Liputan6.com, Jakarta - Terdakwa Putri Candrawathi membacakan pleidoi atau nota pembelaan atas kasus pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J pada hari ini, Rabu (25/1/2023) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).
Ada sejumlah hal yang disampaikan istri Ferdy Sambo itu saat membacakan pleidoi. Nota pembelaan tersebut pun diberi judul ‘Surat dari Balik Jeruji, Jika Tuhan Mengizinkan Saya Ingin Kembali Memeluk Putra-Putri Kami’.
Advertisement
"Sekali pun dalam kejatuhan yang sangat dalam saat ini, saya tetap bersyukur. Tuhan memberikan kekuatan luar biasa hingga saya mampu menghadapi semua ini dan sekarang bisa membacakan di depan Majelis Hakim yang mulia dan masyarakat yang menyaksikan persidangan ini," ujar Putri di PN Jaksel, Rabu (25/1/2023).
"Membacakan sebuah surat, sebuah nota pembelaan pribadi. Semoga, pembelaan ini dapat didengar secara utuh dan dipertimbangkan dengan jernih sebelum terlalu jauh menghakimi saya atas segala tuduhan kesalahan yang tidak pernah saya lakukan," sambung dia.
Kemudian, kepada Majelis Hakim, Putri menyatakan berupaya keras menulis nota pembelaan hasil dari seorang perempuan yang disakiti dan dihujam jutaan tuduhan, stigma, serta fitnah atas peristiwa yang tidak pernah dilakukan.
Menurut Putri, nota pembelaan yang disampaikannya bukanlah upaya pembenaran ataupun sangkalan atas peristiwa kematian Brigadir J. Dia menyatakan hal tersebut tidak pernah diinginkannya terjadi.
"Sebuah kejadian yang akhirnya merenggut kebahagiaan keluarga sekaligus kehormatan saya sebagai perempuan. Surat ini saya tulis sebagai penjelasan saya secara langsung di depan persidangan yang sangat terhormat ini, bahwa saya tidak pernah sekalipun memikirkan, apalagi merencanakan, ataupun bersama-sama berniat membunuh siapapun," papar dia.
Berikut sederet pleidoi atau nota pembelaan terdakwa Putri Candrawathi atas kasus atas kasus pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J dihimpun Liputan6.com:
1. Beri Judul Pleidoi Surat dari Balik Jeruji, Jika Tuhan Mengizinkan Saya Ingin Kembali Memeluk Putra-Putri Kami
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menggelar sidang lanjutan terdakwa Putri Candrawathi dengan agenda pleidoi dalam kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J.
Nota pembelaan tersebut pun diberi judul ‘Surat dari Balik Jeruji, Jika Tuhan Mengizinkan Saya Ingin Kembali Memeluk Putra-Putri Kami’.
"Sekalipun dalam kejatuhan yang sangat dalam saat ini, saya tetap bersyukur. Tuhan memberikan kekuatan luar biasa hingga saya mampu menghadapi semua ini dan sekarang bisa membacakan di depan Majelis Hakim yang mulia dan masyarakat yang menyaksikan persidangan ini," tutur Putri di PN Jakarta Selatan, Rabu (25/1/2023).
"Membacakan sebuah surat, sebuah nota pembelaan pribadi. Semoga, pembelaan ini dapat didengar secara utuh dan dipertimbangkan dengan jernih sebelum terlalu jauh menghakimi saya atas segala tuduhan kesalahan yang tidak pernah saya lakukan," sambung dia.
Kepada Majelis Hakim, Putri menyatakan berupaya keras menulis nota pembelaan hasil dari seorang perempuan yang disakiti dan dihujam jutaan tuduhan, stigma, serta fitnah atas peristiwa yang tidak pernah dilakukan.
"Sebuah nota pembelaan seorang Ibu yang dipisahkan paksa dari anak-anaknya hanya dengan dasar tuduhan yang rapuh dan mengada-ada," kata dia.
Putri mengatakan, menulis nota pembelaan membawa ingatan pada orang-orang tersayang, khususnya anak-anak di rumah, suami yang ditahan di Mako Brimob, hingga orang tua dan seluruh sahabat yang juga ikut merasakan perasaannya.
