Jokowi Sebut Ada Dampak Stunting yang Paling Berbahaya, Apa Itu?

Dampak stunting bukan hanya urusan tinggi badan saja, melainkan ada hal berbahaya lain.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 25 Jan 2023, 12:09 WIB
Presiden Joko Widodo saat wawancara khusus dengan SCTV di Long Room Istana, Jakarta, Rabu (20/7). Menurut Jokowi adanya Tax Amnesty bisa membuat Rupiah menguat terhadap Dolar Amerika. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan, permasalahan stunting bukan hanya urusan tinggi badan saja, melainkan ada hal berbahaya lain. Hal yang dimaksud, salah satunya berkaitan dengan kemampuan belajar anak dan kemunculan penyakit lain.

"Dampak stunting ini bukan hanya urusan tinggi badan, tetapi yang paling berbahaya adalah nanti rendahnya kemampuan anak untuk belajar," katanya saat membuka Rakernas Program Banggakencana dan Penurunan Stunting di Kantor BKKBN, Jakarta pada Rabu, 25 Januari 2023.

"Kedua, keterbelakangan mental dan yang ketiga munculnya penyakit-penyakit kronis yang gampang masuk ke tubuh anak."

Oleh sebab itu, target penurunan stunting nasional di angka 14 persen di tahun 2024, menurut Jokowi harus bisa tercapai. Prevalensi di angka 14 persen akan membuat posisi Indonesia dalam hal stunting di bawah Singapura.

Saat ini, survei stunting terbaru pada tahun 2022, angka stunting Indonesia turun menjadi 21,6 persen. Terjadi penurunan angka stunting ketimbang pada tahun 2019 lalu yang sebesar 27,7 persen.

"Saya yakin dengan kekuatan kita bersama, semuanya bergerak, angka 14 persen bukan angka yang sulit untuk dicapai. Asal semuanya bekerja bersama-sama," lanjut Jokowi.

"Karena kita kalau di ASEAN ini masih berada di tengah-tengah angka 21,6 persen itu, tapi nanti kalau sudah masuk ke 14 persen, nah ini baru kita berada di bawah Singapura."


Stunting Jadi PR yang Sangat Besar

Hari ketiga Lebaran, wahana permainan anak di mal diserbu karena menjadi alternatif bagi anak menghabiskan waktu yang tidak hanya bisa bermain namun juga sekaligus belajar dengan cara menyenangkan

Jokowi menyambut baik kabar stunting di Indonesia sudah turun menjadi 21,6 persen pada tahun 2022. Menurutnya, itu adalah kerja keras bersama.

"Ini kerja keras kita semuanya," ujarnya.

Permasalahan stunting menjadi pekerjaan rumah (PR). Angka stunting harus terus ditekan demi mewujudkan generasi bangsa dan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas.

"Kuncinya adalah sumber daya manusia yang berkualitas. SDM unggul, SDM yang berkualitas. Artinya, SDM unggul itu menjadi kunci daya saing bangsa dan stunting di negara kita menjadi PR yang sangat besar yang harus segera diselesaikan," tambah Jokowi.

"Saya masuk di 2014 itu angkanya di angka 37 persen."

Adapun 5 provinsi tertinggi dalam prevalensi stunting, yakni Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Barat (Sulbar), Aceh, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Sulawesi Utara.

"Tetapi kalau dihitung secara jumlah beda lagi, yang paling banyak adalah Jawa barat. Kemudian Jawa timur Jawa Tengah, Sumatera Utara, dan Banten. Jumlahnya kita lihat ada semuanya ini, kalau jumlah yang ada ini semuanya bisa kita miliki by name by addressnya lebih mudah sekali untuk menyelesaikan karena sasarannya jelas siapa," jelas Jokowi.


Mencontoh Kabupaten Sumedang

Anak-anak bermain di taman bermain dalam ruangan sebuah mal, Jakarta, Sabtu (1/1/2022). Taman bermain dalam ruangan menjadi alternatif masyarakat untuk berlibur dengan keluarga di awal tahun 2022. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Keberhasilan penanganan stunting, Jokowi menyebut Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Kabupaten Sumedang mengembangkan sistem pemerintah berbasis elektronik (SPBE).

Kabupaten Sumedang berhasil menurunkan angka stunting dari 32,27 persen pada tahun 2018 hingga menjadi menjadi 8,27 persen di tahun 2022.

"Karena yang saya lihat di Sumedang dengan aplikasi platform untuk bisa memonitor per individu, kebutuhannya apa bisa dicek semuanya lewat platform yang dimiliki," pungkas Jokowi.

"Jadi mestinya kita harus secepatnya secara nasional memiliki itu sehingga tembakannya -- untuk penurunan stunting -- menjadi jelas sasarannya, menjadi jelas karena jumlah balita yang ada di negara kita juga bukan jumlah yang kecil, 21,8 juta balita."

Sumedang mempunyai platform namanya Simpati (Sistem Informasi Penanganan Stunting Terintegrasi).

Platform Simpati menghubungkan berbagai pemangku kepentingan mulai dari kader posyandu untuk melakukan pencatatan pemeriksaan berat badan dan tinggi anak, pimpinan daerah, puskesmas, desa, dan dinas terkait lainnya untuk mendapatkan laporan terkait dengan stunting.

Masyarakat umum/orang tua juga dapat memanfaatkan aplikasi ini untuk melakukan pengecekan status gizi anak.

Infografis Sampah Antariksa dan Potensi Bahaya Masa Depan. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya