Liputan6.com, Jakarta Para kepala desa (kades) yang tergabung dengan Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPID) melakukan demo di depan Gedung DPR RI di Jalan Gatot Subroto pada Rabu (25/1/2023) pagi.
Ribuan orang yang ikut dalam demo kades ini memenuhi separuh Jalan Gatot Subroto.
Advertisement
“Monitoring pengaturan arus lalu lintas dan pengamanan aksi penyampaian pendapat dari Kepala Desa seluruh Indonesia di Depan Gedung DPR/MPR Jl. Gatot Subroto,” demikian keterangan foto TMC.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko mengimbau massa agar tetap tertib saat dilakukan unjuk rasa. Mengingat demonstrasi tersebut dilakukan saat akitivitas jam kerja.
"Dari Polda Metro Jaya telah menerjunkan sebanyak 1.713 personel untuk bantu kegiatan penyampaian pendapat," ucap dia,
"Imbauan agar tertib dan menghargai juga hak-hak masyarakat secara umum khusunya pengguna jalan umum lainnya untuk bisa menjalankan aktivitasnya hari ini," imbuh dia.
Polemik Jabatan Kades 9 Tahun
Sebelumnya, usulan penambahan masa jabatan kepala desa dari enam tahun menjadi sembilan tahun menuai sorotan publik.
Usulan ini pertama kalil mencuat pertama kali saat Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar bertemu para pakar ilmu di UGM Yogyakarta pada Mei 2022. Meskipun formulasi berubah namun batas maksimal jabatan kepala desa tetap sampai 18 tahun.
Saat ini, usulan tersebut sedang digodok dan menjadi rekomendasi atas perubahan UU Desa yang berusia sembilan tahun. Halim memastikan akan terus mendukung usulan masa jabatan kades menjadi sembilan tahun meskipun dengan proses yang panjang.
Lantas apa plus minusnya perubahan masa jabatan kades tersebut?
Pengamat Sosial Politik Universitas Negeri Jakarta (UN) Ubedilah Badrun menilai, masa jabatan kades diperpanjang bakal menimbulkan kerugian lantaran tidak ada regenerasi kepemimpinan.
"Jika 9 tahun yang mendapat keuntungan hanya kepala Desanya. Sementara rakyat di Desa rugi. Sebab regenerasi kepemimpinan di Desa akan sangat lambat," kata Ubedilah lewat pesan tertulis, Jumat (20/1/2022).
Menurutnya, anak- anak muda di desa yang punya visi besar membangun desa akan terhambat menjadi kades. Setidaknya, lama menunggu giliran menjadi kepala desa.
"Apalagi jika kepala desa incumbent terpilih lagi selama tiga kali pemilihan jadi bisa 27 tahun jadi kepala desa. Nah generasi muda kehilangan kesempatan minimal 9 tahun," ujarnya.
Akhirnya, kata Ubedilah, desa terus menerus dipimpin generasi tua maka energi perubahannya rendah, bahkan semakin hilang.
"Akhirnya rakyat di desa yang dirugikan karena minimnya gagasan-gagasan baru," ucapnya.
Masa Jabatan 6 Tahun Tak Cukup
Ubedilah menilai, 6 tahun adalah waktu yang sangat cukup untuk melaksanakan program-program desa. Termasuk untuk mengatasi keterbelahan sosial akibat pilkades.
"Juga waktu yang sangat lama untuk untuk memerintah desa dengan jumlah penduduk yang rata-rata hanya puluhan ribu," kata dia.
Dia berkata, argumen perpanjangan masa jabatan kades lemah dan merusak demokrasi. Sebab, jabatan publik yang dipilih rakyat dalam demokrasi harus dipergilirkan agar terhindar dari kecenderungan otoriter dan korupsi.
"Bayangkan 6 tahun saja sudah ada 686 kepala desa tersangka korupsi, apalagi 9 tahun," ujarnya.
Dia melanjutkan, menurut pasal 39 UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa disebutkan, Kepala Desa dapat ikut pilkades selama tiga periode berturut - turut atau tidak berturut-turut. Bila 9 tahun, berarti kepala desa bisa menjabat sampai 27 tahun.
"Jadi kekuasaan yang terlalu lama itu cenderung absolut dan kekuasaan yang absolut pasti korup. Jabatan 9 tahun hingga berpeluang 27 tahun terlalu lama dan berpotensi besar menjadi absolut," ucapnya.
Advertisement
Untungkan Masyarakat?
Sementara, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar mengatakan, masa jabatan kepala desa sembilan tahun akan menguntungkan masyarakat. Saat ini, masa jabatan kepala desa selama enam tahun.
"Yang diuntungkan dengan kondisi ini adalah warga masyarakat," katanya melalui keterangan tertulis yang dikutip Jumat (20/1).
Selain itu, perpanjangan masa jabatan kepala desa bisa menekan konflik akibat pemilihan kepala desa (Pilkades). Menurut menteri yang akrab disapa Gus Halim ini, fakta konflik polarisasi usai Pilkades nyaris terjadi di seluruh desa.
Akibatnya pembangunan akan tersendat dan beragam aktivitas di desa juga terbengkalai.
“Artinya apa yang dirasakan kepala desa sudah saya rasakan bahkan sebelum saya jadi Ketua DPRD. Saya mengikuti tahapan politik di Pilkades. Saya mencermati bagaimana kampanye yang waktu itu,” ujarnya.
Dia menyebut, para pakar juga setuju ketegangan konflik akibat Pilkades lebih mudah diredam jika masa jabatan kepala desa ditambah. Halim mengatakan, masyarakat tidak perlu khawatir bila kinerja kepala desa buruk.
Reporter: M Genantan