"Namun, lebih dari itu, coretan pena di lembar-lembar kertas putih ini berulang kali saya rasakan seperti irisan luka yang disobek paksa kembali dan seperti pisau yang disayatkan lagi pada perih yang belum pernah sembuh hingga saat ini. Berkali-kali. Yaitu, ketika saya harus menjelaskan apa yang terjadi pada sore hari di rumah Kami di Magelang, 7 Juli 2022 lalu," ujar Putri.
Advertisement
2. Berharap Bisa Peluk Anak, Tegaskan Tak Pernah Rencanakan Bunuh Siapa Pun
Dalam kesempatan itu, Putri menyampaikan harapannya dapat memeluk anak-anaknya.
"Dalam perjalanan setelah persidangan saya melihat dari mobil tahanan banyak spanduk berisi makian dan paksaan agar Majelis Hakim menjatuhkan hukuman-hukuman yang menakutkan. Hukuman yang tidak sanggup saya bayangkan. Tidak sedikit pun pernah terpikirkan, peristiwa memalukan ini terjadi merenggut paksa kebahagiaan kami," tutur Putri.
Putri mengaku seringkali merasa tidak sanggup menjalani kehidupan lagi. Hanya saja, dia bersyukur dengan adanya ingatan tentang pelukan, senyum, bahkan air mata suami dan anak-anak terasa menolongnya.
"Saya ketika dunia seolah tak lagi menyisakan sedikitpun harapan akan keadilan. Begitu juga bayangan tentang apa yang diajarkan almarhum ayah puluhan tahun lalu. Beliau selalu bilang, tetaplah tegar menjalani hidup," ucap dia.
"Majelis Hakim yang Mulia, kalaulah boleh saya berharap, Jika Tuhan mengizinkan, semoga saya bisa kembali memeluk putra-putri saya. Pelukan yang paling dalam. Merasakan hangat tubuh mereka dalam kasih-sayang seorang ibu," sambung Putri.
Menurut Putri, nota pembelaan yang disampaikannya bukanlah upaya pembenaran ataupun sangkalan atas peristiwa kematian Brigadir J. Dia menyatakan hal tersebut tidak pernah diinginkannya terjadi.
"Sebuah kejadian yang akhirnya merenggut kebahagiaan keluarga sekaligus kehormatan saya sebagai perempuan. Surat ini saya tulis sebagai penjelasan saya secara langsung di depan persidangan yang sangat terhormat ini, bahwa saya tidak pernah sekalipun memikirkan, apalagi merencanakan, ataupun bersama-sama berniat membunuh siapapun," papar dia.
3. Disebut Dalang Pembunuhan, Pertanyakan Apakah Salah Cerita ke Suami?
Putri mempertanyakan kesalahannya dalam nota pembelaan atau pleidoinya. Dia merasa heran atas tuduhan yang menjeratnya dalam perkara dugaan pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
"Kalau lah boleh saya bertanya, apakah salah jika saya bercerita secara jujur pada suami atas perbuatan keji yang merenggut dan merusak kehormatan dan harga diri saya dan keluarga?," kata Putri.
Alasan itu, kata Putri, karena perasaan bingungnya apakah salah cerita soal pelecehan seksual ke suaminya Ferdy Sambo. Kemudian, dia dianggap ikut mendalangi pembunuhan berencana tersebut.
"Apakah karena saya bercerita sebagai seorang istri pada suami kemudian saya dituduh menjadi dalang atas semua ini? Ataukah rasa sakit karena perbuatan keji ini harus saya simpan dan pendam sendiri hingga mati berkalang tanah, agar semua tampak seolah baik-baik saja dan tidak ada yang pernah terjadi?," ujar Putri.
Lantas, Putri juga mengucapkan pertanyaan hingga seolah-olah dirinya disalahkan dalam perkara ini. Padahal, ia merasa tidak tidak pernah tahu soal rencana pembunuhan berencana.
