Liputan6.com, Jakarta - Terdakwa Putri Candrawathi menyampaikan permintaan maaf dan harapan kepada sejumlah pihak termasuk Richard Eliezer saat pembacaan nota pembelaan atau pleidoi dalam kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J pada Rabu, (25/1/2023).
Putri meminta maaf kepada orangtua dari almarhum Brigadir J dan berdoa agar keluarga diberi kekuatan. “Hari ini saat pembelaan saya sampaikan permintaan maaf dan harapan tulus kepada orangtua almarhum Brigadir Yosua, Bapak Samuel Hutabarat, saya turut berduka dan memohon maaf, dan berdoa semoga seluruh keluarga dikuatkan dan diberkati,” ujar dia.
Advertisement
Ia juga meminta maaf kepada Richard Eliezer atau Bharada E dan saat membacakan nota pembelaan.”Dek Richard dan keluarga, mohon maaf kamu harus melalui semua ini,”tutur dia.
Putri juga meminta maaf kepada Ricky Rizal atau Bripka RR dan Kuat Ma’ruf dan keluarga. “Dek Ricky dan Om Kuat beserta keluarga saya mohon maaf dan saya mendoakan semoga Tuhan memberikan kekuatan untuk keluarga Dek Ricky dan Om Kuat,” kata Putri.
Selain itu, Putri Candrawathi juga menyampaikan permintaan maaf kepada personel anggota polisi yang terdampak dari kasus yang dijalaninya “Saya mohon maaf, semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu menyertai,” kata dia.
Putri juga meminta maaf kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan masyarakat yang terdampak. “Saya juga minta maaf kepada Bapak Presiden, Bapak Joko Widodo, Bapak Ibu Kapolri, para Bhayangkari dan masyarakat terdampak dan menguras proses hukum saya berlangsung,” ujar dia.
Putri Candrawathi Meminta Maaf Khusus kepada Anak
Putri juga menyampaikan permintaan maaf khusus kepada anak-anaknya. "Khusus untuk anak-anak sayang mama minta maaf karena kalian harus melalui semua ini. Cinta dan perhatian, semangat hidup paling berharga bagi papa dan mama, jadi kekuatan kami untuk cari dan perjuangan keadilan, doakan papa dan mama semoga bisa segera kembali ke rumah, menemui kalian dan kembali jadi orangtua baik bagi kalian semua,” ujar dia.
Di balik jeruji tahanan, ia berdoa dan memohon kepada Tuhan agar tidak kembali meninggalkan pada waktu terbaik anak-anaknya. “Doa dan kasih sayang selalu sertai langkah anak-anak tersayang sabar dan maafkan bila ada yang cela kalian semuan, ada tangan Tuhan yang selalu mengasihi dan menyertai kalian di setiap waktu,” ujar dia.
Putri juga menyampaikan maaf kepada sang suami Ferdy Sambo. Ia sampaikan maaf sebagai pendamping hidup selama ini jauh dari sempurna.”untuk suami saya Ferdy Sambo, sebagai pendamping hidup masih jauh dari sempurna, kalau digambarkan, bangga dan bahagia punya pasangan hidup berjiwa besar, tegar dan sabar dalam hidup dan doa terbaik untuk langkah papa sepanjang masa. Tuhan mampukan saya jalankan keadaan ini, keadilan Mu saja yang hadir dalam situasi sulit ini,” ujar dia.
Advertisement
Dituntut 8 Tahun Penjara
Jaksa meminta majelis hakim menghukum istri eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, 8 tahun penjara.
Jaksa menilai terdakwa Putri Candrawathi terbukti bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan yang direncanakan terlebih dahulu terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J sebagaimana diatur dalam dakwaan priemer Pasal 340 juncto 55 ayat 1 Ke-1 KUHP.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa penjara 8 tahun dipotong masa tahanan dengan perintah terdakwa tetap ditahan," ujar jaksa di Pengadilan Negeri Jakarta, Rabu (18/1/2023).
Menurut jaksa, seluruh unsur dalam Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1, telah terpenuhi berdasar hukum. Oleh karena itu, dakwaan subsider tidak perlu dibuktikan.
Putri dinilai justru ikut dalam perencanaan pembunuhan Brigadir J. Dia tidak berusaha mengingatkan maupun menghentikan niat suaminya yang sudah didampingi puluhan tahun hingga menjadi pejabat Polri.
Pleidoi Tuntutan Seumur Hidup, Ferdy Sambo: Ini Pembelaan yang Sia-Sia
Terdakwa Ferdy Sambo mengaku pasrah atas perkara pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Kepasrahannya itu sebagaimana tertuang dalam nota pembelaan atau pleidoi atas tuntutan seumur hidup jaksa penuntut umum (JPU).
"Majelis Hakim Yang Mulia, Jaksa Penuntut Umum dan Penasihat Hukum Yang Terhormat, Nota pembelaan ini awalnya hendak saya beri judul 'Pembelaan yang Sia-Sia'. Karena di tengah hinaan, caci-maki, olok-olok serta tekanan luar biasa dari semua pihak," kata Sambo saat sidang di PN Jakarta Selatan, Selasa, 24 Januari 2023.
Sebab, Sambo merasa selama sidang perkara ini berlangsung baik dirinya serta keluarga telah mendapatkan berbagai cacian dan makian. Hingga membawa Mantan Kadiv Propam Polri ke dalam perasaan keputusasaan dan rasa frustasi.
"Berbagai tuduhan bahkan vonis telah dijatuhkan kepada saya sebelum adanya putusan dari Majelis Hakim, rasanya tidak ada ruang sedikitpun untuk menyampaikan pembelaan. Bahkan sepotong kata pun tidak pantas untuk didengar apalagi dipertimbangkan dari seorang terdakwa seperti saya," ucapnya.
Menurutnya, selama bertugas 28 tahun sebagai anggota Polri. Ia tidak pernah melihat adanya tekanan yang begitu besar terhadap seorang terdakwa sebagaimana perkara pembunuhan berencana Brigadir J yang diklaim telah merenggut haknya sebagai terdakwa.
"Saya nyaris kehilangan hak sebagai seorang terdakwa untuk mendapatkan pemeriksaan yang objektif, dianggap telah bersalah sejak awal pemeriksaan dan haruslah dihukum berat tanpa perlu mempertimbangkan alasan apapun dari saya sebagai terdakwa," kata Sambo.
Advertisement
Ferdy Sambo Kutip Deklarasi HAM
Ferdy Sambo Kutip Deklarasi HAM
Ditambah framing opini masyarakat dan tekanan dari publik di luar persidangan, lanjut Sambo, telah mempengaruhi persepsi publik. Bahkan mungkin memengaruhi arah pemeriksaan perkara ini mengikuti kemauan sebagian pihak.
"Termasuk juga mereka yang mencari popularitas dari perkara yang tengah saya hadapi. Saya tidak memahami bagaimana hal tersebut terjadi, sementara prinsip negara hukum yang memberikan hak atas jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara di mata hukum masih diletakkan dalam konstitusi negara kita," bebernya.
Alasan itu dikutip Sambo atas adanya prinsip asas praduga tidak bersalah (presumption of innocent) yangseharusnya ditegakkan sebagaimana Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (HAM), International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR), huruf c KUHAP, dan pasal 8 ayat (1) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
"Yang menegaskan bahwa setiap orang yang dituntut dan dihadapkan di muka sidang pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan Pengadilan yang menyatakan kesalahannya," jelasnya.