestinya sudah semakin terbuka dan profesional.
"Kalau di medsos, sudah banyak yang bicara begitu. Katanya, ongkos haji dipakai untuk infrastruktur. Semestinya, BPKH dan Kemenag menjawab dan memberikan klarifikasi. Biar jelas dan semakin transparan," ucapnya.
Keempat, tentu tidak bijak jika kenaikan ongkos haji dilakukan di saat masa akhir pemerintahan Jokowi. Apalagi diketahui bahwa selama periode pertama dan kedua ini, Jokowi selalu berorientasi pada upaya meringankan beban masyarakat. Tentu mestinya tidak terkecuali dalam hal BPIH ini.
"Saya yakin Jokowi juga ingin agar masyarakat dimudahkan. BPIH tidak membebani," pungkas dia.