"Yang Mulia, patutkah saya dipersalahkan seolah-olah saya adalah dalang pembunuhan? Padahal Saya tidak pernah berniat, tidak pernah mengetahui rencana ataupun pelaksanaan pembunuhan terhadap Yosua?," ucap Putri Candrawathi.
Advertisement
4. Sebut Brigadir J Ancam Bunuh Orang yang Dicintai dan Usai Dipenjara Anak-Anaknya Kerap Dapat Ancaman
Sambil menangis, Putri mengaku diancam akan dibunuh bahkan menyasar ke orang yang dicintainya.
"Yang Mulia Majelis Hakim, saya ingat, pada pergantian hari 6 Juli ke 7 Juli 2022 lalu. Malam itu, saya dan suami sedang duduk bersama di ruang tamu, kemudian para ADC dan ART datang memberikan kejutan dengan membawakan kue dan nasi tumpeng. Sebuah kejutan yang membahagiakan," beber Putri.
Menurut Putri, mereka berkumpul bersama dan berdoa, kemudian disusul menyuapi Ferdy Sambo serta secara bergantian kepada seluruh ADC dan ART sebagai ungkapan kebersamaan, juga rasa syukur dalam sebuah keluarga.
"Saya gembira. Sangat gembira saat itu. Karena memang 7 Juli sesungguhnya adalah hari yang sangat saya nantikan. Hari pernikahan saya dengan suami saya Ferdy Sambo. Seorang pelindung dan kepala rumah tangga kami. Kami selalu mengingat janji suci pernikahan ketika diucapkan di hadapan Tuhan tepat 22 tahun lalu," ucap dia.
Kemudian di tanggal yang sama yakni 7 Juli 2022 sore, lanjut Putri, saat kebahagiaan perayaan ulang tahun perkawinan masih sangat terasa dalam pikiran dan perasaan, dia mengalami kejadian yang sangat menyakitkan.
"Peristiwa yang menimbulkan luka mendalam hingga saat ini. Kebahagiaan kami direnggut dan dicampakkan. Harga diri Kami diinjak-injak. Saya membeku. Bahkan saya tak sempat memikirkan hal seburuk ini akan menimpa saya dan berdampak pada keluarga. Yang lebih sulit saya terima, pelakunya adalah orang yang kami percaya, orang yang kami tempatkan sebagai bagian dari keluarga dan bahkan kami anggap anak seperti halnya seluruh anggota pribadi suami saya lainnya," ujarnya.
Putri mengaku tidak mengerti, kenapa peristiwa kelam itu harus terjadi tepat di hari jadi pernikahannya yang ke-22.
"Yosua melakukan perbuatan keji. Dia memperkosa, menganiaya saya. Dia mengancaman akan membunuh bukan hanya bagi saya, namun juga bagi orang-orang yang saya cintai," ucap Putri sambil menangis.
Putri Candrawathi mengaku, rindu bertemu dengan anak-anaknya. Menurutnya, situasi keluarganya saat ini sudah jauh berubah sejak ia dan Ferdy Sambo terseret kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
"Saat ini, anak-anak kami dititipkan ke ibu saya yang berusia 80 tahun. Sangat berat bagi anak-anak kami menghadapi kenyataan dan situasi keluarga yang sangat berubah. Rumah jadi sepi, tak ada tawa hangat bersama, dan dunia bagaikan runtuh," kata Putri.
Putri Candrawathi pun memohon kepada Majelis Hakim untuk membebaskannya dari segala tuntutan, sehingga bisa kembali bertemu dengan anak-anaknya.
"Izinkan saya memperbaiki keadaan ini, saya ingin jadi ibu yang bertanggung jawab bagi anak-anak kami," ucap Putri.
Putri Candrawathi mengaku, sejak peristiwa ini terjadi, anak-anaknya kerap mendapat kecaman, cemooh, hingga hinaan dari masyarakat.
"Padahal tidak seharusnya mereka mengalami hal yang sangat pahit, dan mempengaruhi tumbuh kembang mereka sebagai pribadi yang berharga," tutur Putri.
Putri Candrawathi pun berpesan kepada anak-anaknya untuk selalu tegar dan kuat mendampingi kedua orang tua mereka dalam menghadapi permasalahan hukum.
"Di tengah waktu kunjungan di Rutan, saya berpesan ke anak-anak, agar mereka selalu tegar dan kuat. Saya berharap saya dapat segera kembali mendampingi anak-anak saya, untuk menguatkan jiwa kami keluarga untuk menghadapi peristiwa ini," tambah Putri.
5. Bantah Pakai Baju Seksi dan Minta Janganlah Kebencian Membuat Kita Tidak Adil
Putri Candrawathi membantah mengenakan pakaian seksi saat peristiwa pembunuhan Brigadir J, sebagaimana yang diuraikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat sidang dengan agenda tuntutan dan kasus dugaan pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J
"Saya adalah korban kekerasan seksual, pengancaman, dan penganiayaan yang dilakukan oleh almarhum Yosua," tutur Putri.
Putri menyatakan, dia tidak pernah sedikitpun menginginkan, menghendaki, merencanakan, ataupun melakukan perbuatan bersama-sama untuk menghilangkan nyawa Brigadir J.
"Saya sepenuhnya tidak mengetahui suami saya akan datang ke Duren Tiga 46 lokasi di mana saya sedang beristirahat melakukan isolasi dan menunggu hasil tes PCR," kata dia.
Lebih lanjut, Putri mengaku sepenuhnya tidak mengetahui terjadinya peristiwa penembakan Brigadir J lantaran sedang beristirahat di dalam kamar dengan pintu tertutup.
"Saya menolak keras dianggap berganti pakaian piyama sebagai bagian dari skenario. Saya berganti pakaian piyama hingga memakai kemeja dan celana pendek yang masih sopan dan sama sekali tidak menggunakan pakaian seksi sebagaimana disebut Jaksa Penuntut Umum dalam tuntutan," terang dia.
Kemudian, dalam kesempatan itu, dia memohon keadilan kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).
"Kalaulah boleh saya bertanya, apakah salah jika saya bercerita secara jujur pada suami atas perbuatan keji yang merenggut dan merusak kehormatan dan harga diri saya dan keluarga? Apakah karena saya bercerita sebagai seorang istri pada suami, kemudian Saya dituduh menjadi dalang atas semua ini?," tutur Putri.
"Ataukah rasa sakit karena perbuatan keji ini harus saya simpan dan pendam sendiri hingga mati berkalang tanah, agar semua tampak seolah baik-baik saja dan tidak ada yang pernah terjadi?," sambungnya.
Kepada Majelis Hakim, Putri mempertanyakan apakah dia patut dipersalahkan seolah-olah dalang dari kasus pembunuhan. Sementara diriny tidak pernah memiliki niat atau bahkan mengetahui rencana pelaksanaan pembunuhan terhadap Brigadir J.
"Yang Mulia, kalaulah para pencaci dan penghasut di luar sana mengetahui rasanya menjadi perempuan yang mengalami kekerasan seksual dan beratnya harus menceritakan kembali secara jujur kekejian yang terjadi pada suami. Kalaulah mereka bisa merasakan situasi ketika di satu sisi adalah korban namun di sisi lain dituduh sebagai otak pembunuhan. Yang Mulia, kalaulah harapan Saya masih didengar, semoga tidak ada lagi Perempuan yang menghadapi kondisi seperti itu," ujar dia.
Putri pun meminta izin untuk mengetuk pintu hati Majelis Hakim dan berharap dapat secara jernih melihat fakta serta bukti yang muncul di persidangan. Dia berharap Majelis Hakim arif dan bijaksana.
"Yang Mulia, sungguh, saya ingin menjaga dan melindungi anak-anak kami, mendampingi mereka, dan kembali memeluk mereka serta menebus segala kegagalan saya sebagai seorang ibu," kata Putri.
Dia berharap, hukuman hanya akan diberikan terhadap orang yang benar-benar bersalah, bukan hanya karena tidak kuasa membedakan mana kebenaran dan kegelapan yang tumbuh dari gelombang hinaan, cemooh, tudingan dan paksaan publik.
"Yang Mulia, besar harapan kami, janganlah kebencian membuat kita tidak adil. Semoga Tuhan membimbing jalan kita semua," beber Putri.
Advertisement
6. Akui Tak Pernah Menyesal Memilih Ferdy Sambo
Putri Candrawathi sempat mengulas perjalanan hidupnya saat membacakan pleidoi atau nota pembelaan sebagai terdakwa kasus dugaan pembunuhan Brigadir J.
Dia mengaku bertemu Ferdy Sambo saat masih di bangku SMP hingga jadi lulusan kampus di Amerika Serikat (US) jurusan bahasa dan jurnalistik.
"Sebagai seorang perempuan, saya dilahirkan dari rahim Ibu seorang pendidik dan sosok ayah tentara. Saya sangat terkesan bagaimana Ibu, seorang guru SMA, mengajarkan ketulusan dan nilai-nilai kehidupan. Dari Ibu, Saya belajar mengasihi, berbuat baik untuk siapa saja dan dipacu untuk mendapatkan pendidikan sebaik-baiknya. Sementara dari ayah, saya belajar tentang disiplin dan ketegaran dari setiap tantangan hidup yang harus kami jalani," tutur Putri.
Putri bercerita, ayahnya purna tugas dengan pangkat Brigjen TNI Angkatan Darat (AD) dan terakhir mengabdi dalam posisi sebagai Direktur Zeni di Mabes TNI AD. Kedua orang tuanya menuntut semua anak-anaknya memprioritaskan pendidikan, walaupun perempuan.
"Saya menyelesaikan pendidikan S1 pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti, dan melanjutkan studi di bidang Bahasa dan Jurnalistik pada Universitas Negeri di Pittsburgh Amerika Serikat. Tuntunan orang tua telah mendorong saya untuk selalu berprestasi di antara peserta didik, termasuk ketika saya menempuh studi di luar negeri. Kedua jenjang pendidikan tersebut saya selesaikan dengan baik," ucap dia.
Menjadi anak seorang tentara baginya tidak mudah. Meski begitu, dari orang tua dia belajar tentang nilai hidup kesetiaan, ketegaran, serta mencurahkan perhatian penuh terhadap keluarga.
"Dalam usia belasan tahun, saat saya sekolah di SMP Negeri 6 Makasar, Tuhan mempertemukan saya dengan Ferdy Sambo yang saat ini menjadi suami saya. Saat itu, sewajarnya siswa SMP, Kami berinteraksi sebagai teman sekolah, belajar bersama, bermain dan bersenda gurau," kata Putri.
Keduanya kemudian melanjutkan sekolah di SMA yang berbeda, yakni Putri di SMA Negeri 8 Makasar dan Ferdy Sambo di SMA Negeri 1 Makasar. Meski begitu, keduanya tetap saling bertukar-kabar dan bertemu kembali sebagai siswa di tempat Bimbingan Belajar (Bimbel) yang sama menjelang tamat SMA.
"Setelah itu, kami berpisah jalan. Ferdy Sambo menjalani pendidikan di Akademi Kepolisian di Semarang. Hingga kemudian kami dipertemukan, disatukan kembali dan mengucapkan janji setia dalam pernikahan pada tanggal 7 Juli 2000," ujarnya.
Putri mengaku sangat bersyukur dan tidak pernah menyesal sedikit pun memilih Iptu Ferdy Sambo sebagai pasangan hidup, yang kala itu bertugas sebagai Wakil Kepala Satuan Reserse Polres Jakarta Timur.
"Sejak itulah, babak baru kehidupan saya sebagai seorang istri Polisi, seorang Bhayangkari, dimulai," ucap dia.
7. Ceritakan Momen Menegangkan di Rumah Dinas Ferdy Sambo
Putri merinci runut peristiwa usai kembali ke Jakarta dari Magelang, dalam sidang pleidoi atau nota pembelaan sebagai terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J. Termasuk momen penembakan almarhum saat dirinya tengah beristirahat di Rumah Duren Tiga.
"Majelis Hakim Yang Mulia, sesampai di rumah Saguling, saya langsung menjalankan protokol kesehatan seperti yang telah kami sekeluarga lakukan sejak pandemi Covid-19 melanda Indonesia," kata dia.
"Selain karena saat itu kondisi kesehatan saya agak menurun, kami juga berupaya lebih ketat menjalankan protokol kesehatan karena menimbang adanya anak kami berusia 1,5 tahun yang belum bisa divaksin. Saya melaksanakan Tes PCR, sesuai dengan aturan bagi keluarga kami," sambungnya.
Setelah selesai test PCR, Putri mengaku makan di ruang makan lantai 2 rumah Saguling lantaran sepanjang perjalanan dari Magelang ke Jakarta tidak berhenti singgah untuk makan. Kemudian, dia naik ke lantai 3 dan bertemu dengan Ferdy Sambo.
Dengan perasaan takut dan malu, dia lantas menceritakan peristiwa pahit yang terjadi tanggal 7 Juli 2022 kepada suaminya.
"Tidak bisa dijelaskan bagaimana dinginnya suasana pembicaraan tersebut. Sesekali saya memandang suami. Matanya kosong, tubuhnya bergetar dan tarikan nafasnya menjadi sangat berat. Kami berdua pun tidak kuasa menahan tangis. Apa yang terjadi ini terlalu berat bagi kami," ucap Putri.
Setelah itu, Putri menuju ke kamar meninggalkan Ferdy Sambo yang masih duduk di ruangan tempatnya bercerita. Selama berada di dalam kamar, dia mengaku bingung harus berbuat apa, hingga akhirnya pamit kepada suaminya dan bergegas meninggalkan rumah Saguling untuk segera isolasi mandiri.
"Yang ada dalam pikiran saya saat itu adalah mengambil jarak, namun tetap harus isolasi menunggu hasil tes PCR untuk mencegah anak kami bertemu dan tidak kuasa menahan untuk memeluk saat melihat ibunya," kata Putri.
Advertisement
8. Memohon Maaf pada Jokowi hingga Tuhan
Terakhir, Putri Candrawathi menyampaikan harapan dalam sidang pleidoi atau pembacaan nota pembelaan sebagai terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J. Baik kepada keluarga almarhum, Presiden Joko Widodo atau Jokowi, hingga doa kepada Tuhan.
"Hari ini di saat pembelaan, saya ingin menyampaikan harapan tulus saya kepada orang tua almarhum Brigadir Yosua, Bapak dan Ibu Samuel Hutabarat, saya turut berduka, memohon maaf, dan berdoa semoga seluruh keluarga dikuatkan dan diberkati," ucap dia.
"Saya juga ingin menyampaikan dengan sungguh-sungguh, saya tidak melakukan apa yang mereka tuduhkan tersebut," sambungnya.
Putri memohon maaf kepada Bharada E, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Ma’ruf serta seluruh keluarga mereka. Tidak ketinggalan sumua personel Polri yang terdampak oleh peristiwa ini.
"Saya juga meminta maaf kepada Bapak Joko Widodo Presiden Republik Indonesia, Bapak dan Ibu Kapolri, dan para Bhayangkari serta masyarakat yang terdampak dan menguras perhatian selama proses hukum saya berlangsung," kata dia.
Kepada anak-anaknya, Putri meminta maaf atas situasi yang terjadi saat ini. Baginya, cinta dan perhatian mereka adalah semangat hidup paling berharga.
"Menjadi kekuatan kami untuk mencari dan memperjuangkan keadilan. Doakan Papa dan Mama nak, semoga bisa segera pulang menemui kalian dan kembali menjadi orang tua yang baik bagi kalian semua," terang dia.
Dari balik tahanan, lanjut Putri, dirinya bersama Ferdy Sambo terus mendoakan anak-anak dan memohon kepada Tuhan agar tidak pernah lagi terpisahkan denhan mereka, di waktu terbaik menjadi orang dewasa.
"Tuhan maafkan saya, berikan saya kesempatan sebagai orang tua untuk menjalankan tugas sebagai seorang ibu. Tuhan, mampukan saya menjalani ini semua, dan kiranya keadilan-Mu saja yang hadir di situasi yang sangat sulit ini," Putri menandaskan.